Aku mengenalnya sejak dibangku SMP. Dia adalah murid pindahan dari sekolah luar kota. Lalu aku tak menyangka dia adalah tetanggaku sekarang. Dan kamipun satu sekolah. Awalnya kami tidak pernah menyapa. Tapo setelah dia mendaftarkan diri disekolahku, dan sekelas denganku. Dia mulai menyapaku. Aku kira dia anak yang sombong seperti orang kaya lainnya.
"Pagi, Via!" Sapanya dengan senyuman terindah pagi ini.
"Pagi, Vid" sapaku balik dengan senyumanku yang menyimpan rasa gembira karena ada yang menyapaku sepagi ini.
Dan awal sapaan itu, aku dan dia mulai mengobrol bareng, pulang sekolah bareng dan mengerjakan PR bersama. Intesitas pertemuan kami sangat sering. Itu yang membuat rasa aneh ini tumbuh. Aku mulai diam-diam menyukainya. Dia yang selalu aku harapkan datang kerumah untuk mengerjakan PR bersama. Yang aku harapkan sepulang sekolah berjalan bersama. Yang aku harapkan selalu bersama sepanjang hari. Bahkan aku terlihat bertingkah aneh, dihadapannya. Namun dia tidak menyadari hal itu.
"Tak apalah jika aku hanya dianggap sebagai seorang teman olehnya. Tapi perasaanku tidak akan berubah. Aku akan selalu menganggapnya seorang spesial dalam hidupku. Sampai kapanpun itu" lirihku dalam hati ketika kami berjalan berdua sepanjang pulang sekolah.
Mentari senja sore itu berwarna orange cerah sekali. Dia memandang wajahku dan berkata.
"Sepertinya aku menyukai seseorang!"
"Siapa itu?" Tanyaku heran dengan wajah mematung lidah terasa kelu dan aku tak mampu menelan ludahku sendiri. Waktu terasa lamban sekali untuk menanti jawaban itu, seperdetik terasa lama.
"Dia seseorang yang selama ini selalu bersamaku, dia membuat hari-hariku tersenyum bahagia. Dia juga membuatku merasa nyaman"
Aku hanya terdiam tak berkutik sedikitpun. Untuk mengedipkan mata saja sulit, karena aku tak ingin mengalihkan pandanganku dari bibirnya yang hendak berucap siapa seseorang yang dia sukai itu.
"Dia perempuan yang baik, selalu mensupportku dalam segala hal. Dia selalu membantuku disaat susah. Dan aku mulai menyukainya sejak sapaan pertama, eh...tidak, tapi sejak pandangan pertama"
Aku masih saja diam dan tak berani mengatakan padanya "ayoh lah, jangan buat aku penasaran"
"Dia sedang menungguku disana, disana diujung belahan bumi lainnya. Jepang, dia sedang menungguku dijepang"
Aku, aku bahkan mau mati ketika mendengarkan kalimat terakhir itu. Siapa perempuan yang sedang menunggunya dijepang. Dan membuatnya jatuh hati pada perempuan itu. Aku, aku tak ingin kelihat kecewa didepannya. Dengan penuh senyuman terluka.
"Sebaiknya kau katakan apa yang kau rasakan itu. Karena akan terasa sesak didada jika hanya kau simpan sendiri rasa itu. Sakit sekali jika kau menyimpannya , dan yang kau simpan tak ada balasan. Itu sakit sekali"
"Heh....aku sudah mengatakannya. Tapi, dia hanya diam. Makanya dari itu aku harus bisa menjemputnya kesana. Mau kan kita belajar bahasa jepang bareng?"
"Heh....."aku sangat terkejut, apa dia tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini. Sangat pedih sekali, sangat membuatku ingin berteriak menangis sekuatnya. Tapi, dia masih mengajakku untuk belajar bersama.
"Ya...ya" bujuknya
"Hu um!" Aku hanya tersenyum tanpa ada alasan yang tepat kenapa aku harus mempelajari bahasa asing itu. Dan itu memulai aku untuk tidak menyertakan perasaanku yang semakin gila ini. Aku dan dia akhirnya memutuskan untuk les bahasa jepang. Sekali lagi, aku harus bersikap tudak terjadi apa-apa dengan perasaanku. Namun, didalam lubuk hatiku ini sangatlah sesak sekali jika aku mendukungnya untuk tetap menanti perempuan yang tinggal dijepang itu. Awalnya aku sama sekali tidak tertarik dengan bahasa jepang bahkan aku harus mempelajari kebudayaannnya. Itu bukan aku sekali, tapi demi dia yang telah menghancurkan sedikit kepingan hatiku ini, aku berusaha untuk tetap selalu ada untukknya. Karena aku sudah berjanji pada diriku sendiri, karena aku akan selalu ada untuknya sampai kapanpun itu.
Selama kami bersama aku memang merasa nyaman, aku merasa bisa mengobrol sepuasnya dengannya, dia memahamiku sekali dan aku juga memahaminya. Apakah perempuan dijepang itu bisa memberikan perhatian dan kenyamanan kepadanya.
"Suatu saat nanti kita harus kejepang" katanya bersemangat
"Untuk apa?"
"Kau juga harus ikut. Akan aku tunjukkan tempat terindah dijepang. Apalagi bunga sakuranya kau akan melihatnya bersamaku nanti"
"..." aku hanya terdiam, dan membayangkan apa yang dikatakannya. Bukanlah itu indah sekali. Sepertinya aku mulai menginginkannya lagi. Menginginkannya untuk menjadi milikku.
"Kita akan pergi bertiga ketaman kota yang sepanjang jalan dipenuhi pohon cherry blossom" katanya yang membuat hatiku menjadi rapuh dah sedikit terusik.
"Aku hanya ingin berdua saja" lirihku
"Apa? Kau ngomong apa?" Tanyanya yang aku tahu dia tidak mendengarkanku dengan jelas
"Tidak apa-apa" jawabku dengan sebuah senyuman.
Padang rumput yang membawaku kearah lebih indah ditumbuhi semak belukar dan pohon duri. Aku tidak sanggup dengan situasi seperti ini. Awan yang beriring membawa segala keluhku dalam hembusan angin. Rasa yang aku rasakan ini adalah rasa bimbang yang aku buat sendiri. Aku tidak sanggup berpindah, kakiku sudah tertancap dalam kekubangan lumpur yang sama. Aku ingin menyudahi rasa pahit ini, tapi aku tidak bisa, karena aku tidak ingin membiasakan diri untuk perasaan lain. Seperti seribu musim lainnya yang berganti, namun hanya ada 1 bulan dimalam hari yang menyinari setiap kepingan hati yang merasa kesepian. Dingin malam yang menyelimuti juga akan menemani sebuah rasa yang aku rasakan sangat mengecewakan. Apakah sebuah lagu yang mampu menceritakan kisahku ini, aku rasa tidak ada.
Aku harus menyukai sesuatu yang tidak aku suka demi seseorang yang telah tak sengaja mencampakkan aku. Aku harus tetap dalam posisi seperti ini, karena aku tak ingin kehilangan dirinya.
"Minggu depan aku pindah" katanya yang membuatku lebih terguncang hebat dari pernyataannya bahwa dia menyukai orang lain.
"Kenapa?"
"Orang tuaku ditugaskan diluar kota lagi. Kau tahu kan ini zaman sudah gila, sebagai abdi negara ayahku harus patuh pada pemerintah" jawabnya
"Jadi" wajahku tak bisa menyembunyikan rasa sedih itu. Ini rasa sedih bercampur aduk. Karena aku harus berpisah dengannya. Karena aku sudah lama ingin menangis karena perasaan yang sesak ini.
"Sudahlah tak perlu bersedih. Kita masih bisa telpon-telponan" katanya menenangkan hatiku.
"Janji, ya. Kau selalu menelpon aku" kataku bersemangat megusap rasa sedih dihatiku. Aku rasa itu sudah cukup bahwa dia akan mengingatku selamanya.
"Aku janji" katanya sambil menunjukkan kelingkingnya sebagaitanda janjinya adalah hal yang harus ditepatinya.
Awal yang sulit, karena sudah hampir setahun aku menghabiskan hari-hariku bersamanya. Dan aku tidak pernah membayangkan bahwa dia kan pergi secepat ini. Aku benar-benar kehilangan, namun kami sudah berjanji akan selalu berkomunikasi. Itu yang membuat aku bersemangat. Setiap hari suara telpon rumahku adalah hal yang paling aku tunggu. Setelah pulang sekolah, aku tetap melanjutkan les bahasa jepangku. Bahkan aku mulai menonton dorama jepang yang ada di televisi. Dan aku selalu menanti deringan telfon. Dia menepati janjinya, setiap pukul 6 sore dia selalu menelpon. Bertanya apa yang terjadi disekolah, apa yang terjadi dengan diriku selama hari ini. Kadang kami bercerita tentang dorama yang sama-sama kami tonton itu. Aku benar-benar ingin bertemu dengannya. Jarak yang begitu jauh mengurungkan niatku itu. Lagipula, diusiaku yang masih muda ini, mana mungkin aku berlari menemuinya. Jarak kami begitu jauh.
"Apa kau tidak merindukanku?" Tanyanya diselingan pembicaraan kami
"Tidak, hahahaha" aku berbohong, sebenarnya aku ingin bertemu denganmu, ingin menikmati hari-hari bersama, menghabiskan di les bahasa jepang, menghabiskan waktu yang tersisa hingga malam. Bermain sepeda mengitari sungai dibelakang pabrik kayu. Kenangan itu muncul secara tiba-tiba, dan membuat aku menitiskan airmata, begitu waktu cepatnya berlalu. Dia cinta pertamaku telah pergi jauh bersama jarak yang tak dapat kugapai.
"Padahal aku kangen berat" katanya yang membuat hatiku terhenyak dan ingin berterika "aku juga kangen" tapi bibir ini kelu sekali. Tak sanggup aku menahannya.
"Hehehehe, aku disuruh ibuku belanja mini market. Sudah ya!" Kataku menutup telponnya secara sepihak tanpa mendengarkan balasan darinya. Aku masuk kekamarku, dan menangis sejadinya, aku benar-benar merindukannya. Merindukannya sekali. Ini sangatlah sulit sekali. Sulit bagiku untuk bercerita kepada siapa. Jika berxeritankepada orang maka aku akan dianggap peremouan bodoh yang masih bertahan pada perasaan yang tak terbalas itu. Tapi, aku hanya ingin perasaan ini tetap ada selamanya untuknya.
Waktu terus berlalu, aku sudah masuk ke SMA, aku menemukan teman baru, bahkan diantara teman-temanku itu ada yang menaruh perasaanya kepadaku. Namun aku tidak perduli, rasa yang laly maish tersisa banyak. Walaupun sekarangnkami jarang berkomunikasi lewat telpon. Biasanya setiap hari, kini jadi berkurang seminggu sekali, bahkan semakin kesini semakin berkurang. Sudah hampir dua minggu dia tidak memberi kabarku. Bahkan sepucuk surat terakhir aku terima ketika diakhir tahun lalu. Dia mengatakan bahwa dia mendapatkan beasiswa kejepang. Aku merasa senang membacanya. Lalu dia memberikan alamat emailnya. Sekarang komunikasi kami lewat email. Didaerah seperti ini, mana mungkin ada internet. Sangat sulit sekali bagiku untuk menghubunginya. Email, itu hal yang baru di desa kami ini. Jadi, aku memastikan bahwa kami sudah putus untuk berkomunikasi. Namun, bukan berarti aku memutuskan perasaan ini. Aku tidak mencoba membenci apa yang disukainya. Aku tetap menyukai bahasa jepang, aku tetap menyukai dorama jepang, aku menyukai kartun jepang, bahkan kebudayaannya.
"Aku ingin memakai kimono" kataku padanya suatu hari disaat gerimis
"Kita akan memakai nanti, tenang saja" katanya yang membuatku berharap aku dan dia berjalan mengitari kebun sakura memakai kimono dan yukatta di musim semi.
Tidak ada perubahan yang sangat besar. Perasaanku tetap aku bawa selama aku di SMA. Tidak aku buka sedikitpun hati ini kepada siapapun, bahkan aku dijuluki perempuan sombong yang menolak hubungan yang tanpa komitmen itu. Aku tidak perduli hal itu, aku hanya ingin tetap menjaganya dan tanpa komunikasi. Jika ada jalan yang terbuka maka aku akan berkomunikasi dengannya. 3 tahun tanpa komuniksi, namun aku tetap bertahan, aku tidak tahu kabarnya, apakah dia sudah menyelesaikan sekolahnya, apakah dia sudah bekerja atau apakah dia sudah bertemu dengan perempuan yang disukainya itu. Aku terus bertanya dalam hati.
Aku melanjutkan pendidikanku, sudah hampir 5 tahun hatiku tertutup oleh perasaanku yang mulai terkikis oleh waktu, namun tidak sepenuhnya hilang. Aku masih mengingat wajahnya yang terakhir kali ketika SMP dulu. Ini dimana aku bisa berjalan sendiri tanpa harus mengingatnya. Banyak pria yang baik dihadapanku. Dan aku mulai menemukannya. Secara fisik dia jauh berbeda dengannya. Tapi, pria baru ini mengingatkanku pada dirinya. Pria yang suka menyenangkan hatiku. Dia baik sekali, bahkan dia juga menyukai bahasa jepang.
"Lain kali kita kejepang bersama yuk" ajaknya di senja sore
"Heh..." aku heran, janji itu sama dengan janji pria yang aku tidak tahu keberadaannya sekarang.
"Aku janji" katanya persis sama yang dilakukan oleh dia yang aku ingin melupakannya.
"Hu um" jawaban yang sama.
Tapi, mengapa ada keganjalan dihatiku. Aku tak ingin pria baru ini aku manfaatkan hanya untuk menyembuhkan rasa rinduku pada dia yang disana. Aku jahat sekali, aku berpura-pura menerimanya hanya untuk kekejian ini. Hingga aku diperkenalkan oleh pria baru ini dengan dunia cyber. Dia mengajariku cara membuat email. Aku jadi teringat, dia yang jauh disana memberikan alamat emailnya. Dia baik sekali mengajariku dengan sabar apa yang aku tidak tahu. Kami berdua memiliki kemiripan sekarang. Dan aku mencoba menerimanya walaupun didalam hatiku berkata lain. Ini kesempatanku untuk berkomunikasi dengan dia yang jauh disana. Pria baru ini membuka jalanku untuk kembali ke dia yang jauh disana.
"Terima kasih" kataku padanya
"Hehehe. Zaman sudah modern, kau harus belajar lebih banyak lagi. Aku gak mau perempuanku bodoh" katanya mengusap-usap kepalaku. Ini untuk pertama kalinya kepalaku diusap-usap oleh seorang pria.
"Iya" jawabku dengan senyuman, dan hatiku berdetak aneh. Apakah aku mulai menyukai pria baru ini. Akupun masih bimbang.
Malam-malamkupun dihabiskan dengan telfon-telfonan dan ber-sms-an dengan pria baru itu. Aku merasa nyaman dengannya. Dan aku mulai menyingkirkan rasa yang lalu itu pelan-pelan. Aku akan berusaha hanya memandang pria baru itu.
Hingga suatu siang, aku tidak ada kuliah. Aku mencoba membuka emailku, dan mengirimkan sebuah pesan singkat untuk dia yang jauh disana.
"Domo, genki desuka?" Sangat singkat sekali. Karena aku bingung harus memulai cerita darimana. Aku menunggu balasannya selama sejam. Namun tidak ada balasan darinya. "Apa alamat emailnya sudah ganti" tanyaku dalam hati, dan moodku menjadi berubah. Aku kesal, karena dia yang jauh disana tidak membalas emailku. Namun, rasa itu hilang ketika aku melihat wajah pria baru itu hadir dihadapanku. Betapa jahatnya aku merahasiakan masa laluku padanya, padahal dia sudah menceritakan masa lalunya padaku. Tapi, masa laluku ini masih berlangsung, aku tak ingin dia kecewa terhadapku. Biarlah kupendam sendiri apa yang aku rasakan bersama masa laluku.
Seminggu setelah aku mengirimkan pesan singkat ke email dia yang jauh disana. Namun tidak ada balasan sama sekali. Dan akhirnya aku menyerah tidak akan menunggu balasannya. Aku memantapkan sekali lagi, bahwa dia yang jauh disana tidak akan pernah mengingatku lagi. Dan aku memulai kembali dengan pria baru itu. Menghabiskan hari bersamanya. Hingga pria baru itu melamarku. Dipertengahan aku masih kuliah. Aku masih bimbang harus menjawab apa. Orang tuaku masih menginginkan aku berkuliah. Namun, dia tidak memaksa.
"Jujur aku mau bilang. Sepertinya ada yang kau sembunyikan dariku" katanya yang membuatku mataku melotot
"Tidak ada"
"Alasan belum terima lamaranku bukan karena orang tuamu yang ingin selesaikan kuliah itu bohongkan" katanya dingin. Raut wajahnya berubah. Apakah dia sudah tahu. Tapi tahu dari siapa. Perasaanku ini tidak ada yang tahu. Aku tidak pernah menceritakan kisahku ini kesiapapun, bahkan kepada orang tuaku, keluargaku bahkan kesahabat sekalipun.
"Heh..." aku hanya bisa terdiam.
"Aku minta maaf sudah membaca isi dari emailmu, tadi pagi. Siapa pria itu? Sepertinya dia mencintaimu sudah lama" jelasnya menundukkan kepalanya. Aku berpikir keras, email dari seorang pria. Itu bukankah balasan dari dia yang jauh disana. Hari ini perasaanku bercampur aduk. Aku sedih melihat wajah pria baru itu menjadi murung. Aku tidak pernah melihat wajah pria baru itu semurung ini. Aku, aku bisa merasakannya. Meraskaan perasaan yang dirasakam pria baru itu. Perasaan yang aku rasakan 6 tahun yang lalu. Namun disisi yang lain aku merasa senang sekali. Dia yang jauh disana membalas emailku. Akhirnya komunikasi terbuka lagi. Ingin rasanya aku berlari segera membaca balasan darinya. Apa yabg dikatakan sampai membuat pria baru ini murung. Tapi, tak mungkin aku berlari sekarang, karena akan membuat pria baru ini akan semakin sakit hati. Akhirnya aku memberanikan diri untuk menceritkan semuanya.
"Aku bisa terima" katanya setelah aku selesai menceritakan semuanya
"Terima kasih"
"Untuk saat ini kita intropeksi diri kita masing-masing"
"Iya" jawabku, yang untuk pertama kalinya aku membuat orang lain memangis karenaku.
Keesokan harinya, aku membuka balasan dari pria yang jauh disana.
"Domo, watasi wa genki, anata??.....baka....!!baka.....!!! Kenapa baru sekarang mengemailku. Kau tahu, betapa rindunya aku. Aku rindu suaramu, aku ingin melihatmu yang sekarang. Kau tahu, setiap hari aku selalu berharap ada email darimu. Tapi kau tidak mengirimkan sepatah katapun. Apa kau sudah lupa denganku. Aku, benar-benar merindukanmu. Ada yang ingin aku katakan sejak dahulu. Perempuan yang aku sukai adalah kau. Namun, aku tidak berani, sepertinya kau menyukai pria lain. Buktinya kau tidak pernah menunjukkan rasa yang sama denganku. Bahkan telah berpisah aku tidak bisa mengutarakannya. Bahkan ketika aku mengatakan rindu, kau tidak rindu. Jadi, aku simpulkan bahwa kau tidak menyukaiku. Perempuan jepang itu hanya sebagai alasanku untuk melihat wajahmu. Ternyata kau tidak menunjukkan rasa cemburu. Sebenarnya aku sedih ketika harus berpisah denganmu. Aishiteru, hontoni aishiteru"
Airmataku, meleleh seketika. Selama 7 tahun ini ternyata cintaku terbalaskan dalam kediaman. Aku, aku benar-benar senang ketika mendapatkan email pernyataan itu darinya. Dan telah kuputuskan untuk tetap menunggunya disini, sampai dia pulang dari merantau disana. Aku benar-benar mencintainya. Penantianku selama 7 tahun yang tetap bertahan padanya adalah merupakan kepastian yang aku sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa depan. Aku dan dia akan memakai kimono dan yukatta bersama dan berjalan disepanjang taman kota yang ditumbuhi bunga sakura, seperti mimpi kami dahulu. Aku dan dia.
kumpulan-kumpulan tulisanku yang sebenarnya tak berupa tulisan...hahahaha selamat membaca!!! semoga bermanfaat eaaah....
Senin, 24 Maret 2014
Aku dan Dia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar