Cinta bagaikan Angin
Chapter 9
Meraih Angin
By : gherimis kecil
=================================
Suara riuh para penonton yang meneriakkan nama tim baseball favoritnya mengambang ke udara. Tepukan meriah bersamaan dengan kedatangan tim favorit yang sambil melambaikan tangannya membuat suasan semakin meriah. Lampu sorot yang menerangi seluruh lapangan, membuat bayangan hitam yang akan membawa meraka ke sebuah pencapaian tertinggi.
"Mommi, ayo buruan. Pertandingannya sebentar lagi dimulai" teriak Molly menarik tangan Asha yang masih terlihat berantakan setelah sibuk mengurus kafe dan galerinya.
Ibas yang baru saja turun dari mobilnya menghampiri Asha dan Molly. Mereka tidak bisa pergi bersama-sama malam ini. Ibas harus lembur di kantor untuk membuat artikel mengenai kejuaraan baseball yang bergengsi nasional ini.
"Sabar, Molly. Mommi lagi mau pakai lipstik" jawab Asha yang mencari lipstiknya didalam tas yang isinya sungguh berantakan.
"Gak perlu pake lipstik, memangnya kamu mau terlihat cantik di depan siapa?" Tanya Ibas yang langsung mengikuti langkah Asha dan Molly.
"Papi...." Peluk Molly menghambur ke Ibas.
"Hai, Molly"
"Senang lihat Papi bisa datang"
Di depan pintu masuk, Cerryl dan Arga sudah menunggu ibu Manejernya. Mereka melambaikan tangan ke arah Asha yang masih sibuk membenarkan penampilannya.
Mereka masuk bersamaan ditengah suara penonton yang menggema. Bangku-bangku penonton sudah hampir penuh. Mereka mencari tempat duduk sesuai nomor yang tertera ditiket mereka.
"Sengaja ya pilih kursi yang didepan?" Tanya Asha pada Ibas yang sedang merapikan peralatan kerjanya.
"Biar kamu bisa motret dengan bagus dari sini" jawab Ibas yang selesai merapikan peralatannya.
"Kok jadi baik begini setelah pisah"
"Kamu aja yang baru sadar kalau aku memang baik, Sha. Semua orang juga bilang kalau kamu itu aneh. Suami baik begini minta pisah"
"Kamu itu baru kelihatan baik setelah kita pisah. Waktu kita bersama kamu itu cuek banget"
Pertengkeran seperti ini sering terjadi disaat mereka masih bersama dulu. Mereka berduapun saling memasang wajah tidak senang.
Suara peluit tanda dimulai pertandingan hari itupun terdengar ke seluruh stadion. Kemeriahan pertandingan berskala nasional itu menentukan jejak baru bagi sebuah tim baseball yang akan menjadi tim terkuat seluruh negeri. Hingga akan melanjutkan keseruan pertandingan sampai ke internasional. Impian Kai adalah menjadi pemain baseball terbaik dinegeri ini. Bermain bersama tim yang dicintainya membuat Kai semakin yakin bahwa dia tidak sendirian untuk menjadi yang terbaik. Ada anggota tim, ada Ayah dan ada teman-teman yang selalu mendukungnya. Kai melambaikan tangan kearah penonton. Hampir seluruh pendukungnya berteriak memanggil nama Kai. Degupan jantung Kai semakin kencang, perasaan yang dia tidak tahu meletakkannya dimana selain disebuah pengharapan besar untuk mewujudkan impiannya.
Bola melambunhg tinggi, hingga homerun. Pukulan Hara sebagai pukulan pembuka yang memukau. Kembali sorakan meriah terdengar dari kursi penonton. Hara berlari menuju titik awal, menerjang angin dan debu ditengah nafas yang dia coba kendalikan. Mata Kai tertuju pada sipelempar bola. Menajamkan mata demi menyeimbangkan kecepatan bola yang dia tidak tahu kapan akan muncul dihadapannya. Dan, pukulan itu nyaris tak terkena. Walaupun tidak begitu jauh. Kai mampu berlari ketumpuan kedua. Menunggu temannya bermain Kai memandang kursi penonton. Terlihat wajah yang tidak asing lagi baginya. Asha dengan seluruh kesederhanaannya bersama keluarga dan anak buahnya di Kafe Family membuat Kai semakin bersemangat.
"Lambaikan tanganmu, Kai sedang melihat kesini" kata Ibas sedikit menggoda. Asha menyikut lengan Ibas. Dan membuat Ibas tertawa. Dan seperti biasa sedetik kemudian merekapun berbaikan kembali.
Ditengah keseruan pertandingan Asha merasa iri terhadap Kai yang rela membenamkan keegoisannya untuk berhenti dan memilih bangkit kembali. Asha juga merasa tersindir, mengapa ada pemuda yang begitu mengharapkan diri bisa meraih impiannya.
Ponsel Asha bergetar. Dia melihat layar ponsel, dan membaca pesan singkat dari Senja.
"Besok datang ke galery, aku sudah mempersiapkan tempat untuk hasil kerjamu. Dan aku memintamu untuk mendapatkan hasil yang super wow untuk kuletaklan di frame terbesar. Semangat"
Kamera yang merupakan hadiah dari Kai itu dipegang Asha erat-erat. Impian dia membuka galeri adalah hal yang sudah lama diinginkannya. Dan pertandingan itu membawa Asha dalam sebuah perasaan yang sama dengan Kai. Perasaan yang tidak bisa diungkapkan.
Cekreeeeek.....
Foto itu berhasil tersimpan dalam bingkai terbesar di galeri itu. Semua tamu-tamu berhamburan datang memberikan selamat kepada Asha yang berhasil memajang karya miliknya di galeri milik Senja. Aneka makananan terhindang di meja, semua mata memandang kagum pada hasil jepretan Asha.
"Selamat, bu Manejer" ucap Kai yang tiba-tiba berada disampingnya sambil memandang foto yang diberi judul The Winner.
"Eh, terima kasih" jawab Asha dengan wajah bersemu merah.
"Aku terlihat ganteng disitu" kata Kai sambil menunjuk foto yang ada dihadapannya.
"Dan aku terlihat cantik disitu"
Mereka berdua tertawa.
Sebuah foto Kai dan Asha yang dipadukan dengan ekspresi wajah yang begitu bahagia sebagai seorang pemenang.
"Bulan depan aku akan berlatih bersama tim nasional Korea"
"Wah..sungguh. Aku senang mendengarnya"
"Mau temanin aku selama latihan disana?"
Deg...deg...deg....
Asha terdiam, dan lebih memilih diam. Suara degupan jantung itu semakin liar.
"Ajak Molly, dia fans beratnya Kim Jung Si"
"Hehehehhehe....ok" jawab Asha meredakan degupan jantungnya.
Impian itu tidak boleh dirusak oleh perasaan egois dan emosi yang sebenarnya bisa mengontrol situasi didalam diri. Biarkan impian itu terletak ditempat semestinya, tidak perlu memaksanya keluar. Karena waktunya akan tiba dengan sendirinya. Sampai impian itu menyapa kita dengan "hello!".
Tamat