Aku adalah teman terbaik bahkan sahabat Flo. Aku mengenal Flo sejak SMP. Ada yang aneh dari anak perempuan itu. Dia terlalu pendiam. Tak banyak ingin berteman dengannya. Aku sempat heran dan ingin bertanya kepada, apa yang menyebabkan dia begitu aneh. Namun, tidak ada kesempatan yang pas untuk bertanya kepadanya. Akan tetapi, takdir berkata lain.
Sore itu, aku bertemu dengan seorang wanita yang anggun dan cantik sekali. Memiliki wajah yang mulus , padahal usianya sudah tidak muda lagi. Aku bertemu dengannya di toko pamanku. Wanita itu membeli peralatan dapur.
"Sore, bu. Ada yang bisa saya bantu?"
Tanyaku
"Sore. Saya mau beli panci yang ukurannya kecil. Untuk memasak bubur nasi" jawabnya dengan senyuman yang sama persis dengan Flo.
"Oh...tunggu sebentar ya, bu" aku langusng mencari panci tersebut dan menemukannya segera.
"Berapa harganya?"
"Segini, bu"
"Tidak bisa kurang?"
"Sudah harga pas, bu"
"Oh. Ya sudah tidak apa-apa. Anak saya ingin makan bubur nasi ayam"
"Anak ibu bernama Flo, ya?"
"Loh...kok tau?kamu temannya Flo ya?"
"Saya teman sekelasnya sejak SMP, bu. Tapi, saya rasa dia tidak mengenal saya" tundukku lesu
"Maaf ya, atas perlakuan anak saya" senyum itu pudar menjadi sedih diraut wajahnya.
"Apa yang terjadi dengan, Flo. Bu?"
"Tapi, bisakah kamu rahasiakan ini dari siapapun?"
"Janji, bu"
Ibunya Flo menceritakan apa yang terjadi pada Flo. Aku sangat terkejut. Adakah penyakit semacam itu. Betapa kurang beruntungnya dia, diusia masih muda sudah harus merasakan hal sepahit itu. Tidak bisa mengingat apapun setelah itu, dan kembali seperti semula ketika terbangun di pagi hari.
"Apa kamu ingin berteman dengan , Flo?"
"Saya mau bu" jawabku. Bukan karena kasihan. Tapi, karena aku memang ingin berteman dengan. Ingin mengenalnya lebih jauh. Seorang anak perempuan yang menjauhi dunia ini.
"Mulai besok, bertingkahlah mencolok. Seperti memakai aksesoris yang mudah ditandainya. Atau kebiasaan yang bisa diingatnya. Selalu setiap pagi. Dan satu lagi, bertanyalah hal yang sama setiap harinya setiap pagi. Bisakah kamu melakukannya?"
"Aku rasa bisa, Bu. Aku akan berusaha"
"Baiklah. Semoga Flo mempunyai teman yang banyak"
"Ok buk"
Syarat yang harus aku penuhi agar Flo mengingatku itu, ternyata tidaklah mudah. Aku harus mencari akal untuk menemukan ciri khasku.
Berpikir berhari-hari. Akhirnya aku temukan cara yang mencolok. Aku memakai headset yang aku gantungkan dileherku, dan setiap paginya aku duduk dibangku paling belakang sambil memakan cemilan kesukaanku, dan akan selalu bertanya hal yang sama.
Hari pertama aku menyapanya.
"Pagi, Flo"
Flo tidak menjawab dia hanya menunduk.
"Bagaimana tidrumu malam ini?"
Hari kedua masih sama. Sampai pada hari ketujuh Dia menoleh ketika aku menyapanya.
"Siapa namamu?" Tanyanya lembut
Aku menunjukkan bungkus cemilan yang bertulisan Chiki
"Chiki?" Katanya
"Iya" angguku pelan dengan senyuman kemenangan.
Lalu dia memotretku. Sebuah kamera polar yang selalu dibawanya kesekolah dia keluarkan dari dalam tasnya.
"Uwow. Untuk apa ini?" Tanyaku
"Untuk memotret"
Jepreeet....jepretan kedua. Lalu dia menyuruhku untuk menuliskan namaku dibelakang fotonya.
Dengan senyuman tulus itu , Flo meletakkan fotoku di dalam sebuah buku yang bertulisan Note of The Day.
"Itu buku apa?" Tanyaku
"Catatan harianku. Ibu menyurhku untuk membawa selalu buku ini"
Aku hanya mengangguk-angguk pelan.
Dan selanjutnya, dia mengenal namaku sebagai Chiki. Dan kami berteman. Sejak percakapan panjang kami itu , aku dan Flo semakin akrab. Kami menghabiskan waktu istirahat di taman sekolah. Flo suka kue-kue basah dan manis. Dia sangat menyukai rasa strawberry.
Hari ini, aku melihat dia bertemu dengan Alan di depan toilet. Siswa pintar dan populer. Flo menunjukkan foto Alan kepadaku. Aku sangat terkejut, mengapa harus Alan. Mengapa bukan siswa yang lainnya. Terlihat dari raut wajah Flo, dia sangat senang sekali berkenalan dengan Alan.
Sore itu, di toko paman tempat aku bekerja paruh waktu. Aku bertemu dengan Alan. Lelaki yang selama ini, diam-diam aku sukai. Tapi, aku tidak berani mengungkapkannya. Dia memakai seragam bolanya. Dengan keringat yang membasahi seluruh sergamnya.
"Hai..." sapanya
"Hai" balasku
"Aku ingin membeli minuman ion?"
Katanya membasuh handuk yang dia pegang ke wajahnya.
Aku tertegun melihatnya. Betapa kerennya Alan.
"Ini" aku menyerahkan sebotol minuman berion
"Ra, sudah berapa lama kamu bekerja disini?"
"Baru sebulan, Lan"
Kami berbincang-bincang. Tidak ada membicarakan kearah Flo. Sebenarnya aku ingin bertanya kepadanya. Sangat ingin sekali. Tapi, Alan tidak pernah berbicara kearah sana. Lalu, Alanpun berlalu dari hadapanku. Begitu singkat sekali perbincangan sore itu. Padahal aku ingin sekali ngobrol lama dengannya.
Beberapa hari kemudian. Flo mengajakku ke sebuah taman untuk menemaninya menunggu senja. Tapi, aku menolak. Karena aku harus bekerja paruh.
Sebelum toko tutup, aku bertemu dengan Alan.
"Tokonya sudah mau tutup ya?"
"Iya" aku membereskan perkakas yang ada didepan pintu masuk toko.
"Padahal aku mau membeli tong plastik"
"Berapa buah?"
"3 saja"
"Tunggu sebentar" aku mengambilkannya dan kembali dengan 3 buah tong plastik.
"Kamu sahabatnya Flo , ya?"
"Iya!"
"Ada dengannya. Mengapa dia tidak mengingatku. Padahal kami sudah beberapa kali bertemu. Gadis yang sombong!" Keluh Alan
"Hehehe....tidak ada apa-apa dengannya. Hanya saja, dia mudah melupakan sesuatu. Bahkan sesuatu yang penting sekalipun"
"Yang anehnya, mengapa dia ingin memotretku"
Jantungku berdetak aneh. Ada perasaan mengganjal dengan pernyataan Alan itu. Aku melihat wajah Alan yang sedikit sumingrah. Apa yang terjadi padaku. Rasa tidak senang dengan keadaan ini.
Alan keluar toko. Aku melihat punggung Alan berlalu. Sudah hampir 2 tahun ini aku tetap menjadi penggemar rahasianya. Aku harus mengatakan pada Flo untuk menjauhi. Aku tak ingin Alan juga harus di rebut sahabatku seperti yang lalu-lalu. Jahatkah aku, pikirku.
Pagi yang indah, aku menikmati pagi ini dengan cemilan yang aku sukai. Chiki. Dan Flo membawa beberapa bungkus untukku pagi ini. Kami menghabiskannya ditaman sekolah bersama Alan. Disini ada Alan, sudah beberapa kali kami makan bersama Alan ditaman sekolah. Itu menyenangkan. Bahkan hatiku juga senang. Namun, ketika aku melihat keakraban Alan dan Flo itu membuat dada sesak. Hanya saja aku tidak bisa mengungkapkannya melalui kata-kata.
"Flo, mau ini?" Tanya Alan kepada Flo sambil menunjukkan brosur Pancake.
"Waaah...mau...mau....aku suka pancake rasa strawberry" jawab Flo tersenyum sumngirah.
"Lebih enak melon"
"Ga"
"Melon"
"Hahahahaha...."
Mereka tertawa bersama. Tawa yang saling menggemari dalam diam. Dan aku tidak menyukai keadaan ini.
"Flo, aku ke toilet sebentar" aku segera beranjak dari taman.
Tidak tahan, entah mengapa. Apakah aku cemburu. Mereka tertawa bersama, hanya aku yang melihat itu tidak menyenangkan. Jahatkah aku.
Sepulang sekolah. Dikelas hanya ada aku dan Flo. Aku mulai merapikan tas sekolahku. Tiba-tiba Flo bertanya hal yang paling membuay aku terkejut.
"Chiki, sepertinya kamu benci Alan, ya?" Tanya Flo
"Tidak" jawabku dengan wajah yang datar
"Lalu kenapa sikapmu seperti membencinya"
"Itu hanya perasaanmu saja, Flo" aku mencoba untuk tidak beraksi aneh yang membuat Flo semakin bertanya-tanya
"Oh..."
"Sudahlah. Mau pulang bareng?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan ini
"Tidak, Alan ingin mengajakku ke sebuah kafe pancake"
"Hm....baiklah. selamat bersenang-senang"
Mereka hendak pergi makan pancake bareng. Ini aneh sekali. Aku , aku tidak menyukainya. Apakah aku jahat. Aku tak ingin Alan menyukai Flo. Apa yang membuat Flo begitu di inginkan Alan. Bahkan aku sudah mengenal Alan lebih dari Flo. Walaupun sebenarnya Alan sudah mengenal Flo lebih dari yang Flo tahu.
Aku harus segera ketoko. Tapi, hari ini aku tidak ada jadwal jaga toko.
Diam-diam aku mengikuti Flo dan Alan pergi ke toko Pancake yang baru buka. Ramai sekali. Antrian padat.
Aku bersembunyi dibalik pohon besar di depan toko. Menyamar. Menyaksikan keakraban mereka berdua.
Aku melihat Alan menyuruh Flo duduk untuk menunggu. Alan rela berdiri lama untuk mengantri. Aku tidak suka melihat pemandangan ini. Ingin aku pergi, tapi kakiku tidak bisa melangkah. Rasanya ingin melihat adegan berikutnya.
Alan memberikan pancake kepada Flo. Ini sangat menyiksa, tapi mengapa aku masih tetap melihatnya. Aku tahu ini menyakitkan. Tapi, anehnya aku ingin melihat kembali kelanjutannya.
Adegan yang membuat airmataku mengalir. Sakit. Sakit sekali. Melihat Alan menyuapkan pancake miliknya ke mulut Flo. Hatiku, terasa perih. Sesak. Aku iri. Mengapa bukan aku saja yang berada disitu. Tak lama kemudian. Flo meyuapkan pancake miliknya ke arah Alan. Aku sudah tidak tahan. Aku harus pergi. Airmataku sudah mengalir deras. Kejam sekali semesta ini. Mengapa aku harus melihat kejadian ini. Aku juga yang salah. Mengapa rasa penasaranku begitu besar sehingga membuat aku yang terluka. Alan, dia benar-benar sudah menguasai pikiranku. Dan menyiksa hidupku saat ini.
Aku berlari kerumah. Mengunci kamar. Menjerit dibalik bantal. Aku ingin lenyap saja. Apa yang harus aku lakukan. Apa aki harus mengatakan hal yang aku rasakan kepada Alan.
Tak ingin ada yang tahu, aku menyimpannya selama ini. Tapi, ini sudah membuncah kelangi-langit batas kesabaranku. Aku harus mengatakan kepada Alan apa yang aku rasakan. Aku tak ingin kehilangan Alan dan Flo. Egoiskah aku. Entahlah.
Siang itu pulang sekolah. Flo mengajakku ketaman.
Chiki, hari ini aku berjanji dengan Alan ditaman kota. Apa kau mau ikut?" Tanyanya padaku. Aku masih berpikir inikah saat yang tepat untuk mengatakan kepada Flo jika aku menyukai Alan selama ini.
"Boleh. Aku juga tidak ada kerjaan sore ini. Apa aku tidak mengganggu?" Bohongku, padahal aku harus menjaga toko sore ini.
"Tidak..tidak...... malah aku jadi Senang!" Flo mengembangkan senyum tulusnya.
Aku jahat. Aku jahat.
"Sebentar, aku mau ke toilet"
Mencuci muka, menarik nafas dalam-dalam. Aku tidak jahat. Aku hanya tidak ingin kehilangan keduanya. Aku tidak ingin kehilangan Alan orang yang aku sukai. Dan juga tidak ingin kehilangan Flo, sahabat yang memiliki hati yang tulus itu.
Aku tersentak, aku melihat Alan sedang berjalan sendiri menuju parkiran sepeda.
"Alan!" Panggilku
Dia berbalik dan berjalan ke arahku.
"Ada apa, Ra?"
"Kamu hari ini ada janji dengan Flo ditaman"
"Iya. Ada apa?"
"Sebaiknya kamu jauhi dia. Aku tak ingin Flo terluka. Aku tahu kamu, Lan. Penggemarmu akan melukai Flo. Ingat kejadian waktu di SMP dulu. Honey, sahabatku terluka parah akibat penggemarnu yang brutal. Dan aku tak ingin itu terjadi lagi kepada Flo, sahabatku"
"Aku...aku menyukainya, Ra. Sungguh aku tulus menyukainya"
"Jika kamu menyukainya, maka jauhi dirinya. Apa kamu ingin menyakitinya. Hidupnya sudah terlalu sakit, Lan. Dia tidak bisa mengingat apapun itu setelah dia bangun tidur. Semua akan terlupakan. Dan kamu, juga akan dilupakannya. Dia mengingatmu hanya karena ingin memotretmu. Tidak lebih dari itu. Ingat, Lan. Aku tak ingin kehilangan dia"
"Ternyata kamu, egois. Ra. Biarkan aku disamping Flo. Itu tidak akan mengubah persahabatan kalian"
"Tidaaak...!!! Aku tidak akan menyetujui. Aku akan egois untuk hal ini. Aku tak ingin kehilangan Flo dan Kamu!"
"Aku? Kenapa harus takut kehilanganku?"
"Sudah cukup, Lan. Aku sudah tidak tahan. Aku cemburu melihat keakraban kalian berdua. Sakit sekali. Aku menyukaimu selama dua tahun ini. Bahkan Honey sahabatku sendiri. Kamu juga sudah mengambil Honey dariku dan aku kehilanganmu juga. Aku tak ingin itu terjadi lagi"
Alan mematung sesaat.
"Maaf!aku tidak bisa. Aku tidak bisa membohongi perasaanku" Alan berlalu.
"Jika kamu menemuinya sore ini. Maka kamu juga akan kehilangan Flo, seperti kamu kehilangan Honey"
Alan berhenti sejenak. Pandangan Alan menjadi aneh. Marah. Aku tahu itu.
"Aku tidak main-main Alan"
Alan tak bergerak. Dia masih mematung di posisinya yang masih berdiri memunggungiku.
"Baiklah. Jaga Flo untukku, Ra. Tolong katakan padanya jangan lupakan aku. Aku pergi"
Alan pergi. Lega, tidak juga. Aku jahat. Jahat sekali. Tidak aku tidak jahat. Aku tak ingin Flo terluka. Apakah ini keinginanku yang kejam. Sebenarnya siapa yang akan terluka dalam hal ini. Aku, hanya aku.
Ditaman kota, Flo bercerita kepadaku. Semua tentang kebersamaanya dengan Alan. Sambil membaca buku harian Flo.
"Kamu jatuh cinta pada , Alan ya?" Tanyaku tiba-tiba menahan sesak didada.
"Jatuh cinta?"
"Iya"
"Mengapa setiap kali menyebut kata Alan, pipimu merona dan senyummu aneh"
"Tidak...tidak. aku tidak jatuh cinta dengannya"
"Flo, kamu bisa membohongi orang lain. Tapi, catatan ini. Apa yang bisa kamu bohongi disini"
Aku terdiam sesaat dan Flo juga termenung mendengar pernyataanku.
Flo memandang kosong kedepan. Mungkin dia sedang memikirkan sesuatu.
"Flo, aku tahu kamu mengaguminya. Tapi, aku harap kamu jangan terlalu berharap pada Alan. Dia itu banyak penggemarnya"
"Jadi"
"Tidak ada jadi-jadi, Flo. Cukup hanya mengaguminya. Tidak boleh lebih dari itu. Ntar, kamu sendiri yang menderita"
Kembali Flo terdiam.
Apakah aku jahat? Apakah aku egois. Aku tak ingin terluka.
Hari semakin malam dan mendung. Alan tidak juga kunjung datang berarti Alan memenuhi janjinya padaku. Aku tersenyum dalam hati. Tapi, aku melihat wajah kekecewaan yang mendalam Flo.
"Lama sekali. Sudah hampir malam" kataku melihat jam tanganku.
"Tunggu sebentar"
"Ini mau hujan, Flo. Sebaiknya kita pulang" Bujukku.
"Tapi, aku sudah berjanji dengan Alan"
"Sudahlah. Dia tidak mengingat janjimu"
"Tidak mungkin. Aku tetap menunggu disini"
"Flo, jangan keras kepala. Sejak kapan kamu sekeras ini. Alan mengubahmu menjadi aneh" kataku beranjak dari duduk.
"Aku akan menunggu Alan"
"Ini sudah rintik-rintik, Flo. Ayo pulang"
"Tidak!!!" Teriaknya. Yang membuatku agak kesal keinginannya itu. Aku menjadi kesal terlebih dengan tingkah Flo yang mau menunggu Alan.
"Baiklah. Aku pulang dulu. Ini hampir hujan. Aku tak ingin sakit" Aku berlalu meninggalkan Flo sendirian di taman itu.
Tapi, tidak benar-benar meninggalkannya. Langkahku terhenti. Ada perasaan tidak enak meninggalkan Flo sendirian di hari yang mendung sudah mau hujan ini.
Suara gemuruh geluduk sudah hilir mudik sana sini. Aku berhenti di pintu masuk taman.
15 menit berlalu, hujan mulai turun. Aku melihat Alan memakai baju seragam olahraga, hendak memasuki pintu taman. Aku mencegahnya. Ini tidak boleh terjadi.
"Alan!" Panggilku.
Alan menoleh .
"Ada apa?" Tanya seperti terburu-buru
"Jangan masuk" kataku menitiskan airmata
"Flo, sudah menunggu lama. Aku tak ingin dia kecewa"
"Jika kamu masuk, maka Flo yang akan menghilang dari kehidupanmu"
"Ada apa denganmu, Ra. Bukankah kalian bersahabat. Bukankah hanya kamu sahabatnya"
"Iya, karena itu. Hanya Flo sahabatku dan hanya aku sahabatnya Flo. Aku tak ingin kejadian itu terulang lagi, Lan"
"Flo, kamu jahat"
"Aku akan lebih jahat lagi, Lan. Jika kamu melanjutkan langkah kakimu masuk menemui Flo. Aku tidak main-main"
"Ada apa sih, Ra?"
"Sudah kubilang, aku menyukai selama ini. Aku tak ingin kamu dimiliki orang lain, selain aku. Apalagi dengan sahbatku. Kamu mengerti" aku sudah mengatakannya. Alan mematung. Petir pun menggelegar. Hujan turun. Kami saling mematung. Tak ada sepatah katapun yang terlontar dari mulut Alan dan Aku. Hujan semakin lebat, sangat lebat.
Flo, ditengah hujan menerobos keluar taman. Dia tidak melihat aku dan Alan sedang berdiri di arah beresebrangan dari arah Flo keluar. Alan melihat Flo, aku menahan tangan Alan.
"Aku tidak main-main , Lan. Menjauh lah"
Alan terdiam.
"Jangan pernah lagi mendekat"
"Kamu jahat"
"Aku memang jahat. Jahat sekali"
"Aku berpikir, bahwa yang terjadi pada Honey juga ulahmu"
"Hehehehe....akhirnya kamu menyadarinya. Apa kamu ingin Flo seperti Honey?. Menghilang selamanya.
"Kamu...kamu...tidak pantas disebut sahabat, Ra"
"Pesanku jangan dekati Flo. Dia masih polos dan jangan pernah kamu beri tahu alasannya. Menjauhlah dari dia. Jauh sejauhnya. Sakiti dia , dengan cara menghilang tanpa kabar"
Alan masih mematung. Aku meninggalkannya ditengah hujan. Aku pulang dengan hati yang menggelora. Apa yang sudah aku lakukan. Apakah kejadian itu akan terjadi lagi. Jika Alan mendekati Flo. Aku kembali jahat. Aku sudah gila hanya karena ingin memiliki Alan.
Keesokan paginya, Aku tidak melihat Flo datang kesekolah. Aku tanya pada ibunya. Bahwa Flo terkena demam, karena hujan-hujanan pulang kemarin sore.
Aku menjenguknya, sambil membawa pancake strawberry kesukaannya.
Wajah Flo termenung, kosong dan hampa. Ada apa dengannya. Apakah dia sekecewa itu, ketika Alan tidak menepati janjinya. Seperti tidak ada semangat dalam dirinya.
"Pancake strawberry. Alan menitipkannya kepadaku. Dia minta maaf kemarin tidak menepati janjinya" aku berbohong lagi padanya untuk menyenangkan hati Flo
"Kemarin? Janji apa?" Tanya Flo heran. Berarti Flo tidak mencatat kejadiannya kemarin.
"Apa yang menyebabkanmu sakit, Flo?"
"Aku tidak tahu, tadi pagi aku bangun badanku panas. Ibu melarangku sekolah"
"Mana buku harianmu?" Tanyaku
"Didalam tas"
Aku mulai membuka lembar terakhir kali Flo menulis. Aku melihat tulisan tangan Alan disitu. Sebuah tulisan janji bertemu ditaman. Hatiku bergejolak. Kejutan apa yang ingin disampaikan Alan pada Flo. Kejutan menyenangkan apa itu. Aku penasaran.
"Semalam kamu tidak menulis apa-apa, Flo?" Kataku ingin sekali mencoret tulisan Alan.
"Aku tidak tahu"
Akhirnya Aku menuliskan kejadian kemarin di buku harian itu. Tulisan yang akan membuat Flo membenci Alan. Setelah menuliskan dibuku harian Flo, aku pamit pulang.
Lega, tidak juga. Tapi, aku senang. Flo akan melupakan Alan. Dan selanjutnya, aku akan tetap berteman dengan Flo dan sudah dipastikan Aku tidak akan kehilangan Alan untuk kedua kalinya hanya karena sahabat.
Aku pamit.
Hari berganti hari, Aku tidak pernah melihat Alan mendekati Flo. Luar biasa sekali. Tulisanku berhasil membuat Flo membenci Alan. Aku melihat sudah tidak ada lagi foto-foto Alan dalam buku hariannya. Dan begitu juga Alan, menepati janjinya. Lelaki yang baik, selalu menepati janjinya. Itulah mengapa aku menyukai Alan.
Lelaki yang sempurna. Dan aku harus mendapatkannya.
Aku tetap bersahabat dengan Flo, selamanya. Tidak boleh ada yang memisahkan kami lagi.
kumpulan-kumpulan tulisanku yang sebenarnya tak berupa tulisan...hahahaha selamat membaca!!! semoga bermanfaat eaaah....
Selasa, 03 Mei 2016
Short part II
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar