Senin, 31 Oktober 2016

-Berantakan-

Chapter - One -
"Bertemu dengan berantakan yang kedua"

Sejauh yang mereka kira bahwa hidup itu serumit membuat origami. Lipat sana, lipat sini belum tentu sama persis seperti tutorial yang terlihat.
Tapi, ada yang mengganjal dalam perjalanan hidup Kotaro. Dia bukan keturunan jepang. Entah mengapa kedua orang tuanya begitu menyukai nama itu. Katanya itu adalah nama tokoh pahlawan pembasmi kejahatan. Dan orang tuanya berpikir nama adalah doa, dan itu merupakan doa terbaik dari orang tuanya.
Setiap kali Kotaro menyebutkan namanya semua mata memandang sinis. Wajah hitam lekat, rambut ikal bagaimana bisa wajah yang tak sesuai itu menyandang nama yang begitu keren.
Sejak saat itu Kotaro mulai berantakan. Segala sesuatunya mulai dianggap rumit. Mereka yang memandang aneh Kotaro mulai berkicau tak jelas. Kotaro terpuruk. Terasing. Dan bahkan beritanya lebih tenar daripada sekedar letusan lumpur panas.
Kotaro sedang menatap jendela kamarnya. Melihat hampa. Jauh mengingat hidupnya yang bahagia ketika dia belum pintar menyebut namanya.
Akankah kembali lagi. Bahkan gadis berkuncir dua itu tidak lagi dapat terlihat, semua sama.
Hembusan kipas angin itu menyadarkan bahwa udara begitu panas. Sangat panas.
Ya, diluar matahari terlihat sangat membara membakar semua kulit. Bagi mereka yang berkulit putih enggan sekali untuk keluar rumah.
"Toloooong...toloooong!!!" Suara teriakan dari luar rumah Kotaro yang amat sangat terdengar jelas.
Abaikan, pikir Kotaro. Orang iseng.
"Tolooong...tolooonggg!!!" Teriakan itu mengapa mengarah ke telinganya. Begitu nyaring, membuat pekak.
Kotaro segera melihat kembali kearah luar jendela. Kotaro melihat gadis berkuncir dua itu sedang di kepung beberapa anak sekolah lain. Kotaro bimbang. Jika dia keluar maka habislah dia. Jika dia tetap di dalam, maka dia akan di katakan banci seluruh orang. Serba salah. Pikirannya kacau. Dan berantakan. Ya , seberantakan wajahnya ketika berakhir dengan 10 kali pukulan di perut, 20 kali pukulan di wajah. Dan luka lebam di seluruh tubuh. Kecuali gigi, yang selalu dirawatnya dengan menyikat gigi 2x sehari. Sebelum makan dan sebelum tidur. Nasehat dokter gigi yang datang ke Taman Kanak-kanaknya dulu.
Gadis berkuncir dua itu melongo. Melihat pemandangan yang sebenarnya tak ingin dilihatnya. Mengapa pahlawan seperti ini yang dikirimkan untuk menyelamatkannya. Padahal , gadis berkuncir dua itu sudah mengkhayalkan seorang pahlawan gagah berani berwajah tampan dengan motor Kawasaki Ninja akan menyelamatkannya. Alhasil, dari pertemuan bak sinetron-sinetron itu akan berlabuh kesebuah hubungan yang romantis. Gadis berkuncir dua itu kecewa. Menghembuskan nafas kekecewaannya dengan memasang wajah cemberut.
"Kok kamu bodoh banget sih. Udah tau ga bisa ngelawan masih aja datang ngenolong aku" cecar si gadis berkepang dua itu dengan wajah kesal.
Kotaro memegang wajahnya yang lebam itu melihat sendu kearah gadis berkuncir dua itu. Jika orang lain mengatakan hal seperti itu kepadanya maka dia akan segera menonjok wajah seseorang itu. Tapi, ini seorang gadis pujaan hatinya. Manalah dia sanggup untuk menonjok wajah itu. Kotaro diam tanpa balasan , hanya sedikit 'heh' menahan sakitnya. Dan pada akhirnya hubungan yang diam-diam itupun berantakan. Bahkan kata berantakan itu belum berakhir, masanya masih berlaku ketika orang tua Kotaro pulang bekerja. Melihat wajah putra tunggalnya babak belur, orang tua Kotaro berang. Mereka bertanya tak ada jawaban yang logika dari Kotaro.
"Wajahmu kenapa, Kotaro?" Tanya Mamanya.
"Maen pedang-pedangan dengan anak tetangga"
"Kok sampe babak belur?"
"Iya. Kami mainnya di atas atap sih. Akhirnya aku terjatuh. Yauda babak belur begini. Karena aku kalah, aku di pukulilah sama bocah-bocah itu"
"Dusta kamu!" Teriak Papanya yang wajahnya duplikat sekali dengan Kotaro.
"Bener, Pa"
"Wajah ganteng anak mama, kok jadi ancur begini. Gimana besok sekolah" ini dusta seorang ibu yang paling membuat anaknya besar kepala.
"Ya gak apa-apa, Ma. Tenang aja" Kotaro kembali kekamarnya. Melihat lagi jendela yang kosong itu. Memikirkan wajah kecewa si pujaan hatinya. Haruskah dia menjadi tampan agar terlihat oleh gadis berkuncir dua itu. Kotaro menghembuskan nafas lelahnya.
"Entahlah"
Paginya, berita Kotaro melawan anak sekolah brandal menyebar seluruh sekolah. Pandangan - pandangan itu, membuat Kotaro menjadi semakin amat berantakan. Pandangan remeh. Kotaro hanya bisa mengepal tangannya geram. Satu-satunya tempat yang tidak akan memberinya kecaman adalah Perpustakaan. Kotaro melarutkan hatinya yang sedang kesal ke dalam imajinasi yang dia baca. Sebuah buku tentang superhero yang gagah berani. Menyelamatkan sang wanita yang di cintai. Itu hanya sebuah kisah semu yang tak mungkin terjadi.
Tapi, Takdir mengatakan hal yang berbeda. Seorang gadis berkulit langsat, sedang kesusahan untuk mengambil buku yang berada di rak teratas. Kotaro hanya melihatnya dari kejauhan. Beberapa kali gadis berkulit langsat itu melompat. Namun hasilnya gagal, yang ada hanya kelelahan. Wajah gadis itu mencoba mencari seseorang dimintai tolong. Dan matanya tertuju ke Kotaro. Langsung saja Kotaro menutup wajahnya dengan buku yang dibacanya, seolah-olah tidak melihat gadis itu yang sedang kesusahan.
"Kakak, bisa tolong aku" sebuah suara merdu itu terdengar jelas di telinga Kotaro yang besar. Kotaro melihat seorang gadis berkulit langsat itu berada disampingnya dengan sebuah senyuman dan mata yang meminta tolong.
Slooooorrrr....
Nyaris saja Kotaro terpental dari duduknya. Wajah manis itu menghancurkan seluruh tembok pertahanannya. Kotaro meluluhkan dirinya dalam sinaran mata gadis itu. Segera Kotaro mendekati rak buku untuk mengambilkan buku yang diinginkan gadis berkulit langsat itu.
"Terima Kasih, Kak"
Akhhhhh....suara merdu itu begitu indahnya. Kotaro hanya tersenyum sambil memperlihatkan gigi-giginya yang putih dan sehat itu.
"Kakak sendirian?" Tanya gadis itu
Kotaro mengangguk-anggukkan kepalanya cepat.
"Namaku Marsha" gadis itu menjulurkan tangannya.
Dengan segenap kekuatan yang tersisa, Kotaro menyambut tangan itu.
"Kotaro"
Sama seperti orang lain. Wajah Marsha berubah menjadi aneh. Sambil tersenyum,  Marsha menahan tawanya.
"Kenapa?" Tanya Kotaro.
"Nama kakak bagus banget. Kakak keturunan jepang ya"
"Gak akh....jauh dari jepanglah" Kotaro kembali duduk dan menikmati bukunya.
"Tapi, kakakku suka sekali dengan Kotaro si pahlawan pembasmi kejahatan"
"Tua sekali kakakmu"
"Gak..gak..."
"Jadi. Almarhum Mama yang ngenalin kakak sama serial si Kotaro sang Pahlawan yang bisa berubah menjadi super hero dengan armor dan motor yang seperti belalang itu kan"
"Wow...jangan-jangan nama kakakmu, Minami"
"Loooh....kok kakak tau"
"Akh....klise banget. Dulu jika aku seorang perempuan maka orang tuaku akan memberi nama Minami. Ternyata laki-laki, yauda jadilah Kotaro"
"Waaah....kakak hebat. Ini takdir" teriak si Marsha.
"Ssssttt....ini perpustakaan jangan berisik"
"Kapan-kapan kita jalan bareng yuk, kak. Bersama kak Minami"
Kotaro diam sejenak. Apa yang harus di jawabnya. Jika dia menjawab iya, maka akan bertambah lagi  wajah kecewa ketika melihat tampangya. Jika tidak, maka juga akan membuat wajah kecewa si Marsah. Sungguh berantakan sekali.
"Hm...okelah" sip....Kotaro membuat keputusan yang akan menambah daftar wajah-wajah kecewa didalam hidupnya.
Kehidupannya menjadi amat sangat lancar dan biasa-biasa saja. Apalagi semenjak Marsha menjadi teman membacanya di perpustakaan. Hidupnya berubah drastis. Wajah-wajah sinis itu berubah menjadi wajah-wajah yang sangat sinis. Bagaimana bisa seorang Kotaro menaklukkan si Marsha , top model sekolah. Bahkan bertambah lagi musuhnya. Kotaro menjadi musuh besar dari Club Pecinta Marsha disingkat CuPeM.
"Eh....Kotaro seharusnya kamu nyadar donk. Wajah sepertimu itu tidak sangat cocok sekali dengan Marsha yang....akh sudahlah tak perlu ku jelaskan lagi" ujar seorang lelaki yang tampang tidak jauh beda dengan Kotaro, tapi sombognya setinggi menara eifel.
Kotaro diam. Tangannya mengepal. Dia tak ingin mencari masalah baru. Lebam yang kemarin saja belum sembuh. Lebih baik diam dan dengarkan ocehan mereka, siapa tahu bisa jadi inspirasi untuk di buat skenario sinetron.
"Napa kok diam aja. Mulai detik ini kamu gak usah dekat-dekatin si Marsha lagi"
Kotaro melirik. Ini penindasan hak azasi. Siapa mereka?kok semena-mena menindas haknya. Kotaro geram. Dan....
Buuuuuuuuugggggghhhh!!!
Tonjokan manis mendarat di wajah yang amat standar itu.
"Kalian boleh menghinaku apa saja. Tapi, tolong hakku untuk dekat dengan Marsha bukan kalian yang memutuskan. Kalian sok suci aku penuh busa, eh dosa"
Kotaro kembali ke kelas. Tak ada yang perduli dengan kekesalannya itu. Semua teman sekelasnya hanya menganggap dia sebagai lelucon yang sebenarnya itu menyakitkan.
Pulang sekolah Marsha menunggu Kotaro pulang. Lambaian dan senyuman Marsha membuatnya bahagia. Dan hal itu, membuat wajah gadis berkepang dua itu cemberut. Seorang yang begitu menggebu-gebu mengejarnya kini hilang bersama Marsha sang gadis sangat populer. Kotaro berjalan berinringan bersama Marsha ke sekolah Putri. Tempat Minami bersekolah. Dengan rasa penasaran yang amat tinggi Kotaro menantikan Minami keluar dari pintu gerbang.
Ada banyak siswa yang berwajah cantik hilir mudik. Itu membuat Kotaro menahan air liurnya menetes.
"Itu Kak Minami" teriak Marsha
"Mana?" Tanya Kotaro penasaran.
"Itu yang keluar dari gerbang sekolah"
Kotaro melihat ke gerbang sekolah. Seorang siswi berambut panjang hitam terurai. Dengan bibir tipis , berkulit sama dengan Marsha. Itukah Minami. Inikah hasil dari keberantakan hidup Kotaro selama ini. Tuhan begitu sangat baik padanya, Pikir Kotaro.
"Itu yang rambut panjang itu"
"Iya" jawab Marsha melihat kakaknya.
Waaaaaaaaa....
Kotaro tak berhenti melongo. Menahan seluruh enzim air liurnya menetes keluar.
"Yang cantik itu kan"
Marsha mengkerutkan dahinya dengan pernyataan Kotaro.
"Hm....iy...ya" Marsha menjawab ragu.
"Cantik bener ya, kakakmu" kata Kotaro yang entah kemana perginya roh dalam dirinya.
"Eh...kakak!!!!" Teriak Marsha melambaikan tangan keseorang siswi bertubuh gempal. Berkacamata, berambut panjang. Diluar dugaan Kotaro. Minami yang dikhayalkannya tidak sesuai dengan kenyataannya. Kembali kata berantakan itu muncul dalam hidupnya. Keseratus kalinya dia merasa begitu berantakan dalam hidupnya.
"Ayo, jalan-jalan" ajak Marsha senang. Minami terdiam ketika melihat Kotaro. Mungkin Minami juga merasakan hal yang begitu shock ketika melihat Kotaro. Tidak sesuai apa yang dibayangkan.
Dan akhirnya Kotaro mengerti mengapa Minami bersekolah di sekolah putri. Karena dia tidak tahan dengan cemoohan-cemoohan laki-laki yang merupakan teman sekolahnya.
"Ternyata kamu kuat, ya . Kotaro" kata Minami memakan donatnya.
"Kuat apanya" Kotaro cemberut.
"Ya kuat menghadapi wajah-wajah sinis itu. Menghadapi omongan-omongan yang merendahkanmu" puji Minami.
"Hidupku sudah berantakan sejak kecil. Apa salahnya melanjutkan keberantakan itu sampai aku mati nanti" jawab Kotaro
"Kamu benar-benar pahlawan. Seperti Kotaro"
"Tidak ada yang istimewa dariku" Kotaro tidak tertarik dengan hal remeh temeh seperti ini. Makan bersama dua gadis di sebuah toko donat dengan seteko teh hijau hangat. Ini di luar nalar Kotaro yang memang berantakan.
"Kak...Kotaro hobinya apa?" Tanya Marsha.
Kotaru bingung. Selama ini hobi yang paling di tekuninya adalah bernyanyi, tapi di kamar mandi dengan suaranya yang cempreng.
"Hm...gak ada hobi yang bertahan lama denganku"
"Eh....kok sama" balas Minami "aku juga gitu, tapi dari dulu hobi yang aku sukai ya bernyanyi"
"Hahahahaha....suara kak Minami itu jelek banget loh" Marsha tertawa. Sedangkan Kotaro melongoskan badannya. Sambil berpikir mengapa ada dua manusia yang memiliki kesamaan seperti ini. Mereka bukan saudara kembar ataupun saudara seayah.
"Karokean, yuk" ajak Minami.
"Hayuuuk" Marsha setuju.
Dengan berat hati, Kotaro juga ikut berkaraoke dengan kedua gadis itu.






To Be Continued.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar