- you lie on april -
Sejak kejadian dibulan maret itu. Evan belum menghubungiku lagi. Jika dihitung sudah hampir 3 minggu. Bahkan sebuah pesan singkatpun tidak ada. Aku kuatkan hati. Bahwa selama ini aku yang terlalu berharap banyak. Terlalu percaya kata-katanya yang tidak akan meninggalkanku. Akulah yang terbaik dan spesial. Akulah wanita yang paling nyaman yang pernah ditemuinya. Akulah tempat yang paling enak untuk curhat. Dan anehnya aku percaya hal itu. Karena, selama ini tidak banyak lelaki seperti itu kepadaku. Aku yang sangat cuek begini. Bahkan tidak perduli. Tapi, entah mengapa ketika Evan datang semua begitu berubah.
Sepertinya Evan mengajarkanku untuk merasakan kekecewaan yang teramat dalam dan itu yang membuatnya adalah diriku yang terlalu salah paham.
Pekerjaanku menumpuk. Pikiranku resah. Tidak bersemangat. Tidak bergairah untuk pergi kerja. Rasanya ingin liburan saja. Ketempat yang paling jauh. Yang tidak ada yang berhubungan dengan Evan.
Layar komputer yang didepanku terasa hampa dengan wallpaper gambar pantai.
Handphoneku bergetar...
Sebuah pesan singkat masuk. Dan aku melihat dari nomor tidak dikenal.
"Hai, Seira. Aku tyas sahabat Evan. Maaf mengganggu. Apa kabarnya? Boleh kita bertemu?"
Mataku terbelalak. Ada angin apa, Tyas mengirim pesan seperti itu. Ada apa? Tanyaku dalam hati. Lalu aku membalas pesan singkat itu.
"Hai juga Tyas. Kabarku baik kok. Ada apa ingin bertemu denganku?"
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu"
"Mau bicara apa?"
"Penting, Sei. Bisakan! Hari minggu ini, di kafe bintang kecil. Jam 10 pagi ya"
"Hm...ok"
Kok perasaanku menjadi aneh begini. Waktunya tinggal 2 hari lagi. Ada apa Tyas ingin berbicara denganku. Aku mengernyitkan dahiku. Apa jangan-jangan Evan dan Tyas akan memberitahukan padaku tentang hubungan mereka. Sebenarnya aku tidak mau ambil pusing. Tapi, kepikiran terus. Ada apa ya???
Dan minggupun tiba. Hari-hari sebelumnya membuat hari-hari sangat tidak bersemangat. Tibalah hari yang sudah dinantikan. Aku sudah duduk dibawah tenda warna warni dengan secangkir kopi latte. Menunggu Tyas yang molor dari jam yang dijanjikan.
"Maaf ya, aku terlambat" kata Tyas ngos-ngosan dengan dandanan full.
"Iya, gak apa-apa kok" jawabku sambil tersenyum.
Tyas duduk, dan meraih menu. Tyas memesan jus jeruk dingin dan kentang goreng.
"Pasti kamu nunggu lama ya?" Basa basi Tyas. Dan itu tidak penting bagiku.
"Eh...emangnya kamu mau bicarakan hal penting apa?" Tanyaku pada sasaran mengapa aku mau bertemu dengan Tyas pada hari ini yang seharusnya libur.
"Hahaha...ya ampun, Sei. Kamu kok gak ada basa basi ya. Bener banget deh, kata Evan kamu itu kaku dan ga bisa basa basi"
Aku mengernyitkan dahi seolah tidak senang. Berarti Evan sudah cerita banyak tentangku kepada Tyas.
"Eh...kok begitu?"
"Kami tau gak. Setiap Evan menghubungiku yang diceritakannya hanya kamu dan kamu loh. Sepertinya dia sedang kasmaran denganmu" papar Tyas sambil mengibaskan rambutnya.
"Eh..." aku terdiam. Ada rasa menusuk didada. Tidak terima dengan pernyataan Tyas. Tapi, pertanyaan itu juga membuat sisi hatiku yang lain berdebar lebih kencang.
"Iya, Sei. Aku serius. Baru dua hari yang lalu di menghubungiku. Dia rindu banget sama kamu" Du hari yang lalu. Evan bisa menghubungi Tyas. Bahkan aku tidak pernah dihubunginya selama 3 minggu. Aku menundukkan kepalaku.
"Hehehe" aku cuma bisa memasang wajah tersenyum. Aku tidak ingin Tyas tahu perasaanku.
"Kalau kamu rindu gak dengan Evan?"
Apa yang harus aku jawab. Jawab jujur atau bohong. Pikiranku mulai bimbang.
"Tidak" jawabku tersenyum.
"Masa' sih. Kasian banget si Evan rindunya ga terbalas"
Aku mulai muak dengan percakapan ini. Terlalu di lebih-lebihkan. Jika Evan rindu denganku. Mengapa dia tidak memberitahuku saja secara langsung. Evankan juga punya nomor handphoneku. Mengapa harus ada perantara orang ketiga. Aku benar-benar tidak suka.
"Jadi, hal peting apa yang ingin kamu sampaikan?" Tanyaku yang sedari tadi tidak diberikan jawaban secara lugas.
"Hehehe...kamu suka gak sama evan?" Tanya Tyas membingungkanku. Mengapa Tyas ingin sekali tau dengan perasaanku.
"Memangnya kenapa? Ada yang ingin kamu pastikan, ya?" Aku sengaja memberikan jawaban gantung seperti itu. Dan Tyas memasang wajah aneh kearahku.
"Tyas...jika kamu menyukai Evan. Kamu bisa kok leluasa memilikinya. Aku bukan siapa-siapanya Evan. Aku hanya teman sekolahnya yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Dan jika kamu bertanya aku suka atau tidak dengan Evan. Kamu tidak perlu tahu. Cukup Evan saja yang tahu dengan hal itu" aku bangkit dari kursiku dan berlalu meninggalkan Tyas. Aku tidak melihat raut wajah Tyas. Aku tidak perduli dengan itu. Setidaknya aku tidak suka percakapan yang menghabiskan waktu yang berharga ini.
Sesampai dirumah, aku mematikan handphoneku. Aku tidak ingin menerima telpon atau pesan singkat dari siapapun.
Aku terbangun, sudah pukul enam sore. ada sebuah ketukan dari luar pintu kamarku yang membuatku terbangun.
"Sei, ada tamu." Suara sepupuku terdengar jelas
"Siapa?" Tanyaku yang masih mengumpulkan nyawa.
"Evan"
"Hah!!!" Aku terkejut mendengar kata itu. Ada Evan di ruang tamu. Apa yang harus aku lakukan. Mengapa dia tidak mnghubungiku terlebih dahulu. Aku meraih handphoneku dan mengaktifkannya. Ternyata ada 10 pesan singkat yang belum aku baca.
Dan semuanya dari evan dengan isi yang sama. Bahwa dia ingin kerumahku. Alasannya datang ke kota ini, karena dia ada proyek dengan kliennya untuk 1 minggu.
Tak perlu mandi ataupun mencuci muka. Ini trikku, apakah lelaki itu akan mundur aray
Tidak ada komentar:
Posting Komentar