You are my
Perfect One
chapter 7
Putus
“Gis…kita
putus saja ya” kata Ridan di bangku kantin sekolah
“eh…putus?”
aku heran. Untuk pertama kalinya aku mendengar seorang laki-laki mengatakan
putus padaku. Dan hal itu paling pamalih bagi seorang perempuan yang diputuskan
oleh seorang laki-laki. Ini tidak seperti cerita Reni yang diputuskan oleh
seseorang yang pernah dekat dengannya. Dan ini juga bukan sama halnya seperti
cerita Eva yang selalu bercerita bahwa dia dan Candra selalu jalan bersama
setiap kali dia tidak ngumpul dengan kami.
Jalan
bersama. Aku tidak pernah jalan bersama. Lain cerita dengan Eva yang selali
dijenguk oleh Candra setiap malam minggu. Ridan tidak pernah melakukan itu.
Kami selalu terlihat bersama ketika disekolah saja. Pulangpun jarang bersama
kecuali para sahabatku les. Dan itu dapat dihitung dengan jari berapa kali kami
pulang berdua.
Hari
ini, tepat 2 bulan kami bersama Ridan berkata putus kepadaku.
“iya
Putus, Gis. Setelah aku melakukan pendekatan sama kamu beberapa bulan ini. Aku
mencoba juga melakukan pendekatan dengan Evi. Ternyata Evi juga asik diajak
ngobrol. Dan dia juga menyukai aku”
Aku
terdiam, mulutku kaku. Lalu kenapa airmataku yang bergerak mengalir pelan dari
pelupuk mataku. Berarti selama ini Ridan juga melakukan hal yang sama dengan
Evi. Sahabatku sendiri. Padahal Evi juga tahu bahwa aku sedang dekat dengan
Ridan. Tapi, mengapa Evi begitu tega. Kali ini masalahnya bukan karena Ridan
yang memutuskanku, tapi karena aku mempunyai sahabat yang begitu hebat yang
tega mengambil sesuatu yang aku sukai dan merampasnyan secara diam-diam. Evi
bermain dibelakangku, tanpa sepengetahuanku selama ini. Dan Ridan, apakah dia
tidak sadar telah mengecewakan seseorang yang selama ini yang bersedia ada
untuknya. Apakah dia tidak sadar, bahwa apa yang dirasakannya dulu kini
berbalik kearahku. Padahal aku tidak berbuat salah apa-apa kepadanya. Bukannya
Candra yang telah melakukannya itu padanya. Mengapa dendam itu dibalaskannya
padaku.
Salahku
dimana, aku tidak pernah berbuat salah padanya. Dan cerita yang selama dia
karang selama mendekatiku juga diceritkannya kepada Evi. Aku benar-benar marah
kepada Evi. Bukan karena sakit hati karena putus, tapi karena seorang yang
bersamaku sejak masuk SMP selalu bersama. Selalu melakukan hal gila bersama,
nongkrong bareng. Putus dengan Ridan membuatku ragu untuk menceritakan Andri
kepada sahabat-sahabatku. Maknyanya setelah kejadian ini. Aku lebih banyak diam
tentang persaanku. Evi selalu menang dalam segala hal, tapi cara yang
digunakannya selalu ada yang tersakiti dan terluka. Seperti kali ini. Hal gila
yang dicetuskannya beberapa bulan yang lalu membuat dia lupa kepada sahabatnya
sendiri. Aku kecewa dengan Evi.
“sudah
jangan menangis, Gis. Kita masih berteman seperti biasa” Kata Ridan.
Dan itu semua bohong,
Ridan tidak pernah lagi duduk dibangkuku ketika istirahat tiba. Ridan tidak
pernah lagi pulang bersamaku. Ridan juga tidak pernah lagi kekantin bersamaku.
Ridan juga tidak pernah bercerita kepadaku. Dan Ridan telah lenyap dari
pandanganku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar