Malam ini, Jiro tidak bisa tidur dengan nyenyak. Memikirkan perbedaan yang terjadi pada dirinya. Dia berbeda dengan kelima temannya. Kepada siapa dia harus berbicara. Malam yang tetap terang itu oleh cahaya lampu, membawa Jiro kesebuah taman yang tadi siang dia kunjungi bersama Panca. Tak ada suara burung berkicau. Yang ada hanya suara burung hantu dengan cahaya yang menderang. Tak ada matahari. Tak ada bulan. Semua hanya kamuflase untuk menambah keindahan. Bahkan burung-burung yang berterbangan hasil dari sebuah proyeksi gambar yang terpantulkan. Suara burungnya hanya rekaman.
Inikah dunia palsu yang diciptakan manusia. Virus Sulfur Acid sangat mengerikan, virus yang menyebar melalui hujan dengan kadaral asam yang luar biasa.
Jiro sedang duduk dibangku panjang, berbahan kayu buatan. Memandangi pohon besar yang berada ditengah taman.
Seorang wanita paruh baya mendekatinya.
"Sedang apa kau disini?bukankah ini waktunya untuk tidur!"
Suara wanita itu membuyarkan lamuyanan Jiro.
"Anda siapa?" Tanya Jiro tidak mengenal wanita itu
"Aku Numeral. Pemilik klan ini. Dan orang yang pertama kali suaranya kau dengar"
Jiro terkejut. Dia bertemu dengan Numeral. Dengan memasang wajah tegang. Jiro mulai memberanikan diri untuk bertanya banyak hal kepada Numeral.
"Boleh aku bertanya?"
"Silahkan!" Numeral mencari posisi duduk yang berada disamping Jiro.
"Mengapa aku berbeda dari Sijji, Duwo, Tilluh, Ampex dan Panca?"
"Kau spesial Jiro. Kau yang dilindungi. Sedangkan teman-temanmu bertugas melindungimu"
"Ada berapa orang seperti ku disini?"
"Hanya satu. Hanya kau saja"
"Lalu, aku ini apa?"
"Kau berharga, kau sangat berharga. Aku tidak akan membiarkan orang lain melukaimu"
"Berharga?"
"Pada saatnya kau akan tahu sendiri betapa berharganya dirimu. Lebih dari 1000 nyawa. Baiklah, Jiro. Saatnya kau istirahat. Kembalilah ke ruanganmu. Tidak perlu kau pikirkan tentang perbedaan itu. Kau spesial"
Numeral beranjak bangkit dan pergi.
"Numeral!" Panggil Jiro yang menghentikan langkah Numeral.
"Apa ada orang sepertiku di Klan lain?"
Numeral hanya menganggkat bahunya, Dia juga tidak tahu jawabannya.
Suara bel nyaring tiga kali, bahwa itu menandakan sudah pagi. Hari masih sama, keadaan yang sama tetap terang menderang. Sijji sudah berada di ruang A. Menyusul Duwo yang tidak tidur semalaman memperbaiki transportasi baru. Panca dan Tilluh masih dikamarnya masing-masing. Amoex sudah bersama Prof Komplex. Sedangkan Jiro masih menatap keluar jendela kamarnya yang terlihat hanya cahaya putih yang menderang.
"Bagaimana transportasi baru itu, Duwo?"
"Aku sudah memperbaiki sistem kemudinya. Aku menambahkan persenjataannya juga"
"Aku yakin transportasi itu bisa membantu kita untuk menolong manusia disana"
"Aku harap begitu"
Wajah Numeral memucat setelah membaca pesan singkat yang dikirim oleh Klan Semesta. Otaknya tak berhenti berpikir. Kepalanya sakit, bahkan beberapa camilan yang berbentuk tablet itu tidak disentuhnya dari tadi malam sejak meninggalkan Jiro ditaman itu, pikirannya semakin tidak tenang.
Sebuah ketukan dari luar ruangan Numeral.
"Masuk!" Bangkit Numeral dari kursinya.
"Presiden, saya ingin melaporkan. Bahwa Klan Semesta mengirimkan tanda ini" kata Prof Riil.
"Aku sudah tahu, Riil"
"Jadi apa yang harus kita lakukan, Presiden?"
"Tenanglah dulu. Aku juga sedang berpikir"
"Bagaimana kalau kita mengadakan rapat darurat. Hanya pemimpin bagian saja"
"Ide yang bagus, Riil. Baiklah. Kumpulkan semua pimpinan bagian"
"Siaaap!!! Presiden" Prof Riil meninggalkan ruangan. Segera mengirim pesan singkat ke seluruh Pimpinan bagian. Tak boleh ada yang tahu soal rapat mendadak ini.
Sijji melihat, alat komunikasinya berkedip-kedip warna hijau. Itu bertanda penting dan segera. Sijji melihat kewajah Duwo.
"Ada apa?" Tanya Duwo menjadi penasaran.
"Rapat penting dan rahasia"
"Pergilah, aku yang akan mengatur jadwal hari setelah mereka semua kumpul"
"Terima kasih, Duwo"
Sebuah ruangan berwarna putih besar dengan meja bulat ditengahnya. Seluruh pimpinan bagian masuk kedalamnya. Ada 20 pimpinan bagian. Mereka berkasuk-kusuk. Saling berbisik mengenai rapat penting dan rahasia serta mendadak ini. Numeral datang dengan jas gagahnya. Pemilik klas sekaligus menjadi presiden.
"Terima kasih telah berkumpul. Ada yang ingin aku sampaikan mengenai sebuah peringatan dari Klan semesta"
Semua yang berkumpul saling pandang. Tidak mengerti maksud Numeral. Numeral menekan tombol open yang berada di bawah meja. Muncullah sebuah layar transparan ditengah-tengah meja dengan tulisan yang begitu membuat terkejut seluruh peserta rapat.
"Presiden. Ini sebuah ancaman. Sebaiknya kita terima tantangan mereka" seru Pimpinan Bagian kelistrikan.
"Aku belum bisa memberi keputusan seperti itu, Positive"
"Ya, persenjataan kita masih kurang . Presiden. Aku sudah mencoba menghubungi klan yang lain untuk membantu. Tapi, mereka juga masih kurang persenjataannya" jelas pimpinan bagian persenjataan
"Aku tahu itu. Aku tak ingin perang lagi antar klan. Aku hanya ingin menolong mereka yang disana" Numeral menundukkan kepalanya sambil berpikir jalan terbaik untuk tidak saling perang lagi. Karena tidak ada gunanya mereka saling menyerang klan lain yang memiliki satu tujuan untuk membantu manusia disana yang sedang membutuhkan mereka.
"Aku akan melatih Jiro, Presiden!" Sijji berdiri dengan tegap dan pasti. Matanya yang berapi-api bersemangat.
"Sijji, kuharap Jiro tidak boleh mebgetahui ini. Dia harta karun yang dimaksud Klan Semesta"
"Siap, Presiden" Jiro duduk kembali
"Baiklah. Kita tidak perlu terfokus dengan pesan singkat ini. Sebaiknya kita membenahkan diri untuk membawa Jiro ke sana dengan begitu kita bisa membantu mereka disana"
"Iya . Betul itu. Betul...." semua menyetujui maksud Numeral.
Ruang A begitu sepi, hanya Duwo yang sedang membaca buku panduan mengenai transportasi. Datang Tilluh membawa sarapan untuk Duwo.
"Mengapa kau tidak sarapan bersama di kantin , Duwo?"
"Aku sedang sibuk, Tilluh. Tidak sempat sarapan"
"Makanlah. Aku membawanya dari kantin"
"Bagaimana kau bisa membawa makananku. Kau membobol mesin vending foodnya?"
"Hahahaha....Aku Tilluh seorang ahli pembobol. Kau harus tau itu, Duwo"
Lalu, Panca datang bersama Jiro. Dengan wajah masam Panca mencampakkan papan transparan yang berisi hasil uji coba Jiro.
"Aku heran apa yang istimewa dari Jiro. Lihat hasil tesnya. Semua di bawah rata-rata"
Duwo dan Tilluh melihat hasil uji coba Jiro. Dengan mata yang melotot tak percaya, semua angka yang tertera berwarna merah. Jiro hanya tertunduk lesu atas hasil yang membuat Panca marah-marah pagi itu. Menghilangkan mood baik Panca adalah kesalahan terbesar. Panca mulai uring-uringan. Mondar-mandir didalam ruangan A.
Sijji membuka pintu Ruang A.
"Semua sudah berkumpul" kata Sijji langsung menuju kursinya.
"Ampex belum kelihatan"
Kata Duwo.
"Mungkin dia sedang sibuk di laboraturium bersama Prof. Komplex" jelas Panca memindai keberadaan Ampex yang berada di Laboraturium bersama Prof. Komplex.
"Baiklah, kita ada tugas tambahan" kata Sijji menekan tombol open dibawah meja dan muncullah layar yang terpantul ke arah papan putih yang berada dihadapan mereka.
Disana tertulis jadwal yang sudah di selesaikan oleh Duwo tadi. Terlihat bahwa Sijji akan mengajarkan Jiro mengenai Latihan fisik. Duwo akan mengajarkan Jiro dalam hal kreatifitas merakit. Tilluh akan mengajarkan tentang teknologi kepada Jiro. Panca akan mengajarkan Jiro tentang strategi.
"Tugas Ampex apa?" Tanya Tilluh mengernyitkan dahinya setelah membaca penuh tugas mereka.
"Tugas Ampex sangat berat. Tugasnya diakhir tugas-tugas kita selesai" jelas Sijji.
Jiro sebagai objek dalam tugas itu hanya diam. Tak banyak tanya. Hanya sedang memikirkan sesuatu.
Sesuatu yang pada awalnya hanya pertanyaan yang biasa yang dijawab dengan biasa pula. Tapi, kali ini berbeda.
Jiro yang duduk disudut kanan memperhatikan keempat temannya yang sedang berdiskusi mengenai jadwal yang tepat dan pembagian waktu agar tidak terbentur dengan pekerjaan mereka.
Pintu ruangan terbuka, Ampex dengan kacamata yang berada diatas kepalanya masuk dengan wajah yang sudah tampak lelah sekali.
"Sebaiknya kau istirahat, Ampex" usul Sijji memberikan selembar tisu basah.
"Terima kasih, Sijji. Aku ingin bertemu dengan Jiro"
Sijji menolehkan kepalanya kearah Jiro yang masih duduk termenung di sudut ruang.
"Hai, Jiro" Ampex mendekati Jiro sambil menempuk pelan bahu Jiro
Hanya sebuah senyuman penuh tanda tanya yang besar Jiro membalas sapaan Ampex.
"Kita belum pernah bertemu sebelumnya. Aku ampex bagian tim ini. Senang bertemu dengan mu!" Wajah Ampex sudah kembali seperti semula setelah mengusap tissu basah ke wajahnya.
Kembali Jiro membalas hanya dengan sebuah senyuman saja.
kumpulan-kumpulan tulisanku yang sebenarnya tak berupa tulisan...hahahaha selamat membaca!!! semoga bermanfaat eaaah....
Kamis, 28 April 2016
Numeral
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar