Sebuah meja makan terhampar banyak menu yang hendak dimakan. Tapi, tak satupun yang membuat selera untuk dimakan Aisha. Dia hanya melamun menatap kosong menu-menu lezat yang dimasak oleh ibunya, bahkan ada menu kesukaannya. Aisha tak bergeming dari lamunannya.
"Kau kenapa Aisha?" Tanya ibunya yang baru saja keluar dari dapur membawa sepiring buah semangka yang telah dipotong-potong
"Tak apa, mak" jawab Aisha seadanya yang masih setengah memandang menu makanan dengan tatapan kosong.
"Tak apa maksud kau???mamak liat dari tadi kau melamun saja. Ada apa anakku?" Tanya ibunya yang seraya duduk di seberang meja Aisha duduk.
"Sungguh, aku tak apa mak. Anakmu ini baik-baik saja" sekali lagi Aisha menjawab dengan wajah yang sama tak berubah air mukanya.
"Kau bisa berbohong kepada teman-temanmu. Tapi, aku ini mamak kau. Masih juga kau mau berbohong" ibunya Aisha mulai merasa kecewa atas tindakan Aisha.
"Mak, apakah Aisha salah menyukai seseorang?" Akhirnya Aisha memberanikan diri berbicara apa yang mengganjal di hati dan pikirannya.
"Alahmakjang, anakku sedang jatuh hati rupanya" ibunya Aisha tersenyum menatapa anak gadisnya sudah menyukai lawan jenisnya.
"Tidak mak. Hanya menyukai. Belum tentu jatuh hati" jawab Aisha membela diri.
"Awalnya suka, lalu jatuh hati itulah nak prosesnya. Tapi, bolehkah mamak kau ini tahu siapa lelaki itu?" Tanya ibunya Aisha penasaran.
"Dia temanku, mak"
"Iya, tau mamak. Dari temanlah dulu"
"Hehehehe...."
"Seperti apa dia. Rajin sholat. Pintar mengaji?"
"Aku tak tahu mak. Yang aku tahu setiap kali zuhur dia tak pernah kulihat kemesjid. Setiap kali ashar kulihat dia bermain bola sampai magrib. Bahkan isya aku tak pernah melihatnya kemesjid. Bahkan subuh. Cuma hari jum'at saja yang aku lihat dia kemesjid, mak"
"Halah...!!! Kalau lah tak sholat tak pintar mengaji. Apalah yang kau suka dari dia nak?"
"Aku juga tak tahu mak. Setiap kali mendekatiku dan berbicara kepada. Hatiku deg-deg-an mak. Rasanya lidahku tak sanggup berbicara. Aku jadi gugup"
"Owh...mamak rasa kau baru tahap menyukai nak. Belum mencintai" ibunya Aisha bangkit dari kursi dan pergi ke dapur.
Aisha berpikir lagi. Apakah benar yang dikatakan ibunya, rasa yang dimilikinya itu hanya perasaan suka. Tidak lebih. Aisha kembali melamun dalam ruang yang entah kemana arah tujuannya. Sekembalinya ibunya dari dapur. Ibunya melihat kembali kearah Aisha.
"Sholatlah, nak. Minta petunjuk kepada Alloh. Mamak yakin Alloh akan memberikan jawabannya"
"Iya, mak"
Aisha pergi kekamarnya dan sholat karena memang sudah terdengar azan isya. Aisha berwudhu dengan khusyu. Bahkan sholatnya lebih lama daripada biasanya. Dan entah kenapa, kala itu hatinya sedang risau dan gelisah. Ketika takbir pertama terucap ada hawa sejuk yang masuk kedalam hatinya. Benar-besar segar sekali. Seperti tidak ada beban. Damai rasanya. Sampai pada salam terakhir. Hatinya masih terasa nyaman sekali. Lalu Aisha berdoa kepada Alloh untuk memberikan petunjuk atas perasaanya itu. Dengan khidmat kaliamat-kalimat doa terlantun syahdu dari mulut dan hati Aisha. Bahkan Aisha ingin menitiskan airmata karena itu. Tapi, tak kunjung menetes juga. Berakhir dalam kehidmatan berdoa Aisha mengusap wajah sambil beristiqfar kepada Alloh.
Ruang makan sudah dipenuhi oleh keluarganya. Ayah, mamak, abang dan adiknya.
"Cepat kak. Aku sudah lapar" keluh Fatima adiknya.
"Iya" jawab Aisha mempercepat langkahnya
Ruangan hening sejenak. Tak ada yang membuka pembicaraan. Ayah yang sibuk dengan daun lalapannya dan mamak yang sedang asik menikmati ayam gorengnya dan abang serta adiknya. Tapi, Aisha tidak berselera untuk makan.
"Makanlah, nak. Jangan perasaan yang membuatmu jadi tak selera makan. Sakit kau nanti" suruh ibunya melihat Aisha yang belum mengambil sesendok nasi
"Kak Aisha kenapa, mak?" Tanya Fatima
"Kakak kau sedang jatuh hati dengan seorang lelaki. Tetapi lelakinya itu tak pernah sholat kemesjid bahkan mengaji. Entah apa yang disukainya"
"Siapa dia, Aish" tanya Ali abangya yang langsung menghentikan makannya
"Abang tak perlu taulah" jawab Aisha menunduk.
"Pasti aku tau orangnya. Jangan kau sembunyikan. Biar aku bisa memberi pendapat"
"Ck...Aku bilang abang tak perlu tau" sekali lagi Aisha bungkam
"Oh...jangan-jangan si Tio yang sering mengantar kau pulang itu ya?" Tebak Ali yang membuat mata Aisha terbelalak dan memandang abangnya dengan wajah terkejut.
"Darimana abang tau?"
"Aku laki-laki. Trick jitu untuk mendapatkan wanita ya seperti itu. Perhatian lebih. Akh trik kuno" jawab Ali melanjutkan makannya
"Menurut abang dia bagaimana?" Aisha mulai terbuka.
"Sebaiknya kau jauhi dia. Aku dengar dia banyak pacarnya. Dan lagian, kau mau berpacaran? Aku saja tidak mau. Kalaupun aku suka dengan wanita maka aku akan ajak langsung menikah" jelas Ali yang membuat semua orang sedang memandangnya
"Hah...menikah?"
"Habiskan dulu makanan kalian. Bincang-bincangnya setelah makan saja" ajak ibu menyudahi makannya.
Seusai makan. Ayah dan mamak keruang keluarga disusul Ali. Sedangkan Aisha dan Fatima mencuci piring.
"Bagaimana rasanya jatuh hati itu, kak?" Tanya Fatima mulai membilas piring yang sudah dicuci.
"Aneh. Aku juga tak tahu. Aku tak selera makan. Memikirkan wajahnya. Suka senyum-senyum sendiri ketika menerima sms darinya. Dan kau tahu, sampai terbawa mimpi. Mimpinya indah sekali. Terasa tak mau bangun"
"Waaah...seru sekali kelihatannya"
"Tidak seseru itu, Fatima. Kau akan merasa tersiksa jika dia tak ada kabar. Kau akan merasa marah ketika dia dekat dengan wanita lain. Bahkan kau merasa kecewa ketika dia berjanji namun di batalkan" Asiha menghentikan sejenak cuciannya.
"Separah itukah, ka"
"Hu um. Maka berhati-hatilah dengan perasaan. Itu sungguh menyiksa"
Mereka berdua tertawa pelan setelah mencuci piring. Tawa yang sebenarnya membuat hati Aisha sedikit terhibur. Namun, tidak semudah itu. Tidak semudah yang kelihatan dari luar.
"Eh...Aish. Si Tio sudah menenbak kau ya?" Tanya Ali.
"Menembak?" Aisha balik bertanya heran
"Iya. Misalkan kata Aku suka kau atau mau kau jadi pacarku?"
"Belum, bang. Tapi, pernah dia sms kepadaku kalau dia suka kepadaku"
"Melalui sms. Tidak langsung"
"Iya bang. Akh...lelaki macam apa itu. Tidak gentlemen. Sudah lupakan saja dia"
"Lupakan" Aisha murung. Sepertinya Bang Ali tidak menyukai Tio.
"Ali, tak baik berbicara seperti itu. Aisha, sudah tak usah kau pikirkan itu semua. Biarkan Alloh yang mengaturnya. Ayok kekamarmu, kita bicara sebentar"
"Aku boleh ikut" pinta Fatima.
"Boleh nak" jawab ibunya
Dikamar Aisha. Suasana menjadi membiru. Handphone Aisha bergetar. Lalu Aisha melihat sebuah sms masuk. Ternyata dari Tio. Aisha ternyum sendiri setelah membaca sms itu.
"Pasti dari bang Tio ya , kak!"
"Hehehe..iya" jawab Aisha senyum
"Cie..cie..seneng banget"
"Hehehe..." Aisha masih tersenyum sumringah.
"Kau ini benar-benar sudah jatuh hati kepadanya. Namun, nak. Perlu mamak beri tahu kau soal perasaan. Kau itu wanita seyogyanya di pilih. Sebaiknya kau tetap diam atas perasaanmu itu. Kau tidak perlu menunjukkan betapa kau menyukainya. Kenapa begitu? Ya, jelas karena kehormatan wanita itu terletak di diamnya. Jika kau sudah mengumbar-ngumbarnya keseluruh dunia dan dunia akhirnya tahu dan kau tahu apa akibatnya? Sangat fatal jika kau patah hati, nak. Semua orang akan memandang kau kasian. Namun, mereka tak pernah memberikan solusi untuk kesedihanmu itu. Untung-untung tidak menjadi bahan gunjingan. Lah...kalau dijadikan bahan gunjingan. Astaafirullahalazim, nak. Jangan sampai aib mu tersebar kesuluruh dunia. Jangan sampai nak"
"Jadi, Aisha harus bagaimana mak?"
"Aisha cukup diam. Jika dia sms maka balas seadanya. Tidak perlu memperlihatkan perhatian lebih. Biarlah Alloh yang memberikan jalan. Ingat, nak. Jika rasa yang kau punya itu halal. Maka lakukanlah dengan cara yang halal juga. Jika terlanjur melakukan hal yang tak diinginkan Alloh. Segeralah perbaiki dirimu, nak"
"Mak...tapi hati ini sepertinya tersiksa jika aku melakukan itu"
"Alloh itu Maha Baik, Nak. Bahkan Alloh akan menentram itu semua. Ikutilah perkataan mamak, nak. Mamak tak ingin kau terjerumus ke dunia yang Alloh benci"
"Ya, mak"
Aisha melakukan perintah ibunya. Untuk tidak terlalu perhatian dan suka kepada Tio. Bahkan masalah sms, Aisha sudah mengurangi untuk sms terlebih dahulu dengan perhatian-perhatiannya. Aisha akan tetap diam. Aisha hanya ingin membuktikan bahwa apa yang dikatakan ibunya benar.
"Jika dia tetap bertahan mengejarmu, ketika kau mengalami perubahan. Setidaknya kau boleh jadi menasehatinya untuk rajin sholat. Jika, itu berhasil. Maka mulailah untuk membiarkannya sholat tanpa harus kau ingatkan. Jika itu berhasil. Ada perubahan yang baik yang terjadi pada dirinya. Dan dia tidak marah ketika kau ingatkan kembali. Maka bersiap-siaplah untuk mengajukan pertanyaan. Maukah kau menikah denganku"
Tapi, apa yang terjadi. Tidak seperti yang diharapkan Aisha. Selama Aisha tidak memberi kabar terlebih dahulu. Maka Tiopun mulai grasak grusuk. Namun, itu tidak menjadi masalah bagi Tio. Dia seorang laki-laki yang menurut kebanyakan orang baik.
Sore itu mendung. Aisha sedang ke mini market dekat rumah. Aisha melihat Tio bersama teman-temannya sedang duduk di warung Wak Uchi. Aisha mencoba mendekati warung itu untuk menyapa Tio. Tapi, apa yang didengarnya.
"Bagaimana, sudah bisa kau taklukan cewe berhati batu itu, Tio?" Tanya Yoga yang merupakan teman sepermainan Tio
"Akh...sepertinya susah. Sok jual mahal. Awalnya aku rasa aku bisa mendapatkannya. Tapi, akhir-akhir ini dia mulai menjauh"
"Akh...payah kau"
"Lagian aku cuma main-main saja dengannya. Tak ada perasaan. Siapa juga yang mau dengan gadis berhati batu dan sok jual mahal itu. Hahahaha" tawa Tio membahana
Suara geluduk sudah mulai terdengar. Tanda-tanda mau hujan akan turun. Aisha berbalik arah menuju minimarket. Hatinya terasa panas. Wanita sok jual mahal. Wanita berhati batu. Seperti itukah Aisha dimata Tio. Apakah perlu menangisinya. Aisha berkutat dalam pikirannya dan hatinya yang memanas. Terasa sesak, ingin rasanya berteriak.
Sesampai dirumah, Aisha langsung masuk kekamar. Suasana hati yang tidak enak. Melihat gelagat itu, ibunya mengikuti Aisha masuk kekamar.
"Kau kenapa Aisha?"
"Hiks...hiks... !!!"teriak Aisha menyamburkan pelukan ke ibunya
"Kenapa, nak? Kenapa kau memangis?"
"Mak...apakah Aisha ini wanita berhati keras dan sok jual mahal?"
"Siapa yang mengatakan hal itu, nak?"
"Tio, mak"
"Astagfirullah. Siapa dia berhak menilai anak mamak seperti itu. Sudah tak perlu kau tangisi lagi dia. Lelaki seperti itu tidak pantas kau tangisi,nak. Tak pantas. Sudah diamlah, nak"
"Hiks..hiks..." Aisha masih merasakan sakit.
"Sudah magrib, sholatlah. Selepas itu mengaji. Minta ampun kepada Alloh" suruh ibunya sambil mengusap-ngusap kepala Aisha.
"Hiks..hiks...iya mak"
Dalam sholatnya Aisha masih menangis. Kesakitan hatinya amat mendalam. Perasaan yang setulus pernah diberikannya kepada Tio. Bahkan perintah dan maunya Tio selalu di kabulkannya selama itu tidak berlebihan. Semua itu sirna dengan airmata yang mengakir dalam heningnya magrib. Dalam doa Aisha meminta kekuatan kepada Alloh, meminta agar Dia tidak dendam dengan Tio. Bahkan dia berdoa untuk Tio segera menjadi lelaki yang baik. Aisha menghentikan doanya dalam kata Aamiin yang khusyu.
"Nak...jika memang berjodoh, tak perlu kau susah menahannya. Lepaskan saja dia. jika kau memang sudah ditakdirkan untuknya maka dia akan kembali nak. Kembali padamu. Perbaikilah hati dan prilakumu. Doakan dia, nak. Semoga dia berubah menjadi baik. Karena dengan begitu kau sudah mengikhlaskan segala urusan kepada Alloh"
"Iya, mak"
"Mulai sekarang. Berdoalah nak. Untuk kebaikanmu dan Dia. Tetaplah berdoa untuk kebaikan Dia. Jika kau memang benar-benar suka kepadanya. Biarlah Allah yang tahu perasaanmu. Dan bukan dia orang yang dipilih Alloh untukmu. Setidaknya kau sudah menjadi lebih baik"
"Iya, mak" Hati Aisha sedikit tenang setelah mendengar nasehar dari ibunya.
Malam panjang. Malam yang hening. Gelap dalam pekatnya suasan orang-orang tidur. Namun, disebuah kamar yang dengan lampu temaran seorang gadis yang sedang kecewa hatinya bersujud khusyu kehadapan sang penciptaNya.
kumpulan-kumpulan tulisanku yang sebenarnya tak berupa tulisan...hahahaha selamat membaca!!! semoga bermanfaat eaaah....
Sabtu, 27 Juni 2015
Syahdu Dalam Diam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar