You are my
Perfect One
chapter 14
Kabar
Sabtu
sore yang mendung, Andri tiba-tiba datang kerumahku menyerahkan semua buku
catatannya kepadaku. Aku heran kenapa buku itu diserahkan kepadaku. Tanpa
banyak Tanya.
“Pergunakan
buku ini dengan baik” Andri langsung pergi kembali kerumahnya.
Dengan
wajah yang tidak tahu menahu aku menerima semua buku catatannya. Apakah ini
bertanda baik atau buruk. Aku sendiri tidak tahu. Harus bertanya kepada siapa
aku ini. Kenapa aku tidak mengejarnya, hanya terpaku didepan pintu rumahku. Aku
hanya melihat punggungnya semakin menjauh dan tak terlihat.
“Kak,
mama denger Andri mau pindah kekota?” kata Mamaku yang sedang memasak didapur
“Pindah.
Kakak kok ga dikasi taunya ya, Ma” kataku heran
“Loh…mama
kira kakak sudah dikasi taunya”
Aku
masuk kekamar. Dan baru teringat tentang buku catatan yang diberikannya
beberapa menit yang lalu. Entah kenapa aku tidak berani untuk kerumahnya
sekarang. Apa aku takut dengan kabar yang diberitahukan mamaku itu benar? atau
aku takut jika aku kesana akan memberatkan Andri untuk pindah dari sini.
Alasannya apa dia pindah. Hubungan kami berjalan dengan baik. Tidak ada yang
saling mengecewakan.
Sore
ini terasa berat bagiku, badanlku hendaknya berbaring terus dikamarku. Sambil
memeluk guling . Aku bertanya dalam hati. Apakah benar kabar kepindahan Andri
itu. Aku meraih setiap buku catatan yang diberikan padaku. Ternyata aku melihat
ada sebuah gamabr yang dibuatnya. Seorang perempuan berambut sebahu dengan
senyuman yang merekah dan dibawahnya bertuliskan ALS. Siapakah perempuan ini,
apakah aku?. Dan itu aku tahu pasti ALS adalah inisial dari namanya.
Kabar
sore yang masih simpang siur ini, mengenang dan berbekas setelah aku melihat
gambar seorang perempuan dengan rambut sebahu itu dibalik buku catatan
matematikanya. Lalu kubuka lagi halaman berikutnya, hanya kosong. Cuma satu
gambar itu saja. Apa sebaiknya aku telpon rumahnya.
“hallo,
bisa bicara dengan Andri” tanyaku
“iya,
ini siapa?”
“ini
Giska tante”
“Oh…Giska.
Kenapa gak datang kerumah aja. Andrinya lagi main tu sama temen-temennya”
“eh…iya
tante makasi ya. Giska mau kerumah tante sekarang”
“iya,
datang aja”
Andri
masih bermain dengan teman-temannya. Berarti kabar yang diberitahukan mama itu
salah. Andri tidak pindah. Aduh…si Mama dapat gossip darimana sih. Buat hati
anak kesayangannya sedih saja. Tapi, mengapa perasaan yang tidak enak ini
tiba-tiba muncul setelah aku sampai didepan rumahnya. Sepertinya aku akan
melihat untuk terakhir kalinya saja.
“hoooiii…hoooiii”
teriakku yang sembari masuk kedalam kamar Andri
“eh…kok
gak bilang-bilang mau datang” Andri Heran
“memangnya
sebelumnya harus bilang-bilang ya?”
“hehehehe…ya
gak sih!!”
Ada
yang janggal dengan pernyataan Andri itu. Tapi, apa Cuma perasaanku saja.
“aku
mau tanya. Apa benar kamu mau pindah?”
“heh”
Andri langsung memandang kearahku spontan dan memasang wajah yang berbeda dari
sebelumnya. Sperti ada yang disembunyikan.
“sebaiknya
kau beritahu dia, Ndri” kata Nikki
“Kami
keluar dulu” Usuf bergerak bangkit dan meninggalkan kami berdua.
Setelah
Nikki dan Usuf keluar kamar. Dan hanya tinggal kami berdua. Suara background music
dari sega itu masih menyala. Dan aku masih ingat, ketika itu Game yang
dimainkan adalah Mario Bross. Permainan yang selalu kami mainkan berdua dikala
tidak ada PR diakhir pesan. Musik khas Mario Bros situ terdengar jelas
ditelingaku.
“Papa
di pindahkan kekantor wilayah. Mau gak mau kami sekeluarga harus pindah”
“terus”
aku menunduk sedih
“Terus
ya aku juga harus pindah. Papa sudah disana dari minggu lalu. Hari Minggu besok
aku, Mama dan Prima akan menyusul papa”
“aku
sendiri lagi”
“Kita
bisa saling komunikasi. Jangan pernah memutuskan telpon rumahmu ya”
“hu
um” Airmataku mengalir begitu saja. Ini Lebih sakit lagi ternyata daripada harus
mendengarkan kata putus dari Ridan. Ini lebih kecewa lagi daripada
pengkhianatan Evi padaku. Rasa apa ini. Apakah aku akan sendri lagi. Tak ada
yang bisa aku ajak untuk bermain bersama. Aku termasuk anak rumahan. Tak banyak
temanku. Hanya 4 orang sahabatku disekolah. Dilingkungan rumah, aku tidak punya
teman.
“bertemanlah
sama siapa saja, tapi jangan pernah bergantung kepada mereka. Buatlah mereka
yang bergantung padamu. Kamu harus bisa melakukan itu. Berjanjilah padaku untuk
berteman dengan siapa saja”
“hu um” Aku ingin
berteriak dan menangis tapi semua itu aku tahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar