Jumat, 28 Oktober 2016

Peri kecil

Hujan membasahi bumi pagi ini. Fagra menjadi malas untuk bangun. Karena hari libur, mungkin ini akan menjadi hari istirahat baginya. Tidak untuk ketika ponselnya berdering.
"Mandi hujan, yuk!" Ajak Grisa manja.
"Dimana?"
"Dilapangan kota"
"Malu akh, udah tua juga kok hujan-hujanan"
"Ayolah"
Ada beberapa hal yang tidak dapat ditolaknya. Bujukan rayu Grisa dan melakukan hal aneh seperti ini.
Peri kecilku, kau itu sudah tua...
Tapi suka tingkah kebocahanmu...
Aku juga ingin bermain hujan bersamamu....
Seperti masa lalu kita yang indah dulu...
Grisa bersiap-siap dengan jas hujannya. Memesan taxi untuk mengantarnya ke lapangan bermain di kota. Hujannya sudah mulai mereda. Tidak menyurutkan keinginan Grisa untuk bermain hujan. Baginya hujan adalah suasana yang romantis. Mengguyur tubuhnya di sela kesibukan yang padat. Melunturkan segala jenuhnya yang menimbun.
Fagra dengan mobilnya terparkir rapi didepan lapangan bermain kota itu. Lambaian tangan Grisa yang sudah tiba disana dan senyuman itu. Menambah energi yang baru merasuki tubuh Fagra.
"Ayo...ayo" tarik Grisa ke dalam lapangan bermain.
Fagra mengikut. Membiarkan tubunya terbasahi hujan.
Mereka sedang kembali kemasa kuliah dulu.
Fagra memegang buku-buku kuliah berlaru kearah Grisa yang sedang menunggunua di gazebo belakang kampus.
"Hujan. Tapi, aku harus ke perpusrakaan"
"Tunggu sampai berhenti" kata Fagra.
"Tidak bisa. Tulisanku harus segera diterbitkan di koran kampus"
"Ayolah" tarik Fagra menuju perpustakaan. Mereka hujan-hujanan. Berdua saja. Ada mata memandang sendu melihat mereka begitu bahagia berhujan-hujanan. Mata itu menunjukkan kecemburuan yang mendalam.
Peri kecilku, aku bahagia melihat senyumanmu...
Bersamamu bermandi hujan selama apapun itu....
Aku tetap bahagia....
Ponsel Grisa bergetar. Sebuah pesan singkat masuk , membuat Grisa garuk-garuk kepala.
"Ada apa sayang?" Tanya Fagra.
"Please deh, jangan panggil sayang. Aku tidak begitu tertarik, Gra dengan hal-hal seperti itu"
"Tapi, aku memang benar-benar sayang padamu, Grisa"
"Hm..." mata Grisa masih tertuju kelayar ponselnya. Membaca ulang pesan dari Nemi, seorang pengganti Wenna yang masih latihan selama 6 bulan di Amerika.
"Ada apa sih?" Tanya Fagra heran melihat Grisa begitu serius membaca smsnya.
"Antar aku ke kantor sekarang. Nemi sedang berada disana"
"Apa kau yakin?"
Grisa mengangguk yakin. Ini kali pertamanya Fagra menunjukkan diri didepan umum jalan berdua dengan Grisa. Apalagi ini kantor Grisa, disiang hari. Hubungan mereka akan berjalan lancar ketika di malam hari. Tak ada yang mengetahui kedekatan mereka. Tapi, hari ini semua akan terlihat jelas. Fagra yang masih basah membuka pintu mobilnya. Bersama Grisa yang juga masih basah-basahan menuju tangga darurat langsung menuju ruang kerja Grisa.
"Kau mandi dan ganti baju" kata Grisa menunjuk kamar mandi yang diruang kerjanya.
Fagra menurut.
"Sepertinya enak kalau mandi berdua"
"Jangan ngaco. Segera mandi"
Grisa sibuk membuka komputernya. Mencari apa yang diminta oleh Nemi.
"Akh, ketemu" Segera Grisa mengirim file tersebut ke email Nemi. Dan Nemi mendapatkan data yang diinginkannya.
Sembari menunggu Fagra selesai mandi. Grisa menyalakan tv dan melihat berita yang langsung muncul acara infotaimen. Beritanya tentang seorang aktor tampan yang berubah profesi menjadi seorang pilot.
"Aaaaaaaaaaaaa.....", teriak Grisa, membuat Fagra terkejut setelah keluar dari kamar mandi.
"Ada apa?" Tanya Fagra.
"Liat itu...liat...pilot ganteng yang aku katakan waktu di bandar itu. Ternyata dia artis sebelumnya. Kok aku gak tahu ya"
"Hahahaha....kecolongan ya. Jangan-jangan di majalah sebelah udah muncul artikelnya"
"Bakalan sibuk minggu ini. Aku harus cari tau profil pilot itu" mata Grisa berbinar.
Peri kecilku, aku rindu sinaran mata itu...
Matamu selalu berbinar dengan apa yang aku sukai...
Bahkan ketikaku memberikan janji-janji yang kau senangi...
Peri kecilku...
Berikan aku mata itu lagi...
Mata ketika memandangku lebih berbinar dari kau memandang dari siapapun...
Nemi tergopoh-gopoh membawa setumpuk berkas keruang kerja Grisa. Grisa yang masih pusing bagaimana caranya untuk bisa bertemu dengan pilot tampan itu. Benar saja, salah satu majalah saingan Grisa sudah menerbitkan profil singkat tentangnya. Grisa mencari info dengan berselancar di dunia maya.
"Buk...ini berkas-berkasnya. Maaf terlambat"
"Tak masalah, Nemi. Lambat laun kau juga terbiasa bekerja denganku. Untuk kali aku maafkan. Tidak berikutnya" kata Grisa mencari info pilot tampan itu.
Nemi permisi keluar ruangan, namun langkahnya terhenti ketika Grisa bertanya
"Nemi, apa kau tahu tentang pilot tampan itu. Beritanya lagi trending topik sepekan ini"
"Lah, ibuk belum tahu, ya. Diakan abang kandung Wenna"
"Apppppaaaaa!!!"
Bagaimana Grisa kecolongan dua kali. Seharusnya dialah majalah pertama yang bisa membuat profil pilot ganteng itu. Segera Grisa mengirim email kepada Wenna yang sedang latihan di Amerika.
Kegiatan kantor Royal Properti terlihat biasa saja. Tapi, ada yang sedang gusar. Ada rasa takut merajai pikirannya.
Peri kecilku, aku takut kehilanganmu
Takut sekali....
Bisakah aku menghentikan wajah ceriamu ketika melihat wajah pria lain itu...
Aku mohon peri kecilku....
Aku tak ingin kehilanganmu, lagi....
"Fagra, sudah kau selesaikan rencana pembangunan pabrik di dua kota itu" tiba-tiba direktur utama masuk kedalam ruangannya.
"Masih dalam proses, pak. Saya sudah melihat kerjanya, tingga 20% lagi akan rampung"
"Ingat, dua hari lagi"
"Iya, Pak"
"Seharusnya kau lebih tegas , Fagra. Kau masih muda. Sudah menjadi wakilku"
Fagra tersenyum mengangguk pelan.
Fagra mulai bosan dengan pekerjaannya ini. Ingin rasanya dia kabur dari kehidupannya ini. Bukan lari yang dia butuhkan ternyata, hanya suara renyah dari Grisa yang mampu menghapus rasa bosannya.
"Hai, sayang" sapa Fagra dari balik ponselnya.
"Fagra...fagra...kebetulan kau menelponku. Nanti malam bisa kita jalan berdua"
Jantung Fagra berdetak hebat.
Peri kecilku, untukmu aku selalu ada...
Jauh didalam hatiku, aku senang sekali.
"Mau kemana?"
"Kerumah Alpha"
"Alpha?siapa?bentar lagi juga akan ada Beta"
"Alpha, si pilot tampan itu" suara renyah itu sirna sudah.
Mengapa kau begitu bahagia sekali peri kecilku....
Mengapa???
Apa aku sudah tidak begitu menarik lagi bagimu...
Peri kecilku...
Malampun tiba, Grisa menunggu Fagra datang menjemputnya di kantor. Belum ada kabar. Mungkin sibuk. Grisa tak menelpon ataupun mengirim pesan. Sebaiknya dia pergi menggunakan taxi saja. Tak lama, taxipun datang membawanya ke perumahan elit di tengah kota. Baru dia sadari sebuah pesan masuk ke ponselnya, ternyata dari Fagra.
"Maaf, aku sedang mengawasi bagian humas untuk masalah pabrik baru kami. Kau bisa pergi sendirikan?"
Grisa membalas
"Iya, tak masalah. Semoga kau berhasil. Sekarang aku sudah berada didepan rumah Alpha"
"Iya"
Terlalu sibuk, cukup singkat membalas pesannya. Grisa segera menuju pintu utama rumah tersebut yang tanpa pagar. Sekeliling perumahan itu memang tanpa pagar. Karena sistem keamanan sudah terjamin dari gerbang depan. Bahkan ketika taxi yang membawa Grisa masuk harua di periksa menggunakan metal detektor. Cukup mewah untuk sekelas Grisa.
Aku sedang termenung sekarang....
Membayangkan senyum indahmu untuk orang lain....
Aku tak sanggup melihat cengkaraman matamu memandang semangat pria itu..
Aku juga tidak bisa melihat tawa renyahmu di saat kau terkagum
Peri kecilku...
Aku tak sanggup...
Dan aku lebih baik menghindar...
Seorang wanita yang sudah tua membuka pintu utama itu. Wanita itu masih terlihat sehat.
"Mencari siapa, Non?"
"Alphanya ada, mbok?"
"Den Alpha lagi keluar"
"Kapan kembalinya?"
"Kurang tahu, Non"
"Bisa tolong berikan ini kepada Alpha"
"Bisa ,Non"
Grisa memberikan daftar pertanyaan yang harus di jawab oleh Alpha ketika saat wawancara.
Grisa kecewa ketika tidak bertemu langsung dengan Alpha malam ini. Hujan rintikpun hadir ditengah-tengah kota. Kembali Grisa membuka ponselnya, setelah mandi dan sudah waktunya beristirahat. Tak ada pesan atau telepon dari Fagra. Mungkin sibuk. Mata Grisa masih asyik dengan bertatap kelayar ponselnya.
"Eeeh....ternyata dia maniak sosial media" reflek Grisa menambahkan pertemanan dengan Alpha, malam itu. Tak langsung diterima. Grisa mengirim pesan instant untuk Alpha.
Keesokan paginya, ditengah rintik hujan mengguyur kota yang mulai ramai dengan lalu lalang kendaraan. Fagra masih menyimpan rasa takut.
Tak pernah aku setakut ini...
Mungkinkah aku benar-benar kehilanganmu, peri kecilku...
Aku belum bisa menerima itu...
Menerima kau bersama yang lain...
Fagra memasuki ruang rapat, disana sudah menunggu kepala staff bagian humas. Menyelesaikann tuntas pekerjaan mereka yang sudah dari seminggu yang lalu. Fagra tersenyum mengembang. Ponselnya berdering. Nada pesan singkat itu membuatnya terhenyak lagi.
"Doakan aku ya. Semoga hari ini bertemu Alpha. Hehehehe"
Fagra tak membalasnya. Untuk apa. Melihat Grisa bersenang-senang dengan pria barunya itu. Fagra terlupakan.
Bibir Grisa mengkerut. Tak ada balasan dari Fagra. Mungkin dia sibuk.
Peri kecilku, aku tak sesibuk itu....
Hari-hariku biasa-biasa saja...
Hanya saja aku selalu tak ingin merasa tersakiti...
Aku mengabaikanmu...
Mungkin malam nanti semua akan kembali seperti yang aku inginkan...
Bersama mu, berdua saja...
Tanpa pria baru itu di ujung pembicaraan kita...
Peri kecilku.
Langkah kaki Grisa semangat menuju rumah itu lagi. Setelah permohonannya kepada Wenna untuk memberikan waktu sedikit kepada Grisa mewawancarai Alpha.
"Wenna....bantu aku. Majalah kita kecolongan. Bantu aku untuk bisa mewawancarai abangmu" kata Grisa di balik telepon.
"Aku sudah menghubunginya, buk. Besok siang dia bersedia diwawancarai"
"Benarkah!"
Siang itu, hari ini. Grisa mengetuk pintu rumah mewah itu. Kembali lagi Grisa dipertemukan oleh mbok-mbok yang menjaga rumah itu.
"Non Grisa?" Tanya Mbok itu.
"Iya, mbok"
"Silahkan masuk, Non. Den Alpha baru saja selesai berenang"
"Oh.." Grisa mengangguk sambil duduk di sofa hitam terbuat dari kulit asli.
Alpha datang dengan sejuta senyuman. Lesung pipinya yang menawan bahkan gingsul indahnya membuat hati Grisa merasa tak karuan. Rambut klimis itu, sudah lama sekali dia menginginkan seorang pria berambut klimis panjang sedikit janggut dan itu semua ada di wajah Alpha.
"Selamat siang" sapa Alpha sambil menjulurkan tangannya.
"Siang" Griaa menyambut lembut ulurab tangan itu.
"Wenna banyak cerita tentang anda. Katanya anda penulis hebat di negeri ini. Setelah saya mengeceknya, ternyata saya termasuk fans berat anda"
Tiiiiingggg.....
Ada angin aneh yang masuk kedalam diri Grisa. Bagaimana mungkin getaran ini muncul disaat seperti ini. Grisa merasa kikuk. Tak tahu harus di mulai dari mana. Tatapan mata itu serasa panah yang menusuk-nusuk langsung ke ulu hati. Robek semua pertahanan. Luluh lantah sudah.
"Rileks..." kata Alpha mencoba menenangkan diri Grisa yang sudah mulai gemetaran.
"Sebentar" Grisa menarik nafas pelan-pelan lalu melepaskannya secepat angin berhembus. Membayangkan wajah Fagra. Hanya Fagra. Ini tugas, tidak lain tidak bukan.
"Silahkan!" Senyum Alpha membuncah kembali.
Dan Grisa mulai mewawancarainya. Perbincangan semakin masuk kearea pribadi.
"Anda tahukan. Pembaca kami kebanyakan kaum wanita. Yang saya yakini pasti mereka ingin tahu status anda?menikah , atau belum atau sedang berpacaran?"
"Tidak ada yang benar"
"Berarti single"
"Tidak juga"
"Jadi, sedang menunggu"
"Oh...ternyata pujaan hati"
"Dia sudah datang, saya tak menyangka dia datang secepat ini"
"Wow....pasti fans anda kecewa mendengar ini"
"Apa anda tak ingin mengetahuinya"
"Tidak" kata Grisa sambil tersenyum. Untuk apa Grisa harus mengetahuinya. Hanya untuk menghilangkan ilusi-ilusi gilanya. Usai sudah pertemuan 2 jam itu. Ada kelegaan dan rasa baru di hati Grisa. Senyum mengembang seperti terlahir kembali.
Lain halnya dengan Fagra, persentasi di depan beberapa calon konsumen terlihat sangat kaku. Dirinya sedang melayang membayangkan apa yang terjadi dengan Grisa. Dadanya terasa sesak sekali. Api cemburu merajainya.
Peri kecil, aku tak tahan lagi....
Berhentilah membayangiku dengan kau dan pria baru itu...
Seharusnya kau tak memberi tahuku tentang hari ini...
Begitu juga besok dan selanjutnya...
Aku tersiksa....
Apa kau mulai tak memahamiku, peri kecilku.
Berangsur-angsur Wenna menyelesaikan tulisannya yang berbentuj bahasa inggris. Kepalanya terasa berat. Ponselnya berdering. Nomor dari Indonesia.
"Inspiratormu luar biasa" kata Alpha dari balik ponselnya.
"Bagaimana , sudah selesai wawancaranya?"
"Belum, bahkan kami membuat janji di minggu berikutnya"
"Untuk apa?"
"Menaikkan rating majalahmu"
"Hahahahaha....." Wenna tertawa terbahak-bahak.
"Jika aku menyukainya, bolehkah?"
"Tidak. Dia sudah memiliki seseorang. Jangan kau ganggu dia. Aku yang akan memutilasimu jika itu terjadi"
"Wow...hahahhha....aku hanya bercanda. Tapi, jika itu terjadi tak masalah baguku di mutilasi. Jika aku bisa bersamanya sesaat"
"Jangan gila"
Minggu ini seharusnya menjadi momen terindah. Ketika Fagra mengajak Grisa kesebuah taman bunga raksasa. Warna warni bunga bermekaran. Kupu-kupu terbang kesana kemari. Langit biru cerah dengan gompalan-gompalan awan yang menggantung hampa.
"Terima kasih" kata Grisa yang sedang duduk berhadapan dengan Fagra disebuah tenda kecil.
"Apa yang tidak buat orang yang aku sayangi ini"
"Gombal" Grisa mengejek.
"Aku serius. Tapi, ada hal yang ingin aku katakan"
"Apa itu?kau ingin menikahiku"
Jantung Fagra terhenti sejenak.
"Apa kau ingin secepat itu"
"Tidak...tidak...aku bercanda" Grisa tersenyum pahit.
"Ini soal pekerjaan. Mungkin 6 bulan lagi aku akan dikirim ke Jerman untuk mengurus kantor pusat disana"
"Sebagai apa?"
"Aku juga belum tahu"
"Berapa lama?" Getir itu muncul di hati Grisa.
"2 tahun"
2 tahun itu berapa lama. Sebentar atau lama sekali. Grisa tak tahu. Dia hanya menunduk. Tak ingin wajah sedihnya terlihat oleh Fagra.
"Ponselmu bergetar"
"Eh...sebentar" Alpha yang menelpon
"Besok...baiklah. terima kasih"
"Siapa?" Tanya Fagra.
"Alpha"
Peri kecilku bisakah kau tak jujur padaku untuk hal ini...
Lebih baik kau berbohong...
Hatiku terasa tidak nyaman sekali, ketika nama pria itu kau sebut tanpa rasa bersalahmu yang membuat aku cemburu...
Peri kecilku....
Aku mohon berhentilah untuk jujur...
Hari ini ada obat untuk mengikis rasa sedih didalam hati Grisa. Cukup mendengar suara Alpha dengan janji hari senin akan bertemu untuk mengikuti kegiatan seharian Alpha.
Hari sangat cepat berlalu, rutinitas harian yang menjenuhkan. Butuh hal baru. Maka jadilah Grisa mengunjungi kediaman Alpha pada pukul 6 pagi.
"Jadi kita mulai dari pukul 6 pagi"
"Iya, aku akan mengajakmu olah raga"
"Olah raga" Mobil sedan mewah berwarna hitam itu melaju pelan kesebuah stadion megah untuk berolah raga. Mereka mengelilingi stadion yang luasnya 3 kali lipat lapangan bermain anak-anak pada umumnya. Grisa mulai terasa lelah. Mengapa juga dia harus ikut-ikutan. Sebenarnya Grisa bisa saja duduk sambil mengamati Alpha yang sedang berlari. Tapi, batinnya memicunya untuk turut ikut lari bersama.
"Kamu jarang olah raga, ya?"
" Ho oh" Grisa ngos-ngosan.
"Sebaiknya kamu itu rajin olah raga. Biar tubuhmu sehat"
"Saya tidak sempat. Tidak seperti anda yang punya waktu luang. Saya sibuk sekali setiap harinya"
"Bisakah , kamu ganti kata anda menjadi kamu"
"Eh..."
"Tak masalah bagiku. Aku lebih suka kamu memanggilku dengan kata kamu. Itu terlihat akrab"
Grisa terdiam sejenak. Tatapan mata itu lagi . Mengobrak - abrik tembok pertahanannya. Hancur lebur. Larut dalam sebuah bencana baru.
Mereka melanjutkan perjalanan ke sebuah warung pinggir jalan untuk sarapan pagi.
"Eh, inikan kawasan kampusku. Jangan bilang kalau kamu mau sarapan di warung haji Romli"
"Bisa ditebak ya. Aku dan Wenna suka makan disini. Wenna yang mengajakku pertama kali"
"Aaarrrhh....jadi teringat masa lalu. Aku dan Fagra selalu sarapan disini"
"Oh...namanya Fagra"
Mobil sedan hitam itu berhenti. Warung Haji Romli memang selalu ramai. Bukan saja masakan bubur ayamnya yang enak, harganya juga terjangkau di kantong mahasiswa. Grisa mengeluarkan kamera poketnya.
"Untuk apa?"
"Untuk menaikkan rating majalahku. Hahahahaha...memangnya ada majalah selain majalahku meliput sampai sedetail ini"
"Hahahaha....jangan foto aku dari angel itu. Nanti kamu jatuh cinta lagi"
Tiiiiiinnnng.....
Angin berhembus pelan menerpa daun telinga Grisa. Dadanya berdegup kencang. Ini tidak boleh berlanjut. Fagra, dia selalu menyebut nama Fagra dalam hatinya. Seusai sarapan, Alpha membawa Grisa ke sebuah kolam berenang privat. Ternyata Alpha sudah menyewa kolam berenang tersebut. Letak kolam berenangnya ada di lantai 30. Tepat bersebelahan dengan conversation hall dimana Fagra sedang bernegosisasi terhadap investor. Grisa tersenyum sumingrah. Tak pernah dia bermain ke kolam semegah ini. Pemandangan pagi yang cerah, langit biru dan udara yang masih sejuk. Tanpa babibu, Alpha langsung membuka bajunya dan terjun ke dalam kolam berenang.
"Ayo, turun"
"Aku tidak bawa baju ganti"
"Tak perlu khawatir"
"Tidak , akh"
Alpha keluar dari kolam segera menelpon salah satu temannya yang bekerja di butik ternama yang satu gedung dengan kolam berenang mewah itu.
15 menit sepotong baju berenang teronggok rapi diatas dipan santai.
"Terlalu sexy, aku malu"
"Hei, jangan kuno"
"Tidak . Terima kasih. Aku akan tetap duduk disini memotretmu"
Tak ada perbincangan Grisa hanya menikmati pagi yang tenang ini. Tidak dengan Fagra yang sedari tadi berdiri didepan pintu masuk kolam berenang privat. Hendak menelpon, Fagra takut menganggu. Fagra di bakar api cemburu. Langkah kakinya mulai masuk ke area privat itu. Fagra akan tanggung resikonya jika beberapa petugas keamanan menyeretnya keluar. Belum melangkah, kedua sosok itu muncul.
Peri kecilku, kau kah itu bersama pria menarik itu....
Hatiku lebur...
Hatiku berantakan...
Seberantakan kertas-kertas dimeja kerjaku...
Sekusut rambutku...
Peri Kecilku, apa kau tak merasa sedang menyiksaku...
Aku cemburu...
Bolehkah aku menikam pria ini dengan belati....
Aku cemburu....
"Fagra. Sedang apa kau disini?"
Fagra tak menjawab, matanya hanya tertuju kepada Alpha.
"Hai" Sapa Alpha.
Fagra masih tak menjawab, matanya penuh api cemburu yang tertahan oleh sesaknya udara pagi ini.
"Fagra!" Panggil Grisa pelan. Grisa mulai gusar. Apa yang terjadi dengan Fagra pagi ini. Grisa menarik tangan Fagra mencoba menjauhi Alpha. Dengan senyuman Alpha permisi untuk pamit. Menunggu di dalam mobil.
"Kau , ada apa? Dia klienku"
"Haruskah sampai ke kolam berenag privat"
"Aku meliput kesehariannya. Demi ---"
"Demi kepuasaanmu untuk menyenangkan imajinasi gilamu, kan"
"Kau, ada apa denganmu? Semua demi majalahku, Fagra. Tidak ada yang lain. Bulan depan jika penjualan majalahku naik maka aku akan dapat promosi dari majalah tenar di Paris. Apa kau tak bangga dengan itu"
"Tidak"
"Kau, apa yang terjadi"
"Sudahlah! Aku sedang ada rapat" Fagra berlalu pergi.
Lagi...lagi....
Kau dengan seribu mimpimu....
Itu yang tak sanggup kuraih darimu...
Mimpimu lebih mengerikan dari apa yang kau lakukan....
Peri kecilku...
Aku selalu mendukungmu....
Tidak untuk seribu mimpi gilamu yang membuatku terasa jauh.
Grisa terburu-buru menuju basement. Meminta maaf kepada Alpha. Untuk hari ini cukup disini dulu. Tidak melanjutkan dengan perasaan yang tidak menentu. Itu akan merusak suasana saja. Grisa memesan taxi dan meluncur ke kantornya dengan pakaian olah raganya.
Sapaan demi sapaan menyambutnya. Senyuman kaku itu terpancar jelas. Dengan wajah aneh itu, setiap karyawan mulai bertanya-tanya. Apa yang sedang terjadi dengan bos mereka. Grisa merebahkan badannya di kursi kerjanya. Memikirkan kejadian pagi ini. Sungguh ini diluar pikirannya.
"Aku merasa, mereka tidak cocok" kata Alpha yang sedang menelpon Wenna
"Siapa?"
"Bosmu dengan mantan kekasihmu"
"Itu tidak benar. Mereka cocok sekali. Aku sangat iri ketika mereka ngobrol bersama. Tatapan mata mereka. Tajam sekali. Menyiratkan dia milikku atau sebaliknya"
"Aku yakin ada yang salah disana"
"Apa"
"Grisa , terlalu buta. Aku akan menyadarkannya"
"Kau...hei...kau mau apa?"
"Bye...my lil sister. Miss you so much"
"Hei...alpha...alpha!" Teriak  Wenna dari balik telepon yang sudah terputus.
Sejak api cemburu itu datang. Fagra tak satu haripun memikirkan Grisa. Dia lebih fokus dengan proyek investor yang menanamkan modal usaha pada perusahaannya. Mengembangkan pabrik baru di dua kota. Hingga akhirnya, direktur utamanya memanggilnya ke dalam ruang kerjanya.
"Selamat, Fagra. Kau sangat lihai dalam hal ini. Kerja kerasmu terbayar sudah. Aku akan mengirimmu ke Jerman untuk berkuliah. Apa kau bersedia?" Tanya direktur utama perusahaan Royal Properti.
Apa karena perasaan yang tidak karuan ini, peningkatan kinerja kerjanya bertambah. Apakah Grisa tidak diperlukannya lagi. Entahlah, Fagra hanya menggelengkan kepalanya pelan.
"Kau menolak?"
"Maaf....tidak pak. Aku akan ke Jerman memenuhi panggilan kuliah"
"Baguslah. Akhir bulan depan aku akan membawamu ke Jerman"
Peri kecilku...
Jarak...
Apakah bisa kita menaklukkannya...
Belahan bumi lain....
Apakah ini logis....
Peri kecilku...
Tunggulah aku, pulang.
Sinaran lampu yang redup membawa suasana menjadi sangat romantis. Grisa memakai gaun merah. Berdandan cantik. Tidak di restoran Italia. Melainkan di sebuah cafe taman terbuka yang berkonsep romantis. Taburan bintanh diangksa menjelaskan malam ini cerah. Ya, sangat cerah sebelum datang sebuah kabar itu.
"Bulan depan aku akan ke Jerman untuk kuliah"
"Berapa lama?"
"Dua tahun"
Glek...itu lama sekali atau hanya sekejab. Perputaran waktu itupun tiba. Akhir bulan yang dinantikan bagi Fagra. Tidak dengan Grisa yang melamun sendu dalam dirinya ingin berkata. Jangan pergi. Tapi, itu egois. Lambaian tangan Fagra mengakhiri pertahanan kesedihannya. Airmata itu membuncah mengalir sederas-deras. Grisa akan sendiri. Melakukan segala halnya sendiri. Tapi, ini tak seperti biasanya. Akankah sanggup menghadapinya sendiri.
Sesosok yang sedari tadi melihat adegan sepasang kekasih merelakan kekasihnya pergi jauh demi sebuah impian menggelengkan kepalanya. Sudah tak tahan lagi, melihat gadis impiannya itu tersedu dalam sebuah kesedihan. Kakinya melangkah pasti. Mendekap erat pundak gadis impiannya. Membiarkan lengan bajunya basah dengan airmata.
"Sudahlah. Kamu akan baik-baik saja"
Hiks...hiks....hanya itu balasan dari kalimat tegar itu.
Semua kembali kesedia kala. Tidak begitu buruk, namun tidak juga begitu baik. Komunikasi selama sebulan ini berjalan lancar. Tidak ada yang membuat debat panjang.
"Apa kau rindu, aku?" Tanya Fagra melalui video call.
Grisa mengangguk.
"Aku juga" Fagra tersenyum senang.
"Disini udaranya dingin sekali. Aku sampai-sampai mimisan"
"Separah itukah?"
"Iya. Grisa" suasan hening ketika nama "Grisa" tatapan Fagra sendu.
"Iya" jawab Grisa senyum.
"Ketika aku pulang nanti, aku akan segera melamarmu"
Gejolak apa ini. Bergetar hati Grisa mendengar kata-kata itu terucap dari bibir Fagra, lelaki yang sangat iya cintai itu.
Peri kecilku, aku tahu ini adalah janji....
Aku tidak tahu apakah ini akan aku tepati...
Tapi, aku tahu janji ini akan membelenggumu untuk tidak kelain hati...
Maafkan aku yang takut kehilanganmu....
Peri kecilku....
Tenanglah, jika aku sungguh maka itu terjadi....
Namun, aku tidak tahu kapan itu datangnya....
Alpha tertawa terbahak-bahak mendengar kisah cinta Grisa. Yang menurut Alpha begitu kaku.
"Aku yakin seyakin yakinnya. Dia tidak sungguh-sungguh mencintaimu, Gris"
"Darimana kau tahu"
"Siapa yang lebih banyak memberi dan siapa lebih banyak menerima"
"Perasaan ini bukan soal siapa yang memberi siapa yang menerima. Jika kau merasa tulus maka itulah rasa cinta tertinggi. Makanya dari dulu aku membiarkannya pergi kesana kemari, tidak mengikatnya. Itulah tulus"
"Tapi, jika dia tak jadi milikmu. Bahagiakah?"
"Entahlah. Aku hanya menjalaninya saja, seperti air sungai"
"Kau tak ingin mengetahuinya"
"Apa?"
"Apakah dia benar sungguh-sungguh mencintaimu"
"Cinta tak perlu di uji dengan sengaja, Alpha. Itu hanya orang-orang yang takut kehilangan"
"Jadi, kamu siap kehilangan"
"Apapun itu, usahaku hanya tetap bertahan menunggunya. Jikapun itu membuatnya berlalu. Berarti bukanlah dia jodohku"
Prok..prokk....Alpha tersnyum kagum melihat gadis impiannya ini berkomentar menusuk hatinya.
"Itu mengapa aku menyukaimu"
Grisa tercengang ketika Alpha bergumam kalimat itu.
Peri kecilku, ternyata zaman teknologi secanggih ini bahkan rindu tak dapat terbeli....
Bahkan rasa ingin bertemu lebih mahal dari harga sebuah pulsa data untuk menelponmu melalui video call....
Peri kecilku....
Aku ingin pulang.
Rindu padamu....
Ingin bersenda gurau....
Tapi pahit yang kurasa..
Aku sibuk, terlalu sibuk...begitu juga kau....peri kecilku....
Hubungan kedekatan Alpha dan Grisa sudah tercium awak media. Alpha yang sedang naik daun itupun mulai di buntuti paparazi. Wajah Alpha dan Grisa berseliweran dimedia cetak ataupun media televisi. Beberapa kali paparazi memergoki mereka sedang makan malam berdua. Atau Alpha sedang bermain-main kekantor majalah milik Grisa. Bahkan desas desus itu sudah menyebar seantero kantor. Bahwa Alpha sedang dekat dengan bos pemilik majalah wanita ternama itu. Bau aroma tak sedap itu tercium hingga Amerika dan Inggris. Wenna langsung menelpon Alpha. Melihat abangnya sedang di wawancarai oleh awak media dengan Grisa yang berada disampingnya menutup diri.
"Hei ... pernyataan macam apa itu. Kau sungguh-sungguh?"tanya Wenna yang mendengar bahwa gadis impian Alpha seperti Grisa.
"Ayolah, Wen. Bukannya dari dulu aku sudah ngefans dengannya"
"Tapi, ini mustahil. Semua rakyat negeri itu tahu"
"Sudahlah, Wen. Aku akan serius mendapatkannya. Tidak perduli dengan namanya Fagra itu. Siapa dia. Sehebat apa dia?secinta apa dia?aku akan memperlihatkannya kepadamu nanti. Dia tak sungguh-sungguh terhadap Grisa"
Wenna menutup telponnya dengan muka yang marah. Begitu juga Banzo yang uring-uringan melihat sahabatnya masuk televisi di acara infotaimen.
"Kau sudah gila. Bagaimana jika Fagra tahu hal ini. Bisa mati berdiri dia"
"Banzo...aku juga pusing. Banyak sekali awak media datang ke apartemen dan kantorku. Aku bingung harus sembunyi dimana"
"Makanya jangan bermain api"
"Banzo...bantu aku"
"Aku juga bingung. Mana mungkin kau ke Inggris. Bagaimana kalau kau bertemu dengan Fagra di Jerman"
"Tidak...tidak...aku tak ingin menganggu kuliahnya"
Hai peri kecilku...
Aku rindu...
Malam ini aku memandang langit penuh bintang dan seonggok bulan besar...
Kurasa ini purnama....
Aku jadi teringat padamu yang begitu menyukai bulan purnama...
Peri kecilku, aku berharap kau merindukan aku juga...
Tapi mengapa kau tak pernah menghubungiku terlebih dahulu...
Sesibuk itukah kau....?
Peri kecilku....
Bulan berganti, akhir tahun menjadi momentum yang sangat sibuk. Jadwal deadline fashion tahun depan sudah harus diterbitkan. Belum lagi masalah pollinh vote untuk sepuluh besar majalah terbaik seluruh dunia. Membuat Grisa semakin sibuk memajukan perkembangan majalahnya. Bulan depan, akhir desember Grisa akan terbang ke Paris untuk pertemuan direktur-direktur utama seluruh majalah wanita di dunia. Tak lama, hanya seminggu.
"Aku ingin tahun baru bersamamu" kata Grisa melihat wajah Fagra di layar ponselnya.
"Kau akan ke Jerman"
"Tidak"
"Lalu, aku akan ke Paris"
"Benarkah"
Grisa tersenyum sambil mengangguk pelan.
"Ke Eifel?'
"Hu um"
"Baiklah"
Peri kecil, takdirkah ini....
Dulu kau ingin sekali dilamar di landmark ini...
Eifel, mimpi kita akan terwujud tahub baru nanti....
Aku akan segera melamarmu disana....
Dengan seribu bunga rindu...
Bertekuk lutut seperti pangeran berkuda putih....
Membawa cincin bershapire ungu....
Akh, aku sudah membelikannya untukmu...
Di hari itu, sangat kunantikan....
Ini masih rahasiaku....
Kejutan untukmu...
Peri kecilku....
Sambil tersenyum senang Fagra memegangi cincin berbatu saphire berwarna ungu yang dipesannya langsung dari Spanyol. Hadiah istimewa untuk yang tercinta.
Alpha mengantarkan Grisa ke Bandara, sekalian menjemput Wenna yang pulang dari Amerika. Grisa pamit, melambaikan tangan. Dengan senyum tegar Alpha melambaikan tangannya.
"Ini lebih menyakitkan ternyata" gumam Alpha dalam hati.
Grisa langsung disambut oleh panitia lokal penyelenggara acara termewah ini. Beberapa orang yang Grisa kenal langsung menyapanya. Malaysia dan Singapura adalah partner terbaik bagi majalah Grisa. Mereka bercengkarama. Melihat jadwal acara yang lamanya seminggu itu. Beberapa dari mereka juga bertanya tentang gosip kedekatannya dengan Aktor yang menjadi pilot itu.
Grisa menjawab hanya sekedar teman, tidak lebih.
Tapi, mata-mata itu memasang rasa tak percaya. Media masa begitu membesar-besarkan masalahnya. Grisa hanya tersenyum. Ternyata acara puncaknya di malam 30 Desember. Grisa merasa itu sudah waktu yang sangat pas.
"Aku sedang menuju hotelmu. Kau siap-siap ya" Banzo mendarat mulus di Bandara Paris.
"Apa, kau sudah di Paris"
"Iya, melihatmu untuk tampil diatas podium"
"Hahahahaha....terima kasih"
"Fagra sudah datang?"
"Belum....semenjak aku , sampai dia tak membalas pesanku. Aku rasa dia sibuk"
Aku tak sesibuk itu peri kecilku...
Aku sakit....
Sakit ini merajalela...
Ketika aku melihat wajahmu tersenyum bahagia bersama pria itu...
Aku ciut....
Aku kalah...
Apa aku harus menyerah....
Memandang wajahmu yang berkilau...
Mana aku sanggup menggapaimu....
Aku mundur...
Dan aku benar-benar menyerah, peri kecilku...
Lupakan saja janji kita...
Suasana riuh sekali. Kursi-kursi merah sudah dipadati oleh penonton. Banzo mendapatkan kelaa VIP, hanya tersedia 2 kursi VIP untuk peserta. Satunya lagi untuk Fagra. Namun ketika acara dimulai kursi yang berada di sebelah Banzo masih kosong. Berkali-kali Banzo mencoba menenangkan Grisa.
"Sudahlah, biar aku yang urus. Kau segera ke backstage" tepukan halus dipundak Grisa itu sebagai penguatnya.
Banzo segera menghungi Fagra. Tak di jawab, pesan singkat tak di balas.
"Fagra" terdengar suara wanita yang sedang berada dikamar Fagra mendengar ponsel Fagra berdering.
"Ya"
"Ponselmu berdering, honey"
"Oh...biarkan saja. Itu tidak penting"
"Honey, cincinya indah sekali. Aku suka" Perempuan bule itu memeluk Fagra dengan erat. Tak melihat kekasihnya itu sedang menitiskan airmata.
"Iya"
Banzo sudah lelah menghubungi Fagra yang tak menjawab semuanya.
"Aku ingin menonton tv , honey. Malam ini ada acara seru di Paris. Seluruh direktur majalah wanita berkumpul disana"
"Silahkan"
Apakah Fagra sanggup melihat kilauan itu.
Peri kecilku, aku tak ingin tersakiti...
Lebih baik aku seperti ini lagi...
Mengabaikan janji kita....
Aku tahu aku egois....
Karena aku tak sanggup tersakiti...
Aku tak sanggup...
Peri kecilku...
Kau semakin jauh dengan seribu mimpimu...
Lampu warna warni menyoroti setiap tribun. Mulai dari bintang tamu sampai tamu spesial tersorot jelas. Semua mata tertuju pada sorotan cahaya lampu yang sedang duduk seorang pria yang begitu populer di tempat kerjanya. Pria itu tersenyum manis menyapa penonton. Tidak dengan Grisa yang hanya melamunkan Fagra yang tak ada kabar. Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang amat menyedihkan bagi Grisa, sang terkasih tak datang memenuhi undangannya. Seharusnya malam ini Grisa akan memperkenalkan kepada dunia bahwa lelaki yang beruntung itu adalah Fagra.
Acara nominasi untuk majalah wanita terbaik di bidang tulisan. Majalah Grisa termasuk nominasi. Grisa tak mengharap banyak untuk menjadi juara. Saingannya begitu hebat.
Ketika sang pembaca nomitor itu berseru dengan kata
"SriKandi"
Grisa terperanjat. Seluruh lampu sorot mengarah padanya. Ternyata majalah Grisa keluar sebagai pemenang.
Riuh tepuk tangan dari bangku penonton bergema keseluruh ruangan.
"Terima kasih kepada Tuhan yang maha Esa. Terima kasih Mama dan Papa serta sahabat terbaikku Banzo dan ---"
Tiba-tiba sesok pria yang disorot tadi mendekati podium. Semua mata tercengang.
"Wait a minute" kata Pria itu tak lain tak bukan Alpha.
"Alpha!"seru Grisa terkejut
"Good night, everyone. Disini aku akan menyatakan sesuatu keseluruh dunia. Agar dunia tahu bagaimana perasaanku"
Wenna menepuk jidatnya ketika melihat Alpha berdiri diatas podium bersama Grisa.
"Ini petaka" kata Wenna menonton dari layar televisinya.
Sorot mata itu tajam. Hatinya tak karuan. Ini gila, ini bisa membuatanya gila.
"Matikan saja acaranya tidak seru" kata Fagra kepada wanita bule itu
"Ini acara bagus. Seharusnya kamu bangga negara kamu menang di nominasi ini"
Aku bangga...
Jelas, aku bangga sekali...
Dia peri kecilku...
Dia peri kecilku...
Dia yang sedang berdiri disana dengan kemilau impiannya....
Aku yang terpuruk dengan kenaifanku yang tak mampu menggapaimu...
Aku masih si pengecut, peri kecilku....
Peri kecilku, selamat untukmu yang selalu aku sayangi...
Semua terdiam. Kalimat apa yang akan di ucapkan Alpha malam ini. Siaran langsung ini mendadak mendapat rating tertinggi. Ini bukan hanya sekedar mencari rating. Ini adalah kesungguhan.
"Aku sudah menyukai wanita yang berada disampingku sejak dulu. Sejak tulisannya terbit di mading kampus. Tapi, aku hanha diam. Aku belum menjadi seperti ini. Dia terlalu berkilau saat itu. Tulisan-tulisannya begitu mempesona. Hingga aku ingin mengenalnya. Sampai takdir membawaku kembali padanya. Grisa, didepan seluruh mata dunia. Bersediakah kamu menerima ini" sebuah kotak kecil berisikan benda berharga.
Wenna merasa panas hingga menangis, melihat abangnya benar-benar sungguh kepada Ibu Direkturnya itu.
Banzo terdiam, menahan kepalan ditangannya.
Begitu juga Fagra yang menitiskan airmatanya melihat adegan yang seharusnya itu menjadi momennya.
Peri kecilku..
Aku ingin mati sekarang....
"Terima, terima...terima" sorak-sorak dari bangku penonton menggetarkan hati Grisa.
Tembok pertahanannya berkali - kali hancur dan dibangun, untuk malam ini kepingan-kepingan itu tidak dapat disusun kembali. Alpha berhasil meruntuhkan segalanya tanpa sisa. Tangan mungil Grisa meraih kotak itu.
Wenna melongos , tersedu-sedu. Begitu juga Banzo yang tak kuat menahan airmatanya. Bahkan Fagra mematikan acara yang bisa membunuhnya malam ini.
Tepuk tangan serta siulan bahagia terdengar riuh sekali. Semua orang terharu melihat pemandangan yang persis di film-film romantis itu. Grisa mengeluarkan airmatanya.
"Maafkan aku, Fagra. Aku sudah terlalu kecewa kepadamu. Hingga malam ini , kau tak kabar. Aku pergi" kata Grisa dalam hati dan tangisnya.
"Wooooooooooaaaaaaaaaaaah" seru penonton.
"Kissing...kissing!" Teriak penonton.
Grisa menggelengkan kepalanya, dan Alpha menghargai keinginan Grisa itu.
Semua akan menjadi berubah. Kehidupan baru bagi Grisapun menjelang hingga awal tahun itu. Dibawah menara Eifel, Alpha melamar Grisa dengab sebongkah cincin saphire berwarna ungu.
Malam sebelum tahun baru itu di mulai. Grisa menelpon Fagra, namun orang lain yang mengangkatnya. Suara wanita bule dengan merdu menjawab.
"Halo!"
"Iya, apakah ini kamar Fagra"
"Iya, benar"
"Siapa , honey" terdengar lirih suara Fagra memanggil wanita itu dengan sebutan honey.
Tak ada jawaban dari Grisa. Ternyata, Fagra sudah tak menginginkannya lagi.
"Thank You, Claudia. You are the best" Fagra tersenyum sendu dalam tangisnya.
Peri kecilku....
Maafkan aku....
Inilah cara terbaik untuk menghapusmu...
Memutuskan benang merah yang kita rajut...
Sekarang berakhir sudah....
Angin yang sejuk. Grisa kedinginan. Namun, tangan Alpha menggenggam erat dan memasukkannya kedalam kantong jaketnya.
"Kita berkeliling ya"
"Hu um" senyum Grisa.

"Apakah kau baik-baik saja Fagra? Warnamu memudar, Alpha datang memberi warna cerah bagiku. Apakah kau tak merindukan aku, Fagra. Dari sahabat yang selalu tulus ingin bersamamu, Grisa"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar