You are my
Perfect One
chapter 2
Bangku
Setelah
pulang sekolah, biasanya aku bersama 4 sahabatku menghabiskan waktu siang
kumpul di rumah Eva. Yang berkebetulan rumahnya dekat sekali dengan sekolah.
Kami mengobrol banyak sekali. Sampai pada disebuah ide untuk makan baso di
tempat biasa kami kumpul.
“ngebaso’
yuk!” ajak Evi
“yuk!”
jawab Reni
“okelah”
aku dan Eva meng-oke-kan ide Evi
“tapi,
Sonia gimana?”
“dia
hari ini les bahasa mandarin. jangan diganggu, deh!” kata Eva
Kamipun
berjalan ketempat makan baso’ itu. Sepanjang jalan kami mulai ngobrolin hal-hal
sekolah. Mulai dari guru dan mata pelajaran yang sangat membosankan. Serta
fashion terkini. Pada tahun ini, kami di suguhi banyakny boyband yang baru saja
orbit. Westlife contohnya. Mereka adalah boyband terfavorite kami. Aku sangat
menyukai Bryan Mc Fadden, dan aku membubuhi namaku menjadi Giska Mc fadden.
Lalu Eva menyukai Mark Fahely, Reni menyukai Kian, Evi menyukai Nicky dan Sonia
menyukai Shane. Dan kami mempunyai lagu favorite dari boyband itu, Season In
The Sun. Kalau sudah berbicara tentang mereka kami sering berteriak kecil
karena gemes.
Ketika
para sahabatku membicarakan Westlife, mataku masih tertuju pada sebuah bangku.
Seorang yang aku sangat tahu saiapa dia, sedang duduk sendiri. Aku merasa dia
sedang menunggu. Dari kejauhan, masih sangat jauh sekali. Aku sangat tanda
sekali. Dia melihat kekanan lalu kekiri. Dan terkadang mengankat tangannya
ketika ada teman satu sekolahnya melambaikan tangan juga. Sampai tepat
didepannyanya, Dia melontarkan senyumannya kepadaku. Sepertinya dia sudah tidk
asing lagi denganku. Dia mulai mengenalku. Sepanjang jalan Cuma senyum-senyum
sendiri. Sedangkan sahabatku masih asik dengan Westlife.
Sesampai
ditempat baso’, bangku kosong yang hanya tersisa hanya 2 bangku. Cuma bisa
diduduki 6 orang saja. Karena memang tempat baso’ ini sangat terkenal
dikalangan para pelajar yang setelah pulang sekolah ngumpul-ngumpul dengan
teman-temannya.
“kita
disini aja, deh” kata Evi
Seperti
biasa Evi selalu menentukan dimana kami harus ngumpul dan duduk. Dia seperti
bos, tapi kami tidak pernah menganggap dia itu bos kami. Karena sedikit keras
kepala makanya kami mengiyakan segala yang dia inginkan. Jika tidak, kami semua
menanggung kemarahannya.
“kok
disini?” kata Eva
“gak
liat apa? itu disudut sana ada gank Minus ( gank kakak kelas yang super duper
centil)
“tapi
ini kan bangkunya sempit, Cuma muat 3 orang” kataku
“Yauda,
kalau gak mau. Kau aja yang pindah kesana sendiri, Gis” kata Evi cemberut
Aku
melengos pasrah. Karena Evi mengusirku, dan tidak mengizinkan untuk sebangku
dengan mereka. Aku menuju bangku yang muat 3 orang itu. Eva mencoba
mengikutiku, tapi dihentikan oleh Eva. Tak masalah bagiku, kalau aku ini hanya
sebuah pelengkap saja di persahabatan ini. Hanya karena saja aku menyukai Bryan
Mc. Fadden.
Sebuah
mangkuk baso’ mendarat jelas kearahku. Dan mulutku sudah tak sabar ingin
memakan mereka semua. Suapan pertama, begitu lega. Karena memang sedari tadi
aku sedang lapar sekali.
“ini
bangkunya kosong?” Tanya seseorang yang kedengarannya seperti suara laki-laki
“hu
um kosong” jawabku tanpa memalingkan kepalaku kearah suara. Karena aku sedang
focus dengan makan siangku.
“terima
kasih” jawabnya. Aku hanya mengangguk pelan dan melanjutkan makanku.
“Bisa
ambilkan saus cabenya” katanya membuyarkan makan siangku ini
“bisa”
kataku meraih sebotol saus cabe kearahnya yang tepat duduk disampingku.
“terima
kasih”
Ketika
kata terima kasih yang terakhir ini, aku melihat siapa yang disebelahku. Mataku
mau copot, karena terkejut, suara tercekik ingin menjerit. Dia, ya Dia yang
senyumnya manis dan punya lesung pipi itu sedang berada disampingku. Dibangku
paling sudut yang berdekatan dengan Gank kakak Kelas yang centil dengan tawa
yang nyaring. Itu semua tidak terdengar lagi. Serasa semua suara teredam dalam
lingkupku saja. Dan rasa laparku, tiba-tiba hilang. Moodku berubah drastis. Tak
banyak bicara, kami sibuk dengan semangkok baso’ yang kami pesan. Lucu, aku
merasa lucu sekali. Ketika ada momen pas seperti ini aku hanya bisa diam tak
berani membuka percakapan yang selama ini aku inginkan.
Bangku, itu akan
menjadi sejarah perjalananku pertama kali aku memandang wajahnya begitu dekat
tanpa penghalang air hujan gerimis atau apapun itu. Kami sangat dekat sekali.
Kakiku kembali tidak bisa berhneti bergetar lemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar