Berkali-kali Lika membolak balik halaman buku try out miliknya. Berkali-kali juga terdengar suara tiupan angin yang berpadu dengan kertas sehingga memantulkan suara yang akan dirindukan dimasa yang akan datang. Karena Lika yakin bahwa usaha tidak akan mengkhianti hasil, begitulah kata orang.
Setiap hari les bimbingan belajar seminggu full selama 2 jam. Belum lagi mengerjakan soal-soal try out masuk universitas bergengsi lainnya ketika dirumah. Waktu bermain, abaikan saja. Lika suka sangat puas untuk bermain. Sejak TK - SMP , Lika menghabiskan hidup masa remajanya dengan bermain. Kini, dia harus bertangung jawab atas pilihannya sendiri. Sebab dia sudah dewasa.
Masa depannya ada di langkah kakinya , namun tetap di tangan Tuhanlah takdir yang belum diketahuinya.
Dering suara ponselnya menghilangkan kosentrasinya ketika menjawab soal matematika dasar yang sangat mudah baginya.
"Hallo!" Sapa Lika.
"Hallo!, Lagi apa?"
"Ini siapa?" Tanya Lika heran.
"Ini Kalli!" Kalli menghembuskan nafas kecewa.
"Astaga. Maaf. Aku gak liat layar ponselku. Ada apa?"
"Kau sedang apa?"
"Menyelesaikan masalah persamaan"
"Persamaan apa"
"Linier lah"
"Hahahaha, kau sedang belajar ya. Maaf ganggu. Terus semangat. Aku cuma mau beri tahu besok ada acara dirumah. Syukuran aku diterima di fakultas kedokteran. Kau harus datang"
"Besok. Aku tidak bisa janji"
"Aku tak minta janji, Lika. Aku minta kau datang"
"Baiklah, baiklah. Aku akan berusaha menyelesaikan soal-soal matematika dasar besok hari ini"
"Terima Kasih"
Mata panda, kata orang begitu. Lingkaran hitam sudah terlihat jelas di mata Lika. Kurang tidur, waktu dihabiskan untuk menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan. Selain harus mengasupi pikiran, Lika juga harus mengasupi tubuhnya agar tetap sehat dan bugar , walaupun kurang tidur. Eyangnya, selalu membuat puding susu terbaik untuk menemani hari-hari Lika. Berbagai macam jus buah selalu tersedia dipagi hari. Eyang memang selalu perhatian terhadap Lika.
Namun, pagi itu. Eyang tak tampak mendekati kamar Lika. Suasana hening, angin musim itu juga membawa kenangan Lika bersama dinginnya suhu pagi itu.
"Eyang!Eyang!"
Tak bergeming, membeku, mendingin, dalam katupan mata yang tertutup. Berselimut duka dengan perihnya hati. Lika menghancurkan pertahanannya. Airmatanya mengalir sederas mungkin. Tak pernah terbayang olehnya harus berpisah secepatnya ini dengan Eyangnya. Belum lagi sembuh luka hati karena kegagalan, kini Lika harus dihadapi dengan luka hati karena ditinggalkan orang tercinta. Sungguh, setega itukah langit terhadapnya.
Sedu sedan, mengharu biru dirumah eyangnya. Semua berkumpul, sanak saudara termasuk orang tua Lika.
Lika, tak tahan. Dia butuh sokongan. Dan sokongan itupun datang dengan napas yang terburu-buru. Berlari sekuat tenaga. Mengayuh sepeda hingga kakinya terasa kebas. Sokongan itu tiba didepan pintu, membawa wajah yang begitu menyedihkan. Airmatanya tak terbendung, bahkan sokongan itupun menangis sedih karena kehilangan dan karena menangisi takdir yang menimpa sahabatnya itu.
Mereka saling berpelukan. Pelukan sahabat. Pelukan sebagai sokongan untuk tetap tegar.
"Kau harus kuat"
"Aku kuat, Kalli"
"Aku tahu"
Bahkan ini seperti drama kehidupan yang sering di tonton oleh para ibu-ibu komplek. Sebagai bahan perbincangan mereka betapa malangnya gadis ini harus kehilangan eyang, kesayangannya itu.
Lika melepaskan pelukan Kalli berlahan.
"Bagaimana acara dirumahmu?"
"Aku batalkan. Aku tidak bisa berhaha-hihi. Sedangkan sahabatku menangis disini"
Kalimat itu, cukup bagi Lika bahwa dia tidak sendiri. Selain para penghuni langit ada satu penghuni bumi yang selalu setia menemaninya ketika merapa ingin jatuh.
Tubuh dingin itu, terbenam dengan kenangan bersama tanah. Rasa rindu, sudah merasuki perasaan Lika saat itu. Yang Lika tahu, kali ini langit tidak sedang menegurnya. Akan tetapi langit sedang berbicara dengannya. Langit sedang berbicara lembut ke relung hatinya. Bisakah Lika menyambut perbincangan dengan langit kali ini.
Sebulan berlalu, Lika harus mandiri sebelum masuk ke universitas. Kesempatan lain menanti. Lika mencoba mengikuti ujian bersama di 5 universitas yang saling bekerja sama. Lika memilih 2 pilihan. Teringat perbincangannya dengan Eyangnya seminggu sebelum meninggal.
"Eyang ingin sekali kau menjadi guru, Lika"
"Eh, aku gak cocok jadi guru. Eyang. Aku ini tidak sabaran , aku juga suka marah-marah"
"Tidak, eyang yakin kau bisa jadi guru. Takdir akan memberimu kesabaran dan ketulusan"
"Tapi..."
"Cobalah. Eyang akan selalu mendoakanmu. Selalu. Walaupun sampai eyang tak terlihat nanti"
Lika memejamkan matanya sebelum menulis pilihannya itu. Berpikir berkali-kali. Ingin bertanya kepada Kalli, namun jika dia lulus dikesempatan ini. Maka Kallilah orang pertama yang akan terkejut. Lika merahasiakan sementara ujiannya dari Kalli.
Sambil menarik napas, dengan keyakinan penuh 100%, Lika mengabulkan keinginan impian eyangnya. Maka seperti ada cahaya baru, ada beban yang sedang terbang dari pundaknya. Beban yang tak terlihat, seperti senyuman eyang yang sedang memandang dari kejauhan cucu kesayangannya itu.
Semoga kali ini langit merestui pilihanku.
Hasil ujian langsung keluar ketika waktu ujian telah usai. Skor yang memuaskan. Hati Lika bukan kepalang bahagianya. Lika lulus di Universitas nomor 1 dinegeri ini untuk fakultas pendidikan jurusan matematika dengan akreditasi A.
Lika berlari menuju fakultas Kalli. Dari pintu utama menuju fakultas kedokteran itu Lika berlari sekuat tenaga. Hasratnya ingin memberitahu sahabatnya yang selalu ada untuknya. Nafas Lika tersengal-sengal. Kalli sedang duduk bersama teman-teman barunya.
"Lika! Apa yang sedang kau lakukan disini?"
"Aku...ngos...ngos....aku"
"Iya kenapa?. Sebentar ya, aku permisi dulu. Ayo, kesana" ajak Kalli pamitan dengan teman barunya itu.
"Aku lulus"
"Appppaaaaa!!. Kau berlari kesini hanya untuk membertahuku kau lulus. Mengapa tidak dari ponsel saja sih. Lihat, kau berantakan sekali"
Lika menggelengkan kepalanya.
"Aku suka memberitahumu secara langsung. Bahwa ini pertemuan terakhir kita"
Seperti ada kilatan setrum menusuk hati Kalli. Pertemuan terakhir. Kebahagian ini merupakan kesedihan yang teramat perih. Kehilangan teman. Jarak yang memisahkan, sungguh rindu itu sudah muncul dihari dimana matahari senja mulai memerah di ufuk barat.
"Bahagia yang terlalu akan menggelapkan logikamu. Bahwa kau tidak sadar, komunikasi sekarang bukankah sudah canggih. Kau malah memilih berlari berkeringat demi membaritahuku. Apa yang sedang terjadi padamu. Aku rindu itu. Kegigihanmu, kecerdasanmu, keserba bisaanmu"
Langit yang memerah itu memberi warna baru dalam hembusan angin dilembaran berikutnya. Meminta diberkahi dalam proses dan merestui hasil. Benar, kata mereka bahwa yang tak pernah berkhianat adalah antara usaha dan hasil. Mungkinkah itu akan membawa Lika kedunia barunya.
Kota pelajar sedang menantinya, 4 tahun bersama kesepian yang terselubung.
kumpulan-kumpulan tulisanku yang sebenarnya tak berupa tulisan...hahahaha selamat membaca!!! semoga bermanfaat eaaah....
Jumat, 04 Agustus 2017
Lika
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar