Sabtu, 08 Februari 2014

RAIN

"Diperkirakan malam ini akan hujan sekitar Medan. Diharapkan kepada seluruh warga Medan hendaknya jangan lupa membawa payung ketika keluar rumah" sebuah informasi dari pembawa berita di salah satu TV lokal.
"Akan hujan, ya"gumamku merapikan baju yang kupakai.
Aku mengemasi semua peralatan yang hendak kubawa. Sebuah koper berisi peralatan manggungku ini malam.
"Asha....Asha....tok...tok...." sebuah suara dari balik pintu kamar hotelku.
"Ya...tunggu" aku menjawab suara dari balik pintu itu, yang aku tahu itu suara Mayu.
Mayu adalah sahabatku, sekaligus manejerku. Aku bersamanya sejak berumur 5 tahun. Kami di TK, SD, SMP, SMA dan dikampus yang sama. Sampai pada akhirnya aku mengikuti ajang pencari bakat bernyanyi.
"Mayu...aku akan coba bakat terpendamku" kataku seamangat ketika itu dikantin kampus.
"Asha, suaramu itu sangat standart sekali" kata Mayu mencoba menyadarkanku bahwa yang dikatakannya itu benar.
"Tapi, aku akan coba" kataku masih belum menyerah.
"Ajang instan seperti itu, tidak pantas untukmu" Mayu kembali menyadarkanku.
"Jadi...!!aku boleh mencobanya?"
"Asha...apa yany kau dapat dengan cara instant maka akan terlepas dengan cara yang instant juga"
"Aku ingin mencoba. Kata peramal kemarin dewi fortuna lagi mendukungku saat ini"
"Itu bukan hanya sekedar dewi fortuna, Asha. Tapi bakat"
"Kau tidak setuju...."
"Pikirkan baik-baik"
Itu terjadi sekitar setahun yang lalu. Ketika pertama kali aku mendapatkan penolakan dari Mayu. Biasanya dia selalu setuju atas semua keputusan dan tindakanku. Namun, sementara saat itu dia menolak keras sekali.
Sebuah mobil mini bus sudah menunggu didepan hotel tempat aku menginap. Benar adanya, perkiraan cuaca yang diinformasikan oleh pembawa berita itu. Malam ini sangat gelap sekali. Tak ada bintang, yang hanya angin dingin dan awan gelap pekat. Sepanjang perjalanan hujan rintik-rintik mulai turun. Aku mulai mengenang masa aku sebelum menjadi penghibur setiap manusia dengan suaraku, yang kata Mayu sangat standart.
Disebuah taman yang mulai berembun dimalam hari. Seseorang yang sedang menungguku sedang duduk diatas sebuah bangku batu. Dia memakai jaket karena udara yang dingin. Dia adalah Kakak kelasku. Kami berjanji ketemu ditamam itu. Aku telat 10 menit dari jam yang dijanjikan.
"Maaf telat, Kak"
"Tak apa. Kau baik-baik saja?"
"Ya...kakak bagaimana?"
"Aku juga baik-baik saja"
"Apa yang ingin kakak bicarakan?"
"Aku akan terbang besok ke London. Untuk melanjutkan kuliahku. Aku mendapatkan beasiswa dari kedutaan besar. Kau tahukan itu impianku sejak lama. Bersekolah diluar negeri"
"Hem..." aku terdiam dalam lamunan saat dia berkata akan terbang ke London.
"Jangan bersedih, mari kita berjanji"
"Janji apa?" Aku melihat wajah datarnya yang aku tahu juga menyimoan rasa tak enak.
"Janji kau harus jadi seorang penyanyi, seperti yang kau impikan"
"Kata Mayu, suaraku sangat standart"
"Mayu berkata seperti itu. Dia tak ingin kehilangan sosok dirimu"
"Berjanji, jadilah penyanyi" Dia menunjukkan jari kelingkingnya dan mencoba mengaitkannya ke jari kelingkingku. Aku tersenyum, dan janji itu sudah kupenuhi.
"Dan kakak harus pulang ketika aku membuat konser tunggal diseluruh Indonesia" dan saat itu hujn rintik mulai turun ditengah rasa sepi yang akan ku jalani tanpanya.
Sepanjang perjalanan aku hanya melamun, sesekali melihat lampu kota yang berwarna warni. Mayu sibuk dengan memo-memo yang dia susun di smartphonenya. Mayu, sudah berhasil menjadi manejerku. Dia sangat cekatan sekali. Akankah ini bertahan, setelah banyak pemberitaan tentang manejer yang kabur membawa uang ratusan juta hasil gaji sang artis. Namun aki percaya pada Mayu.
"Akh... gila. Kau menuduhku merebut Dio darimu" bentak Mayu ketika itu dihalaman belakang sekolah.
"Kau jahat...hiks...hiks...kau mengkhianati persahabatan ini" kataku sambil menangis karena merasa kecewa atas pemberitaan dari teman-teman seklasku.
"Kau gila, Sha. Aku ini temanmu dari kecil. Ternyata kau lebih percaya mereka yang baru saja kau kenal" Mayu tertunduk menahan airmatanya.
"Mereka melihat sendiri kau sedang jalan berdua di taman tadi malam"
"Tadi malam aku memang ketanam, tapi bukan bersama Dio. Aku pergi bersama Rama"
"Siapa Rama?"
"Suadara kembar Dio"
"Kau berbohong. Dio tidak mempunyai saudara kembar"
"Percayalah. Aku hanya ingin menyelamatkanmu dari bajingan kembar itu"
"Memangnya kenapa....? "
"Mereka memanfaatkanmu, Sha. Percayalah padaku"
Dan sore itupun hujan turun sangat lebat sekali. Aku dan Mayu basah kuyup dibelakang sekolah.
Aku tidak percaya, atas pernyataan dari Mayu. Yang aku tahu Dio sat itu adalah anak tunggal. Dan aku sempat dekat dengannya. Dio anak yang baik dimataku. Tidak banyak menuntut, dan tidak terlalu posessive. Perhatian dan pengertian. Seminggu setelah Mayu memberitahuku bahwa Dio memang memanfaatkanku. Dia hanya ingin merenggut keperawananku. Bersama saudara kembarnya, mereka mencoba menjebakku dihotel. Dan mereka sudah bersiap-siap membawa handycam dan merekam lalu menyebarkan videonya, setelah mereka memerasku dengan meminta sejumlah uang dan mengancam akan menyebarkan jika aku tak memberikan uang. Namun, itu tidak terjadi. Aku percaya Mayu.
Mini bus yang membawaku melaju pelan. Jalanan yang licin menghambat laju perjalanan kami. Belum lagi kemacetan yang terjadi ketika hujan. Angkutan umum yang sembarang berhenti, dan pemotor yang ugal-ugalan. Kota dimana aku dibesarkan ini menajdi kota yang sangat sumpek sekali. Namun dikota ini mengenal sebuah janji, kepercayaan, persahabatan dan bertahan hidup.
"Maaf, papa dan mama harus pisah. Sha"
"Kenapa?" Tanyaku yang masih berumur 10 tahun
"Papa dan Mama sudah tidak saling cinta" jawab mamaku sambil memelukku erat.
"Untuk sementara Asha tinggal bersama Papa" kata papaku yang berdiri disebelahku.
"Mama mau pergi kemana pa?"
"Sudah...sudah jangan bertanya lagi" kata papaku yang matanya berkaca-kaca.
"Ma.....mama.....mama.....mama mau kemana....hiks...hiks...hiks" aku mencoba menghentikan langkah mamaku yang menuju sebuah taksi biru itu. Ditengah hujan yang lebat itu aku menyaksikan kepergian mamaku. Yang sampai sekarang aku tidak tahu kemana dia pergi dan tanpa kabar. Papaku yang sudah lama sakit-sakitan akhirnya meninggal diusiaku yang ke 12 tahun. Dan aku hanya mempunyai Mayu. Keluarganya merawatku sebelum keluarga papaku datang membawaku kerumah mereka. Aku harus menghadapi semuanya sendiri. Dan aku dilatih untuk kuat dalam keadaan apapun. Namun, terkadang kesedihan dan kesepian selalu melanda.
Sebuah gedung oval sedang menantiku. Bercat putih tinggi setara stadiun sepak bola. Sudah ramai sekali. Padahal diluar sedang hujan rintik-rintik. Ramai sekali. Ada yang membawa glow stick, poster fotoku, tulisan-tulisan penyemangat, dan beberapa orang sedang mencoret-coret kain putih yang bertuliskan "we love Asha". Aku tersenyum melihat kegigihan mereka. Dan ini malam aku akan tampil semaksimal mungkin untuk menghibur mereka yang sudah gigih. Seperti kehidupan ini yang sudah memberikanku semangat yang gigih untuk menjalani semuanya.
"Kau menangis lagi, Sha"
"Aku terharu melihat mereka. Sebegitu antusiasnya mereka"
"Kau tahu. Mereka bukan menantikanmu. Tetapi menantikan penampilanmu. Jangan ke GR-an kau"
"Hahaha....Mayu" aku mengusap airmata haruku.
"Bersiaplah. Kita di stage camp 3. Dan itu tertera namamu di pintunya"
"Aku mengerti cerewet. Hahaha" aku sangat menyayangi Mayu yang cerewet. Aku tak ingin kehilangan dia. Karena dia adalah pengganti papa dan mamaku. Dialah seorang sahabat yang mampu membawaku seperti ini. Kekuatan dan semangatnya yang aku pakai untuk bertahan sendiri.
"Kau tahu, aku ini lemah"
"Aku tahu, makanya kau butuh teman yang kuat seperti aku. Bukan seperti batu"
"Apa bedanya kau dengan batu"
"Aku adalah kuat dan berperasaan. Dan batu adalah kuat namun tidak memiliki perasaan. Dan sahabat itu bukanlah benda mati, mereka hidup dan memiliki rasa. Dan rasa itu bisa berubah seiring waktu yang cepat tanpa disadari. Kadang akan kuat kadang lemah. Sedangkan batu, menunggu air yang jatuh kedia dan membutuhkan proses yang lama untuk mengubahnya. Itulah bedanya aku dan batu"
"Kalian sama-sama keras, Mayu.hahhahahaha" aku tertawa lepas.
"Kau ini....." ambek Mayu.
"Hahaha....."kami tertawa bersama.
Pintu yang betuliskan namaku sudha ada didepan mataku. Pintunya tidak terkunci. Dan didalam sudha menunggu para make up artis. Dan dipojok sofa sudah menunggu sosok yang berjanji padaku 4 tahun yang lalu. Dia sedang tertidur dengan topi michel jacksonnya. Aku melangkah pelan tanpa harus mengejutkannya. Para make up artis ku suruh keluar dahulu. Dan aku tak ingin membuat momen berharga ini sia-sia.
Aku jongkok memandang wajahnya yang sedang kelelahan. Kuambil topinya dari wajahnya. Dia tidak berubah sedikitpun. Jantungku bergedup kencang sekali. Bahkan kabar selama 4 tahun tak ada darinya. Aku sangat kesal dengan kejutan ini. Tapi aku sangat menantikan momen ini.
"Kau terlambat. Seorang penyanyi yang tidak disiplin akan menjadi penyanyi sampah. Dan membuat penonton menunggu adalah kesalahan yang fatal" tiba-tiba dia berbicara tanoa membuka mata.
"Kau mengigau" aku kaget mendengarnya.
"Apa kabarnya, Asha?" Dia bangkit dari tidurnya dan duduk.
"Aku....aku baik-baik saja" mataku masih berkaca-kaca menahan rasa haru.
"Aku menepati janjiku. Dan kau menepati janjimu"
"Hm...." seperti waktu itu aku merasakan yang sama. Rasa haru dan sedih luar biasa sampai-sampai airmataku tak sanggup untuk keluar.
"Kenapa?"
"Kau jahat, tak memberi kabar sama sekali"
"Aku memberitahukan kabarku melalui manejermu, dan aku yang melarangnya untuk memberi tahukannya kepadamu. Kau itu lemah sekali. Terlalu bergantung pada orang lain. Jika aku memberitahu kabarku dan kau akan mulai bergantung lagi padaku. Maka kau tidak akan pernah kuat"
"Mana oleh-oleh dari Londonnya"
"Setelah konser akan aku berikan. Bergegaslah, berjanji untuk tampil terbaik malam ini. Karena aku juga menontonnya. Jangan kecewakan aku"
"Oke!!"
Terlihat suara teriakan dan tepuk tangan penonton yang bergemuruh di gedung itu. Aku semakin bersemangat. Membara dalam hati, dan berucap dalam hati.
"Pa....lihat anakmu ini sekarang sudah bisa hidup mandiri dan mampu membuat semua orang terhibur. Ma....kembalilah, semoga kau menonton aku bernyanyi"
Aku menghibur para penggemarku dan mereka bertepuk tangan. Cahaya lampu, tepuk tangan, riuh gema suara mereka. Adalah bagian hidupku. Dan mereka ada penyemangatku saat ini dan selama.
"Mana oleh-olehnya"
"Ini"
"Hah...."
"Marry Me"
Dan sekali ini hujan menjadi saksi bisu disetiap perjalananku. Aku sangat menyukai hujan. Karena dia menyerap banyak suara kesedihanku, dan menyerap semua energi panas dalam tubuhku. Dan hujan tetaplah menjadi penyejuk di setiap momen-momen hidupku.
.................... End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar