Minggu, 24 April 2016

Numeral

"Selamat datang Jiro" sebuah suara perempuan menggema diruangan dingin itu. Mata Jiro terbuka pelan-pelan. Mencoba mencerna sedang berada dimana dia sekarang.
"Jiro"
Suara perempuan itu kembali memanggil sebuah nama Jiro.
"Apakah yang anda maksud saya?" Jiro telah membuka mata sepenuhnya.
"Iya, anda adalah Jiro. Anak manusia yang selamat dari Virus Sulfur Acid"
"Virus?"
"Baiklah. Anda harus melihat video ini"
Sebuah layar besar berwarna putih turun berlahan-lahan dari atas. Selanjutnya cahaya proyektor memantul kearah layar tersebut. Muncullah sebuah video yang sangat mengerikan disana. Rumah-rumah hancur. Pepohonan mengering. Dan hewan-hewan mati dengan cara yang mengenaskan, hitam seperti terbakar. Lalu, dimana manusia?. Makhluk yang tak terkalahkan itu.
"Apakah anda sudah paham maksud video ini?"
Jiro hanya melongo sambil menggelengkan kepalanya. Terkejut dengan apa yang dilihatnya. Sebegitu hancurnya dunia yang dia tempati.
"Anda adalah orang yang selamat dari virus Sulfur Acid"
"Aku tidak paham. Virus sulfur acid itu apa?"
"Virus yang disebabkan oleh hujan asam. Sebuah virus yang tercipta dari gugusan air yang terkontaminasi asam yang terlalu banyak. Yang disebabkan oleh sampah manusia. Lalu menguap keudara dan terjadilah hujan Sulfur Acid. Virus yang mematikan untuk semua makhluk hidup"
"Apakah semua manusia mati"
"Tidak"
"Lalu dimana mereka?"
"Kami sedang mencari"
"Apakah anda manusia?"
"Ya, aku manusia. Hanya saja aku berbeda dengan anda"
Jiro semakin tidak paham. Virus Sulfur Acid, manusia berbeda. Memangnya dia bukan manusia. Memangnya ada berapa jenis manusia di muka bumi ini.
"Jiro, anda boleh meninggalkan tempat ini. Pergilah ke koridor A. Disana anda akan menemukan apa yang harus anda lakukan"
Jiro bangkit dari tidurnya. Tanpa mengenakan sehelai benangpun Jiro melewati pintu menuju kekoridor A. Meninggalkan ruangan yang dingin itu. Dalam pikiran Jiro masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Tapi, entah mengapa susah untuk di ucapkan. Sebuah papan penanda Koridor A sudah terlihat. Jiro masuk kedalamnnya. Dan, ternyata bukan ruangan kosong. Disana ada 4 manusia yang sejenis dengan Jiro.
"Hai, Jiro. Aku Sijji. Pemimpin klan ini" seorang pria brewokan dengan tinggi 185 cm. Perawakan seperti pemimpin.
"Hai"
"Hei, jangan memasang wajah bodoh seperti itu" celetuk Tiluh
Jiro melihat kearah Tiluh, seorang anak gadis yang berusia 14 tahun dengan perawakan yang menyenangkan.
"Namanya Tiluh, anggota termuda disini. Aku Duwo. Wakil ketua di klan ini"
"Dari tadi kalian membicarakan Klan?klan apa?" Tanya Jiro
"Sebaiknya kau dibimbing oleh Panca"
"Panca?"
"Hei, namaku panca. Sekretaris di klan ini. Aku akan mengajakmu untuk berkeliling klan dan memberikan jawaban dari seluruh pertanyaanmu?tapi sebaiknya kau harus memakai baju terlebih dahulu" Perempuan itu langsung berbalik arah, gayanya yang arogan sekali.
"Hei , kawan. Setidaknya kau tutupi bagian itu" kata Duwo yang memberikan sebuah handuk putih. Mereka berempat berlalu dari ruangan itu. Kembali tanda tanya besar berkecamuk dikepala Jiro.
"5 menit Jiro. Aku tunggu di pelataran utara" teriak Panca menutup pintu ruangan.
Jiro segera memakai bajunya yang sudah tergantung didalam ruangan itu. Dengan papan nama Jiro. Baju biru tua itu sangat berat sekali. Terbuat dari baja ringan yang dilapisi anti air sulfur. Lalu, ada bagian tombol power yang tidak tahu apa fungsinya. Rasa penasaran Jiro ingin menekan tombol itu.
"Hei, bung lama sekali" tiba-tiba panca masuk kembali.
"Baju ini berat sekali"
"Kau cukup menekan tombol hijau ini. Untuk memudahkanmu bergerak"
"Sudah kuduga, kau pasti akan kebingungan menggunakan baju ini. Mengapa Numeral memilihmu Jiro. Aku juga tidak tahu, apa kelebihanmu"
"Numeral, siapa dia?"
"Wanita yang menyapamu pertama kali diruangan dingin itu"
"Oh"
Panca selesai memakaikan baju anti sulfur acid itu. Bajunya kembali ringan. Seperti tidak memakai apa-apa. Bebas bergerak.
Perjalananpun dimulai, Panca membawa Jiro ke pelataran utara. Pelataran paling tinggi. Pelataran yang mampu menjangkau seluruh area klan. Mata Jiro melihat kebawah. Megah sekali. Disana ada 5 menara terbesar menjulang tinggi. 1 menara lebih tinggi. Dan beberapa menara kecil. Semua saling terhubung oleh pipa-pipa besar. Panca mengajak Jiro untuk duduk sambil minum teh.
"Silahkan duduk. Kau suka teh?"
Jiro mengangguk
"Rasa apa?"
"Original"
"Kuno sekali" Panca tertawa kecil "padahal sekarang sudah banyak rasa"
Jiro mengernyitkan dahinya. Yang dia tahu hanya teh rasa teh. Tidak ada yang lain.
"Baiklah Jiro, sambil menunggu teh datang. Silahkan kau bertanya apa saja yang ingin kau tanyakan. Karena aku tahu, didalam kepalamu ada seribu macam pertanyaan. Silahkan!" Panca menyandarkan tubuhnya ke badan kursi yang empuk itu.
"Siapa aku"
"Kau Jiro. Manusia yang selamat dari Virus Sulfur Acid"
"Aku tidak ingat. Masa laluku bagaimana?"
"Masa lalu. Diklan ini, tidak ada masa lalu. Disini kita hidup untuk hari ini saja bukan untuk masa lalu ataupun masa depan. Pertanyaan lain?"
"Aku hanya ingin tahu masa laluku"
"Hei, Jiro. Aku sendiri saja tidak tahu masa laluku. Dan aku tidak perduli dengan  hal itu. Kau tahu Jiro, kita ini manusia yang beruntung"
"Manusia beruntung?"
"Ya, manusia yang masa lalunya terhapus dan kembali hidup. Kau sudah melihat video yang diberikan oleh Numeral. Itu asli. Tak ada manusia disana. Hanya saja, sebuah makhluk aneh yang terkontaminasi oleh virus sulfur acid. Manusia yang hidupnya hanya menunggu kematian. Bahkan kau bisa tahu kapan harus mati. Bukankah itu mengerikan?"
Jiro tercengang atas penjelasan Panca.
"Jadi, apa tujuan kita dihidupkan kembali?"
"Untuk menjadi seorang pahlawan Jiro. Klan ini bernama Numeral. Ada 5 klan besar di bumi ini. Klan terbesar adalah Klan Alpabet yang dipimpin oleh A. Klan terbesar kedua adalah klan yang kau tinggali sekarang. Lalu klan ketiga Klan Flora dipimpin oleh Rose. Klan keempat adalah Klan Fauna dipimpin oleh Jati. Dan klan yang kelima Klan Semesta di pimpin oleh Fear"
"Semua klan mempunyai tugas masing-masing. Klan Alphabet mengurus tentang hukum. Klan Flora mengurus tentang transportasi. Klan Fauna mengurus tentang ketahanan. Klan semesta, klan paling sedikit peminatnya mengurus barang-barang yang akan dikirim ke markas besar. Dan klan kita sendiri adalah klan pengetahuan"
Jiro menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kau sudah paham Jiro, apa tugas kita disini. Aku harap kau cepat menangkap apa yang aku katakan tadi"
"Jadi...?"
"Jadi apa?"
"Hm...tidak ada apa-apa"
"Baiklah, kita lanjut keperjalanan berikutnya. Tapi, habiskan terlebih dahulu tehmu"
Jiro menyeruput setengah tehnya. Penasaran ingin ke cerita selanjutnya.
"Sekarang kita menuju ruang kerja kita"
Panca mengeluarkan tanda pengenalnya yang tersimpan di bagian telapak tangannya. Berupa sensor garis tangan yang terhubung dengan sidik jari.
"Kau akan mendapatkan tanda pengenal ini, setelah kita selesai menghabiskan perjalanan ini" Panca menunjukkan telapak tangannya yang terlihat seperti transparan. Jiro hanya mengangguk pelan. Sebuah pintu terbuka. Ini seperti lift. Tapi tidak lift biasanya yang naik dan turun. Lift ini adalah pintu yang menghubungkan menara satu dengan menaran lainnya. Panca menekan tombol "ruang kerja" maka Panca dan Jiro meluncur kerdepan pintu ruang kerja. Kecepatannya tidak perlu diragukan lagi. Jarak dari menara kemenara lainnya 2 kilometer dan itu ditempuh selama 30 detik. Tak ada guncangan didalamnnya. Sangat nyaman.
"Selamat datang diruang kerja"
Sebuah ruang berbentuk bulat, seperti bola besar. Disana ada beberapa alat canggih yang digerakkan oleh mesin. Ada beberapa manusia yang memakai helm astronot. Ada juga yang sedang mengelas besi. Ini seperti hangar pesawat terbang.
"Selamat datang, Panca" seseorang berkacamata menyapa Panca
"Siang, Prof. Aku membawa Jiro"
"Hai, Jiro" Profesor itu menjulurkan tangannya dan Jiro menyambutnya.
"Hai"
"Jangan sungkan, Aku Profesor Komplex. Proyek yang sedang ku tangani saat ini adalah jet pembuat hujan anti sulfur. Kau akan menyukainya, Jiro"
"Aku harap begitu, Prof"
"Baiklah, Prof. Aku dan Jiro melanjutkan perjalanan kami"
"Semoga hari kalian menyenangkan"
Panca melambaikan tangannya kearah Prof Komplex.
Kembali Panca dan Jiro melanjutkan perjalanan mereka. Panca mengajak Jiro kesebuah ruangan yang terdapat meja bundar. Meja sekaligus layar monokrom yang merupakan alat komunikasi antar klan.
"Disini kita akan melakukan rapat penting"
Panca menunjuk meja bunda itu.
Tiba-tiba alarm berbunyi. Suaranya sangat kencang, tapi hanya sekali. Itu bertanda bahwa bagian komunikasi sedang mengalami kerusakan.
"Jiro, bisakah kau menungguku di pelataran timur. Ini kartu identitasmu. Masuklah kepintu yang tadi. Aku segera menyusul"
"Kau mau kemana?"
"Aku harus membantu bagian alat komunikasi. Karena aku pencipta alat itu"
Panca berlalu dengan terburu-buru. Berlari kearah pintu yang sama dengan tadi mereka masuk. Jiro harus segera menuju pelataran Timur. Sebelum keluar terdengar suara musik seperti lagu ulang tahun. Awalnya terdengar lirih, lalu lama kelamaan terdengar jelas sekali. Itu lagu ulang tahun. Warna meja berubah menjadi biru terang bercahaya. Sebuah tulisan keluar dari sana.
'Ada paggilan" begitu tulisannya.
Jiro mendekat, dan mencoba membaca petunjuk lainnya. Ada 3 tulisan yang harus dipilih. Diangkat, Diam dan Alihkan. Jiro tidak tahu menahu soal itu. Tapi, pikirannya penasaran. Jiro memberanikan diri mengangkat panggilan itu.
"Hallo!" Sebuah suara terdengar dari balik speaker yang berada disisi kanan meja.
"Ha...ha...halllo!" Jawab Jiro terbata-bata.
"Siapa disana?Suara asing. Jangan bermain-main. Disini darurat. Sijji apakah itu kau?"
"Bukan"
"Ayolah, Duwo jangan bercanda"
"Aku bukan Duwo, aku Jiro"
Terlihat wajah mengejutkan dari seberang komunikasi itu
"Kau, Jiro?"
"Iya. Ada apa anda memanggil markas kami?"
"Baiklah, ini darurat Jiro. Kau harus menemui Sijji dan beritahu kepadanya bahwa Aku A telah menghubunginya untuk kepentingan darurat. Secepatnya"
"Tapi aku..."
"Segera berangkat Jiro. Waktuku tak banyak hanya 60 menit"
"Tapi...tapi..." Jiro bingung harus menjawab apa. Dia tidak mengetahui keberadaan Sijji dimana. Bahkan dia harus degera menenmui Panca di pelantaram timur. Apa yang harus dia lakukan saat. Jiro berlari keluar pintu. Bertanya kepada Profesor Komplex. Bagaimana cara menemukan Sijji.
"Kau lihat saja di kartu identitasmu, tanda biru itu adalah tanda keberadaan Sijji"
Jiro membalikkan telapak tangannya dan melihat peta keberadaan ke lima temannya. Terlihat warna biru itu berada di ruang penelitian kimia.
"Bagaimana aku bisa kesana, Prof?"
"Masuklah kepintu itu, lalu tekan tombol kemana arah tujuan mu"
"Baik, prof. Terima kasih"
"Iya"
Jiro berlari kearah pintu itu dan menekan tombol buka. Seketika pintupun terbuka.
"Apa secepat itu mereka harus menguji ketangguhan manusia bernama Jiro itu?" Seseorang memakai baju yang sama dengan Jiro sudah berada dibelakang Profesor Komplex.
"Hehehe....ayolah Ampex. Jangan seperti itu. Bahkan kau sendiri belum terbangun saja sudah diuji, bukankah begitu?"
"Karena aku jenius prof. Hahahaha"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar