- love in February -
Tak terasa dari pertemuanku dengan Evan sebulan lalu. Membuat hidupku menjadi berubah sedikit demi sedikit. Ada hal yang tidak bisa aku ungkapkan dengan akal. Semua begitu mengalir saja. Rutinitas Evan yang sering menghubungiku terlebih dahulu. Menanyakan kabarku setiap hari. Bahkan terkadang Evan suka bercerita mengenai pekerjaannya yang menurutnya begitu melelahkan. Aku tahu benar, menjadi pengacara itu tidak mudah. Terkadang Evan juga memberikan motivasi untukku dan beberapa nasehat. Rasanya, kami sudah akrab sekali. Aku tahu sekali hobinya. Evan membuka semuanya kepadaku. Bahkan sampau hal terkecil apapun itu.
Lalu, tibalah disebuah malam yang berangin. Aku sedang mendengarkan lagu-lagu favoritku sambil mengerjakan tugas kantorku yang masih menunpuk dimeja kerjaku. Bahkan aku belum kerja pukul 9 malam. Sebuah getaran berasal dari atas meja kerjaku mengusik pekerjaanku. Aku melihat nama yang tertera di layar handphoneku. Evan. Aku langsung menganggkat cepat telponnya.
"Hallo!" Sapaku
"Malam, lagi ngapain kamu, Sei?"
"Aku masih dimeja kerjaku. Dikantor. Tugasku numpuk" keluhku
"Jadi, aku ganggu gak?"
"Eh...gak kok" respek aku langsung menjawabnya tanpa berpikir bahwa kerjaanku masih menunpuk banyak.
"Sudah makan belum. Jangan terlalu diporsir banget kerjanya. Kalau lelah, ya istirahat" perhatian Evan yang seperti ini jarang sekali aku temukan dari teman-teman sekantorku. Aku merasa spesial ketika ngobrol dengan Evan.
"Sudah, kok. Ya, ini juga lagi istirahat"
"Jadi, apa yang bisa aku bantu?"
"Hehehe..bantuin doa aja deh. Semoga tugas ku selesai malam ini"
"Kalau itu selalu aku lakukan kok. Berdoa untukmu" rasanya telingaku sedikit membesar.
"Hehehe...jangan gombal akh!"
"Aku serius kok, Sei"
"Tapi itu berlebihan. Emangnya aku siapa kamu. Kok kamu mau ngedoain aku segala"
"Kamu spesial buatku"
"Spesial?"
"Iya"
Aku terdiam sejenak. Aku spesial. Bukankah kita hanya teman sekolah. Yang baru sebulan yang lu bertemu di lobby hotel langit biru. Mataku memandang jauh menembus dinding kantorku. Aku, baru sekali bertemu denganny. Bahkan itu adalah pertemuan pertama, dan sampai sekarang juga belum bertemu lagi. Karena jarak tempat Evan bekerja berjauhan dengan tempat kerjaku. Aku terbengong beberapa saat dalam pikiran yang aneh-aneh.
"Seira!" Panggil Evan dari balik teleponnya
"Ya..." sahutku kaku
"Kok diam aja. Emang kenapa? Sibuk ya?"
"Eh..gak kok..!!! Aku sedang berpikir aja"
Apa aku harus mengatakan apa yang ingin aku katakan. Tapi, aku ragu. Aku takut suasananya menjadi berubah. Jadi, aku biarkan saja permainan yang Evan buat itu dimulai. Aku adalah orang spesial baginya.
"Berpikir apa?"
"Berpikir apa ya....hehehehe"
"Hehehe...yauda deh. Kamu sibukkan. Ntar kalo uda pulang kerja kasi tau aku ya?"
"Hehehehe..iya"
"Malam!"
"Malam juga"
Aku menghempaskan tubuhku disandaran. Mencoba melegakan pikiranku. Berhenti memikirkan kata-kata spesial yang keluar dari mulut Evan. Sebenarnya itu membuatku shock seketika. Mati rasa, tapi aku tidak mau salah paham dengan kata-kata spesial itu. Sepertinya aku harus mengikuti permaianan spesial dari Evan.
"Cie..cie..Seira. Sedang jatuh cinta" bisik Yana yang sedari tadi menguping pembicaraan Aku dan Evan
"Jatuh cinta?" Aku terheran dengab kata itu. Kapan terakhir aku jatuh cinta. Kurasa ketika aku sekolah dulu.
"Iya...kamu lagi kasmarankan. Dari tadi kok nelponya pake senyum-senyum melulu. Siapa cowo itu?"
"Eh...dia teman sekolah aku"
"Pas deh kalo gitu. Ceritanya teman sekolah yang membuat jantung berdebar-debar" Yana mulai meledekku.
"Eh...ga kok. Aku biasa-biasa aja"
"Seira...kamu itu mudah ditebak. Bahkan orang juga bakalan tay kalau kamu itu sedang jatuh cinta"
"Eh...ga kok"
Aku juga sedang bingung. Apakah aku memang benar-benar jatuh cinta atau sedang apa ini.
Tapi, ketika Yana menjelaskan ciri-ciri orang yang sedang kasmaran. Aku lebih banyak mengangguk setuju daripada menggelengkan kepalaku. Yana, juga membicarakan apakah Evan juga sedang kasmaran. Ternyata, apa yang dikatakan Yana ada benarnya. Kepalaku dipenuhi hal-hal aneh.
Tapi, aku rasa Yana berkata benar. Aku sedang kasmaran kepada teman sekolahku dulu. Yang baru berjumpa sebulan yang lalu. Akibat seringnya kami berkomunikasi. Bahkan sehari bisa 3 kali menelpon bahkan untuk pesan singkat setiap jam selalu ada saja dari Evan. Dan aku merasa senang sekali. Bahkan terkadang aku merasa kehilangan ketika Evan tidak mengirimkan pesan singkat padaku di waktu yang sama.
Apakah ini cinta???
Aku juga tidak tahu...
Apakah aku sedang kasmaran??
Aku juga tidak tahu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar