Sabtu, 30 Agustus 2014

Ada yang ingin aku katakan

"Win, ada yang ingin aku katakan" kata pria yang baru saja mengantarkan aku pulang malam ini.
"Apa itu?" aku berbalik kearahnya dan menatapnya yang sedang menunduk
"Janji kamu gak akan marah?" tanyanya yang masih menunduk diatas motornya.
"Iya" jawabku mendekatinya, dan aku merasakan desiran aneh tepat dijantungku yang tiba-tiba saja berdegup kencang.
"Em..." dia masih menunduk
"Apa?" aku semakin penasaran, namun aku tidak memaksanya untuk mengatakan apa yang dia ingin katakan.
"Em..." dia masih mencari kata yang tepat, mungkin agar aku mudah mengerti.
Langit malam itu memang penuh bintang, tetapi udara semakin dingin yang menusuk keseluruh tuluanh persendianku. Yang membuat bibirku bergetar karena kedinginan..
"Kalau cuma buat aku penasaran. Lebih baik kamu pulang saja" jawabku agak kesal menunggu apa yang ingin dikatakannya.
"Aku cuma mau bilang..." tiba-tiba dia langsung memandang langit hitam berbintang.
"Iya, bilang apa sih" aku mulai bosan dengan percakapan ini.
"Aku cuma mau bilang. Selamat malam" katanya menatap wajahku dengan senyuman "licik" itu yang membuat jantung berdebar lebih kencang lagi.
"Aku pikir..." sekarang gantian aku yang menunduk malu karena sudah salah pengertian.
"Kamu pikir apa? Pasti mikir yang aneh-aneh ya?" katanya menunjuk hidungku dengan gaya mengejek.
"Gak kok" aku melemas dan langsung berbalik arah.
"Hei..."
Aku tidak mendengarkan kata-katanya lagi. Aku langsung pergi kearah rumahku.
"Tunggu, win. Aku belum selesai"
Aku tidak memperdulikan teriakannya. Aku masih berjalan menunduk malu dan kecewa. Padahal aku berharap bukan hanya kata selamat malam yang terucap. Tapi, hal yang lain, hal yang sangat ingin aku dengarkan langsung dari mulutnya yang selalu tersenyum manis dan membuatku tidak bisa menahan senyum ketika membayangkannya.
"Win" dia menarik tanganku
"Aku belum selesai"
"Aku juga tahu itu belum selesai. Kamu pasti juga bilang. Jangan lupa cuci kaki dan minum obat cacing dan baca doa sebelum tidur" jawabku menunduk karena menghindari wajahku yang mulai berubah menjadi kecewa.
"Hahaha...kamu sok tahu. Seolah-olah kamu itu dukun yang sok tahu apa yang aku pikirkan. Tapi, aku suka hal itu. Karena cuma kamu yang ngerti aku. Cuma kamu yang tahu aku. Cuma kamu. Cuma kamu yang bisa memahamiku. Walaupun aku tahu kamu itu cuek dan tidak pernah memperhatikanku. Tapi aku tahu cuma kamu yang ada disetiap aku butuhkan. Jadi, kira-kira aku salah tidak. Kalau aku menginginkan hubungan ini bukan hanya sekedar pertemanan yang sudah lama terjalin" katanya panjanh lebar sambil menunduk yanh tidak berani menatap wajahku. Sedangkan aku hanya melongo karena bingung harus menjawab apa. Karena aku belum begitu yakin dengan jawabanku ini. Jika kujawab iya, jika suatu hari nanti hubungan kami putus ditengah jalan apakah aku dan dia mampu tetap seakrab seperti ini. Jika aku menjawab tidak maka aku membohongi diriku sendiri. Aku juga merasakan hal yang sama. Sama seperti cowo yang sudah lama aku kenal ini. Aku bingung. Aku diam didinginnya embun malam yanh mulai membasahi kelunya bibirku untuk menjawab soal yang diberikannya.
"Jadi?" katanya membuatku tersadar dari beribu pikiran-pikiranku bercabang.
"Aku...aku"
"Gak perlu ini malam jawabnya. Besok juga gak apa-apa kok. Kamu pikirkan ya" katanya tersenyum manis di tepat pukul 23.55.
"Hu um"
"5 menit lagi aku tunggu jawabannya" katanya melihat arlojinya
"Hah....5 menit lagi. Tapi, katanya besok?" jawabku
"Sekarang sudah pukul 23.55"
"Apa??? Curang kamunya" aku mulai panik. Tingkahku menjadi aneh, menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. Melihat kesembarang arah ketika dia melihatku. Aku salah tingkah.
"Jawab saja iya" katanya tersenyum
"Eh..." aku tersedak namun tak mampu menelan ludahku.
"Aku gak memaksa harus jawab iya, tapi kalau dijawab iya itu lebih baik aku rasa"
"Curang...curang. Sugestinya gak bener itu"
"Itu jawaban paling benar. Hahahaha" dia tertawa lepas. Aku suka dia ketika tertawa lepas seperti itu.
"Kurasa kamu sudah tahu jawabannya. Aku masuk kerumah dulu" aku langsung berlari ke dalam rumah dan meninggalkannya sendiri didepan rumahku.
"Hoi...aku ditinggal gitu aja" teriaknya.
Malam ini, tepat pukul 23.59. Dalam hatiku menjawab "ya" atas pertanyaan temanku itu. Namun, dia belum tahu atau sudah mengetahuinya.
Treet...treeet...ponselku bergetar
"Jangan biasakan seperti itu. Lari masuk kerumah sembarangan. Tanpa melihat aku pergi. Kalau aku di culik sama om-om ganteng, entar kamu kecarian teman seganteng aku menghilang"
Hahahaha....
Aku tertawa tertahan dikamarku.
"Wek...wek...sekalian om-om gantengnya dijadikan alat buat nyari duit" balasku tersenyum-senyum sendiri.
"Aku pulang. Semoga mimpi indah"
"Iya"
"Yes...jawabnya iya. Makasi :)"
"Aku dijebak"
Tapi, yasudahlah. Memang itu yang ingin aku katakan.

Jumat, 29 Agustus 2014

Selamat tinggal, my love

Perjalanan yang fana ini
Telah memberikan oasis terbesar padaku
Aku yang berjalan sendiri
Menemukan dirimu yang sendiri juga
Awalnya begitu cepat
Bagaikan kilat yang berkelebat
Namun proses itu mengulang
Kearah dimana aku menjadi sendiri lagi
Menjalaninya tanpa senyummu itu
Adalah kepalsuan hidupku
Berpura-pura tak ada airmata
Tapi, disetiapku menengadahkan tanganku
Aku berbicara dalam hati
Aku sedang bersedih
Aku sedang kecewa
Mengapa aku bisa begini
Sesal yang membayangi hari-hariku
Telah membebani gerak langkahku
Berhembus bagaikan udara yang terarah
Laju kecepatan hidupku telah tertahan
Selamat tinggal, cintaku
Cinta yang aku kira akan bertahan sampai kepelabuhan diatap yang sama
Selamat tinggal, cintaku
Cerita yang aku pikir akan menjadi cerita terakhir dari novelku.
Selamat tinggal, cintaku
Biji yang kutanam akan berbuah indah
Aku tidak menyesal
Dan tidak menyalahkan takdir
Aku berbuat sesuai alur yang telah ditetapkan
Aku juga tidak memaksamu untuk bertahan dengan kekuranganku
Selamat tinggal, cinta
Semoga yang terbaik untuk kita berdua
Dan ketika ada yang bertanya
"Apakah kisah ini akan terulang"
Aku hanya diam
Itu lebih baik daripada aku harus menjawab yang bukan kuasaku.
Selamat tinggal, cintaku
Selamat tinggal, semuanya.

Selasa, 26 Agustus 2014

Ketika Perasaan ini berbicara

Aku tahu dulu engkau menyukaiku. Tapi, seiringnya waktu berlalu engkau menjauhiku. Dulu aku berpikir bahwa kau mampu bertahan ketika aku mengeluarkan semua kelemahanku ini. Ternyata engkau sama saja seperti pria-pria lainnya. Aku mengira engkau itu berbeda dari mereka, ternyata sama. Tidak mampu bertahan ketika aku menunjukkan segala kekuranganku sebagai wanita. Aku memang sengaja melakukan itu kepada setiap pria, agar ketika suatu hari nanti aku melihat siapa yang terakhir bertahan dengan sifat jelekku ini, maka dialah yang aku pantaskan menjadi sahabat seumur hidupku. Aku sudah nyaman bersamamu saat itu, dan aku berpikir engkaulah pria itu. Setiap doa-doaku dalam sujud selalu teresebut namamu. Aku berdoa agar engkau menjadi pria yang bertanggung jawab, setia, jujur, mampu memimpin keluarga dan membimbingku ke ridho Alloh. Sekali lagi, doa-doa itu hanya aku dan Tuhanku yang mendengarnya. Tak seorang pun tahu tentang apa isi dari doa-doaku itu kepada siapa aku tuju. Seiring waktu berlalu, kau menjauhiku dengan maksud yang tidak aku ketahui. Aku merasa aneh dan sedikit kecewa. Tapi, ku anggap mungkin kau tidak serius dalam pengucapan yang tidak secara langsung itu. Walaupun kau tidak pernah mengatakannya secara langsung, namun aku bisa merasakannya melalui perasaan yang tak sengaja tersampaikan melalui perhatian dan komunikasi saat itu. Entah bagaimana, setiap malam sejak pertama engkau mulai genjatan senjatan kepadaku, disetipa mimpi selalu ada sosok dirimu. Disetiap ada orang yang ingin mencoba mendekatiku selalu ada pengingatku untuk selalu tetap setia menunggumu. Aku kira bahwa perasaan ini butuh logika dan rasa. Waktu semakin lama membuat jarak komunikasi kita terpisah jauh. Lama-lama baru aku ketahui bahwa kau melakukan hal yang sama terhadap wanita-wanita lain selain aku. Memberikan perhatian lebih bersikap sangat membutuhkan, dan dikala kau bosan kau campakkan mereka secara berlahan-lahan. Aku paham itu. Jadi, selama ini aku sudah salah kaprah menganggap aku ini istimewa.
Tak apalah, aku tidak akan pernah menyesal telah mendoakan terbaik untukmu. Tidak akan menyesal telah menolak setiap lelaki yang mencoba mendekatiku karena mu. Biarlah ini menjadi pelajaran bagiku agar tidak mudah langsung mengira bahwa setiap perhatian dan kata manis seorang pria itu bukanlah hal yang serius. Mungkin jika ini terjadi pada wanita lainnya aku rasa aku akan mengatakan wanita itu bodoh. Dan akhirnya itu semua terjadi padaku. Aku bingung, apakah aku akan tetap menutup diri. Membuka diri juga akan seperti itu lagi kejadiannya. Semua akan menjauhiku ketika aku mengeluarkan jurus yang sengaja aku buat. Tak apalah, semua itu sudah jalan Tuhan yang menentukan. Aku rasa akan ada pria yang menerima sifat burukku itu cuek, sangat tidak sensitif, gengsi dan egois. Itu semua sifat yang aku buat untuk menguji sampai dimana kemampuan bertahan seorang pria itu kepadaku. Dan jurus handalanku hanya akan aku tunjukkan kepada pria yang telah lulus ujian tahap berikutnya sampai seumur hidupku. ^^

Akh!!!!
Entahlah setidaknya agak sedikit lapang didada setelah curhat bareng my best fren di cyber world.
Curhat bareng Alloh.
Lalu menuliskannya di blog.
Aku tak berharap dia tahu aku menuliskan ini untuknya.
Yang aku harapkan semoga dia bahagia.
Semoga dia mampu menemukan yang terbaik.
Namun, ketika dia lemah tak berdaya dan kembali padaku aku menerimanya untuk kembali kepadaku.
27 agustus 2014
06.12Am
Firdaus
@my bedroom

Senin, 18 Agustus 2014

Hujan Sore Ini

Hujan sore ini mengingatkanku pada sebuah kisah yang pernah aku khayalkan.
Dan aku berharap itu menjadi sebuah kenyataan.
Tapi aku tersadar oleh dinginnya udara
Mencoba menyadarkan segalanya.
Sampai kapan aku menunggu kisah itu menjadi nyata.
Apakah aku tetap pada deruan hatiku yang berdegup dalam indahnya mimpi.
Sekali saja aku ingin merasakan surga yang aku buat sendiri
Tak perlu pengulangan cerita
Karena hanya akan membuat luka saja
Aku pejamkan mata disore yang berhujan ini
Sebuah nada syahdu mengiringi doa-doaku.
Sedangkan mataku hanya bisa menitiskan segala.
Aku berharap pada khayalku menjadi nyata.
Ternyata itu hanya sebuah mimpi penyemangat hidupku saja
Tidak bisa kuraih
Jauh sekali
Segalanya menjadi jauh
Bahkan tanganku tersa kelu
Tak banyak pintaku
Hanya ingin khayalku menjadi nyata
Setelah itu
Ku bisa memejamkan mataku dalam tenang
Aku ingin
Menikmatinya sekali
Selama hidupku
Sebuah cerita yang kubuat didalam khayalku.
Sebuah cerita tentang kita
Yang kurasa belum dimulai
Ataukah sudah berakhir
Mataku berair ketika mengingatnya
Pesan ini untuk yang sedang berada dikhayalanku.

^^ desikune .....

Sabtu, 09 Agustus 2014

Looking for Mr. Rainbow

Mr. Gombal -3-
Sabtu. Hari dimana yang membuat aku memutuskan, apakah aku harus berjalan terus atau menyudahi sandiwara ini. Sebelum hari sabtu tiba, Awan selalu saja menelpon, mengirim pesan singkat dan itu semua berisi tema yang sama. Kangen. Hanya kata kangeb yang selalu dilontarkannya. Walaupun terkadang kami bercerita masa lalu. Masa sekolah dulu. Tapi, aku tidak akan pernah bilang kalau aku pernah naksir dengannya.
Hari yang sedikit mendung. Aku kira akan turun hujan. Namun, awan tetap bersikukuh ingin nonton bareng denganku. Dia sengaja meminjam mobil orang tuanya hanya untuk menjemputku. Aku terpana atas perlakuannya. Karena aku sudah lupa bagaimana rasanya dimanja oleh seorang laki-laki. Wait...wait...lupa rasanya??? Setidaknya aku ralat kata-kata itu. Sebenarnya aku tidak pernah dimanja oleh seorang laki-laki bahkan papaku sendiri.
Sebuah mobil sedan berwarna hitam tahun 1990an telah terparkir manis didepan rumahku. Awan keluar dari mobil dan melambaikan tangannya kearahku. Sebelumnya Awan sudah memberi tahu bahwa dia akan segera sampai, makanya aku menunggu dihalaman rumahku yang sederhana ini.
"Udah lama nunggu ya?" tanya Awan sambil melihat arlojinya
"Gak, aku baru aja keluar dari dalam rumah tadi" jawabku dengan senyum sumringah.
Awan menuju pintu mobil di sebelah kiri. Dan dia membukan pintunya untukku. Dan sumpah, ini membuat aku gerogi. Membuat aku lupa bahwa aku sedang berada dibumi. Jantungku terasa aneh degupannya. Apa aku benaran suka olehnya. Sekelebat khayalan yang aneh dikepalaku. Sedangkan awan aku lihat biasa-biasa saja. Tidak kelihatan gerogi.
"Enaknya nonton film apa ya?" tanya awan mulai menstater mobilnya
"Terserah kamu aja deh, aku ikut aja"
" kamu suka drama romantis gak?"
"Eh....suka" Drama romantis, itu genre film yang aku hindari sebenarnya. Aku palinh gak suka cinta-cinta cengeng.
"Kalau gitu, kita nonton Love is Blind aja ya" sebuah film lokak yang lagi terkenal-kenalnya.
"Oke juga" Aku mengiyakan maunya. Tak apalah. Setidaknya hari senin aku bisa bercerita kepada karyawan-karyawan wanita lainnya tentang film yang lagi naik daun itu.
Bioskop Arteris. Bioskop tua yang berdirinya ketika aku menginjak usia 5 tahun. Ini bukan pertama kalinya aku menonton bioskop. Semenjak aku bersekolah aku sering ke Bioskop Arteris ini. Bisanya nonton bareng teman-teman sekolah ataupun bareng keluarga. Jadi, aku tidak terlalu canggung dengan suasananya.
" aku terakhir kesini waktu SMP" kata Awan mengenang masa lalunya
"Aku baru 2 minggu yang lalu. Hehehee" timpalku tak mau kalah.
" banyak yang berubah. Seingatku afa jualan es lolipop disudut itu" kata awan sambil menunjuk sebuah sudut sebelah kanan pintu masuk
"Iya, udah lama juga dia tidak berjualan lagi" jelasku
"Oh..ya...hari ini kamu terlihat cantik deh"
"Cantik??" aku bingung. Padahal aku cuma memakai celana jeans dan sweater doank. Tidak ada dandan. Begini dibilang cantik. Apa benar kata orang-orang. Kalau ingin melihat wanita itu cantik, ya ketika dia sedang kasmaran. Apa aku sedang kasmaran, makanya berubah auraku. Akh...!!!
"Ya cantik. Sepertinya aku mulai menyukaimu"
"Haaaaaah" aku melongo kaget."kita baru 3 hari ngobrol intensif. Baru kedua kalinya bertemu. Kamu jangan ngaco, Wan"
"Aku serius,Ra"
"Serius?" aku memasang wajah paling bloon sedunia.
"Ya...aku serius. Selama 3 hari ini, kok aku merasa nyaman ngobrol sama kamu. Jadi, aku rasa feelingku ke kamu itu gak salah"
"Sebaiknya kita pesan tiket masuk aja dulu" alihku
"Eh...iya..iya...ntar kehabisan lagi" awanpun buru-buru berlari kearah loket pembelian tiket masuk. Tidak terlalu panjang antriannya. Namun, cukup lama juga aku menunggunya didekat sebuah poster film action barat.
Treet...treet....ponselku bergetar.
"Haduh...mama lagi" aku berlari secepat mungkin ke toilet wanita.
"Halooo!" jawabku menahan napas yang sedang ngos-ngosan.
"Kamu lagi dimana sayang?" tanya mama dengan nada centilnya.
"Lagi ditoilet mam"
"Toilet mana?" tanya mama yang aku tahu dia tidak percaya.
"Toilet bioskop" jawabku akhirnya jujur.
"Bioskop. What!!! Kamu lagi ada dibioskop. Dengan siapa? Cewe atau cowo? Emang mau nonton film apaan?" ini alasan utama kenapa aku malas berkata jujur ke mama dimana keberadaanku saat ini. Pertanyaannya itu yang membuat aku bingung harus jawab yang mana duluan.
"Aku pergi bersama cowo, mam. Terus aku mau ........."
"Cowok??? Siapa dia? Pacar kamu? Kok kamu gak ada cerita ke mama?" cecar mamaku yang hobi sekali merepet.
"Dia abang kelasku waktu smp dulu ma. Bukan pacar kok" jawabku melongos.
"Terus....apa kalau gitu?"
"Cuma teman aja, ma."
Tut...tut...tut....sebuah panggilan menunggu masuk kedalam ponselku. Itu dari awan.
"Ma...ma...ntar malam aja disambung lagi ya. Da mamah....muuuuuaaach" aku memutuskan telepon dari mama. Dan segera keluar dari kamar mandi. Aku lihat awan sedang berbincang-bincang dengan seorang wanita. Namun, aku tidak mengenal wanita itu. Awan menoleh kearahku. Dan tersenyum
"Kamu darimana?" tanyanya lembut
"Dari toilet" jawabku sambil melihat wanita yang sedang berdiri di hadapan awan.
"Eh...kenalkan. Ini Tasya. Temen aku waktu SMA dulu"
"Zora" aku menjulurkan tanganku
"Tasya" dan Tasya menyambutnya.
Cantik. Tinggi. Rambut ikal. Aku rasa dia seorang model amatir. Dari cara dia berdiri sudah kelihatan.
"Tasya mau nonton bareng kita" kata awan.
"Eh...kalau ganggu acara kalian berdua gak usah deh" kata tasya sungkan.
"Gak apa-apa kok" ya ampun acara yang kuanggap kencan gagal deh.
"Beneran gak apa-apa ,Ra" tasya memastikan dengan pertanyaan yang aku yakin jawabannya.
"Gak apa-apa kok, Sya" jawabku diplomatis.
"Makasi ya, Ra. Soalnya aku gak ada temen nonton" katanya sedikit manja.
"Iya..." sudah kuduga. Ini wanita kaya raya yang manja dan butuh perhatian khusus. Tapi, ya sudahlah. Memang belum rezekiku untuk jalan berdua dengan awan.

Jumat, 08 Agustus 2014

Looking for mr. Rainbow

Mr. Gombal -2-
Keesokan pagi.
Aku terbangun karena hujan turun. Tubuhkj terasa kedinginan. Dan menarik selimut lagi. Hari ini aku masuk pukul 10 pagi. Tidak banyak yang harus aku kerjakan. Menjadi pembimbing dan konsultan keuangan disalah satu perusahaan properti terbesar di negeri ini. Aku hanya mengikuti ritme suara hatiku saja. Tidak ada tekanan aku harus bekerja disini. Walaupun aku sering mendengar desas desus bahwa aku mendapatkan pekerjaan ini dengan menjual diriku kepada salah satu pemberi saham diperusahaan itu. Tapi, tak pernah aku anggap kicauan itu suatu masalah. Aku bekerja dengab caraku dan aku menyukai. Masalah aku mendapatkan darimana itu urusanku dengan sipemilik perusahaan. Terkadang ketika aku membela diri, semakin mereka yakin bahwa aku memang seperti apa yang mereka bicarakan. Makanya, kebenaran itu tidak perlu di perjelas dab dibela karena akan terkuak dengan sendirinya.
Aku melaju dengan motor maticku ditengah hujan. Aku menuju sebuah gedung kondominium yang berada diperempatan simpang jalur ring road. Digedubg itu terdapat bermacam-macam perusahaan. Termasuk salah satunya tempat aku bekerja. Satpam gedung itu selalu menyapa dan memberikan senyuman paginya.
" Pergilah mengejar mimpimu, sampai kau merasa lelah..."
Ponselku berbunyi. Dan terlihat jelas tertera nama Awan. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku. Baru juga tadi malam menelponku sampai aku tertidur.
"Hallo" jawabku
"Lagi kerja, ya?" tanyanya yang aku tahu itu hanya basa-basi.
"Ya" jawabku singkat
"Ganggu gak?"
"Hm...gak" terpaksa jawab seperti itu hanya untuk menghargai dia yang pagi-pagi sudah mengingatku
"Kok tiba-tiba aku teringat sama kamu. Kangen kamu"
"Hah...." aku kaget sekali, aku kira ini sudah pukul 12 malam. Ini masih pukul 10 pagi. Apa berlaku gombalan kata 'kangen' di jam-jam sibuk begini.
"Kenapa? Gak percaya ya?"
"Eh...itu...kenapa bisa gitu?" tanyaku berpura-pura heran.
"Aku juga ga tau. Aku gak sabar nunggu hari sabtu ini, kalau kamu?"
"Hm...." aku harus jawab apa. Sebenarnya aku juga menunggu momen dihari sabtu nanti. Tapi, aku tidak suka terlalu berlebihan gitu.
"Pasti gak ya"
"Eh...ga juga kok. Aku juga uda gak sabar" haduh rasanya itu seperti makan buah durian buah yang paling aku tidak sukai. Berat banget buat menelan ludah. Tapi biarlah. Aku jalani saja, menerima keanehan pada laki-laki yang mencoba mendekatiku ini. Mungkin disini ada kesempatan untuk mendapatkan pencerahan statusku.
"Aku seneng banget dengernya"
"Hehehehe....aku kerja dulu ya" aku menyudahi percakapan yang sangat biasa itu dan terkesan basi.
Diruanganku sudah ada Brian. Rekanku bekerja. Dan beberapa karyawan lainnya. Brian juga masih berstatus sendiri. Tapi, entah mengapa aku tidak ada rasa ketertarikan pada Brian. Secara tampang Brian itu lebih macho. Bahkan blasteran rusia. Brian terlihat sibuk, dan aku melewati mejanya tanpa menyapanya. Aku memulai pekerjaanku dengan setumpuk berkas-berkas yang menggunung. Perincian biaya. Input dan output pembiayaan perusahaan kami adalah tugasku untuk mencatatnya. Aku bergulat dengan angka setiap harinya. Memang terlihat amat sangat membosankan. Hanya duduk didepan layar komputer dan mengetik lalu mengedit lalu memprint out datanya dan menyerahkan ke HRD. Terkadang aku juga dipanggil untuk berdiskusi masalah pendanaan yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menbesarkan sayapa perusahaan ini. Konsultan keuangan, menjadi penasehat keungab itu tidak mudah. Aku harus pandai mengakumulasikan segala kejadian yang mungkin akan terjadi bahkan aku harus jauh lebih berpikir maju daripada pemberi ide. Dan itu membuat kepalaku pusing.
"Makan siang dulu" ajak Brian yang sudah berada didepan meja kerjaku
"Heh..."kagetku
"Serius amat. Sudah waktunya makan siang. Aku mau kekantin, ikut ga?"
Treet...treet...ponselku bergetar. Sebuah pesan singkat masuk. Aku membukanya, dan membaca pesan singkat yang dikirim oleh Awan.
"Jangan lupa makan siang ya, Ra"
"Iya. Kamu juga ya. :)" balasku
Brian yang masih berdiri di depan mejaku kerjaku dan menanti jawaban dariku atas ajakannya kekantin.
"Ok...bentar aku beresin berkas ini dulu"
"Sepertinya kau sedang senang" tiba-tiba Brian bertanya dengan pertanyaan seolah-olah dia sedang tahu apa yang aku rasakan sekarang.
"Jangan sok tahu" jawabku ketus menghempaskan berkas terakhir yang aku tumpuk-tumpuk didepan komputerku.
"Kalau jawabnya sambil marah, itu pasti benar. Siapa lagi yang mencoba pdkt denganmu?"
"Jangan sok tahu" Brian, pasti tahu apa yang aku rasakan sekarang. Dia juga tahu kalau aku sebenarnya sudah malas berkenalan-berkenalan seperti itu.
Nada dering ponselku berbunyi. Aku melihat nama sipenelpon. Awan. Awan lagi.
"Halo!" jawabku sedikit lemas karena memang kelelahan melihat layar komputer.
"Kamu lagi apa?" tanya Awan sepertinya bersemangat sekali.
"Sedang menuju kekantin" jawabku mengaruk-garuk kepalaku karena salah tingkah, Brian yang melihat tingkah anehku ini.
"Mati kau!" kata Brian tanpa suara sambil membuat tanda sedang menotong lehernya sendiri.
Lalu aku balas dengan genggaman tanganku yang ingin meninjunya.
"Mau makan ya...selamat makan ya" kata Awan dengan sangat lembut sekali.
"Ya....makasi. Kamu juga jangan lupa makan" balasku.
"Hahaha...." tawa Brian membuat aku segera mematikan ponselku tanpa mengucapkan kata "daaah".
"Berisik banget sih" kesalku
"Kau tidak muda lagi Zora. Kau sudah pantas menggendong anak 3. Tapi, tingkahmu seperti bocah ABG saja"
" bukan aku. Tapi, dia selalu menelponku setiap saat. Kau tahu aku kan. Sebenarnya aku paling tidak suka hal seperti itu" paparku mengambil sayuran kedalam piring.
"Menyiksa diri saja" Brian berlalu dari sampingku dan menuju bangku kosong yang berada dekat jendela kaca besar itu.
"Kau ini..." aku mengejar pelan dibelakangnya.
Kantin kelihatan sepi, karena waktu istirahat hanya tinggal beberapa menit lagi. Hanya beberapa orang saja yang masih menikmati makan siang yang diburu waktu. Melihat pemandangan kota dari lantai 10 itu membuat nafsu makanku bertambah. Siang yang terik, padatnya lalu lintas. Ramai dengan kerumunan pejalan kaki. Dan itu terlihat seperti semut pekerja yang sibuk mencari tempat untuk istirahat. Tapi, bagiku panas diluar tidak ada pengaruhnya. Karena AC di kantin lebih dingin daripada udara diluar.
"Kuberitahu padamu" tiba-tiba Brian berbicara setelah fokus dengan santapan didepan matanya
"Apa itu" aku melihat matanya
"Kau itu sudah tua"
"Terus"
"Ya udah itu aja" Kata Brian seraya bangkit dari duduknya dan berlalu ke arah mesin minuman ringan.
"Heiii...hei..." teriakku, namun Brian tidak perduli. Apa maksud perkataannya itu. Aku tahu kalau usiaku tidaklah muda lagi. Bahkan aku sudah diujung tanduk. Tapi, aku tak pernah mempermasalahkannya.
Treet...treeet...ponselku bergetar.
"Kok aku kepikiran kamu terus sih,Ra. Aku kenapa ya"
Awan lagi. Tak apalah mungkin dia memang tipe laki-laki seperti ini. Akan aku coba menerimanya.
"Hehehe...mungkin karena aku cakep kali, Wan" aku akan keluarkan jurus menggombalku.
"Ya sih. Kamu itu ngangenin"
"Hehehe....ngangenin. Masa' sih. Aku jadi malu" sebenarnya aku mau memuntahkan isi yang ada didalam perutku ini ketika membaca pesan singkat dari Awan.
Awan mulai rutin setiap menit mengirim pesan singkat kepadaku. Terkadang, aku juga merasa malas untuk membalasnya. Karena menunggu hari sabtu itu terlalu lama sekali. Setelah kuhitung-hitung hari ini Awan sudah mengirim sms kepadaku sebanyak 100 kali. Dan itu masih terhitung sore. Dan sms terakhir yang aku terima adalah.
"Hati-hati dijalan"
Karena aku memang hendak pulang kantor. Badanku terasa lelah sekali. Bahkan rasa kantuk itupun melanda. Naik motor dengan keadaan seperti ini membuat tidak nyaman pengendara lainnya. Jadi, aku urungkan untuk pulang ke rumah.
Pukul 19.00 wib.
Aku masih dikantor, tepatnya di ruang istirahat kantor. Aku tertidur selama 1 jam. Kulihat Brian juga tertidur disebelah tempat tidur yang aku baringi. Ingin membangunkannya. Kuabaikan saja. Brian, kalau saja dia itu tidak pilih-pilih kriteria seorang wanita. Aku rasa dia sudah memiliki 4 istri. Wajah tampan, tinggi layaknya model, blasteran lagi. Secara fisik tidak ada yang kurang darinya, namun dia meminta kesempurnaan dari seorang wanita. Ya, dia memiliki wanita impian. Seperti Carol Jones, seorang penyanyi wanita amerika.

Selasa, 05 Agustus 2014

Looking for Mr.Rainbow

Mr. Gombal -1-

"Urghhhh"
Aku melemaskan seluruh tulang-tulangku. Hari ini, aku menghabiskan hariku dengan menonton drama yang beberapa hari yang lalu aku download. Karena tidak sempat menonton aku habiskan semuanya hari ini.
Tak banyak pelajaran yang aku tarik dari menonton drama itu. Seperti biasa hanya menguatkan diri saja. Bahwa tidak semua yang kau harapkan sesuai dengan keinginanmu.
"Pergilah mengejar mimpimu, sampai kau merasa lelah..." nada dering ponselku berbunyi. Sepenggal lirik lagu penyemangatku minggu ini. Kejarlah mimpimu yang dinyanyikan oleh group band terkenal saat ini.
"Hallo!!"
"Hallo, apakah ini zora?" tanya seseorang yang bernada lembut sekali
"Yup...benar sekali. Ini siapa?" jawabku sambil berpikir suara siapa itu.
"Aku Selly. Teman SMP kamu dulu"
"Owh..." aku mengkerutkan keningku. Berpikir keras. Sebuah nama yang aku lupa. Teman SMP. Aku terus berpikir sampai pada akhirnya.
"Kamu lupa ya?"
"..." aku tak menjawab. Karena aku bingung mau menjawab apa. Jika ku jawab Iya, maka itu akan membuat dia kecewa.
Jika aku menjawab tidak, aku sudah berbohong dan pada akhirnya jika dia tahu maka dia juga akan kecewa. Aku bingung. Dan masih berusaha berpikir keras untuk mengingat nama Selly.
"Kamu benar-benar tidak ingat denganku ya, zora?"
"Eh...itu...gak bener lah. Aku ingat kok" jawabku gelagapan. Mencoba menutupi bahwa aku sedang berbohong.
"Syukurlah kalau kamu masih ingat"
"Iya...hehehe" bahkan aku membuat tawa palsu sambil mengulang memory masa SMP dulu.
"Bisa kita bertemu?"
"Bertemu?" tanyaku heran. Ini bisa gawat, jika kami bertemu dan aku juga belum ingat Selly itu siapa. Bahkan aku mencoba mengingat urutan bangku dikelasku. Aku tidak menemukan keberadaan Selly di kelas itu. Ketika SMP Selly duduk dimana. "Arrggghhh...kepalaku mulai pusing"
"Bisakan kita bertemu?"
"Bisa...bisa"
"Dikafe waffel sebelah bioskop ya"
"Oke"
"Aku tunggu jam 4 sore nanti"
"Oke..."
Sekarang pukul 2 siang. Padahal masih ada 1 episode lagi untuk mengakhiri drama ini. Malah, kamar masih berantakan. Aku belum makan siang. Bahkan belum mandi dari semenjak bangun tidur tadi pagi. Apa yang harus aku lakukan. Menonton episode terakhir drama itu atau makan atau mandi atau beresin kamar.
"Aargghhhh aku bingung" teriakku menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal dan membuatnua berantakan.
Hidupku, aku yang menjalaninya. Mimpiku adalah hal yang harus kujaga. Tidak akan ada seorangpun yang akan merebut hidup dan mimpiku. Karena aku akan melindungi itu semua. Tapi, kalau aku begini-begini terus aku bisa gila. Hidup dan mimpiku bakalan di patok orang lain.
Akhirnya aku putuskan untuk membereskan kamarku, lalu makan, lalu mandi. Selesai sudah pukul 3 sore. Masih ada waktu 1 jam lagi. Jarak Kafe Wafel dari rumahku tidak begitu jauh. Naik motor membutuhkan waktu 10 menit saja.
Ya...aku lupa satu hal. Aku lupa untuk tidur siang. Mataku menang terasa berat sekali setelah mandi tadi. Aku niatkan untuk tidur sebentar dan memasang alarm sebelum jam 4. Alarm di ponselku berbunyi nyaring memekakkan telingaku. Aku mengucek-ngucek mataku, dan menyipitkannya untuk melihat angka yang tertera dilayar ponselku.
"Aarrrrggghhhh" teriakkku. Disitu tertera pukul 4.00 pm. Segera ku mencuci mukaku, dan tak ssmpat untuk berbedak apa lagi dandan.  Langsung aku sambar tas canglong favoriteku dan terburu-buru mengunci kamarku. Dan meluncur ke garasi menyalakan motor maticku. Memang belum ada telpon dari Selly bahwa dia sudah sampai atU belum. Aku masih terus melaju cepat. Tak perduli semburan kata-kata kasar dari pengendara lainnya. Kafe waffel dekat bioskop itu sudah tampak jelas. Aku memarkirkan motor kesayanganku. Dan masuk kedalam kafe waffel itu. Disambut 2 pelayan cantik.
"Berapa orang, mbak?" tanya salah satu pelayannya sambil menunjuk ke arah kursi yang kosong.
"Hm...2 orang mbak" jawabku mencari lokasi yang pas.
"Didalam apa diluar?" tanya pelayan itu lagi
"Diluar aja deh" jawabku menuju kursi yang sudah aku pandangi dari tadi. Berada dipojok.
Lalu kedua pelayan itu memberikan table menu. Aku hanya melihat-lihat dulu
"Nanti aja mbak, lagi nunggu temen" kataku melihat jam diponselku.
"Ya mbak" balas pelayan itu dan meninggalkan aku sendiri.
Aku kira, aku bakalan terlambat. Ternyata si Selly yang ngaku temen SMP aku lebih telat lagi. Sambil melihat sekitar, aku baru teringat bahwa aku tidak ingat siapa Selly itu.
"Pergilah mengejar mimpimu, sampai kau merasa lelah.." nada dering ponselku berdering.
"Hallo"
"Zora, kamu uda sampai ya?"
"Iya. Kamu dimana sel?"
"Aku uda didepan kafe"
"Masuk aja, aku uda disini kok. Dipojokan bagian luar ya"
"Aku bawa temen, bolehkan!"
"Boleh"
Sebuah tangan melambai kearahku. Yang aku tahu itu pasti Selly. Benar saja perkiraanku. Berarti aku berhasil berakting pura-pura mengingatnya. Akh...benar saja aku tidak mengingatnya dikelas. Kami lain kelas, dan aku baru teringat bahwa kami pernah les bahasa inggris bareng ketika SMP dulu. Dan aku melihat disebelah seorang laki-laki tinggi, berkulit sawo matang, mata agak sipit dan beralis tebal. Jantungku hampir mau copot melihat laki-laki itu. Awan. Jelas sekali itu awan. Seniorku ketika SMP. Apakah dia sedang berpacaran dengan Selly atau sudah menikah. Aku mulai gugup. Awan adalah salah satu idolaku waktu SMP dulu. Laki-laki yang bertubuh kurus itu sangat terkenal dikalangan osis. Karena Awan memang sangat ramah kepada siapa saja dan suka menolong. Aku menelan ludahku. Melihat pemandangan didepanku. Selly dan Awan. Kok malah jadi begini.
"Hai..." sapa Selly tersenyum manis
"Hai..." aku mencoba senyum senatural mungkin.
"Masih ingat sama awan gak? Senior kita waktu SMP dulu" tabya Selly seraya menarik kursi dan duduk.
"Masih" aku tersenyum kembali. Gila aja kalau aku gak ingat sama awan. Diakan orang yang pernah aku sukai secara diam-diam.
"Hai..." awan mengulurkan tangannya kearahku. Dan aku menyambutnya sambil tersenyum manis.
"Kalian sudah menikah ya?" tanyaku polos.
"Hahaha....menikah apanya. Aku dan awan ini sepupuan" jawab Selly.
"Heh...." aku baru tahu mereka sepupu. Kenapa gak dari dulu sih tahunya. Sesalku.
"Awan masih jomblo ni, mau daftar gak" jelas ini pasti candanya si Selly dan itu gak enak banget buat dijawab.
"Eh .... ada-ada aja deh" jawabku gerogi
"Hahahaha" tawa Selly masih seperti dahulu. Ringan dan renyah.
Kami memesan 3 jus jeruk dan 3 waffel stroberry ice cream. Rasanya aneh sekali. Setelah 12 tahun tidak tahu kabar bahkan tak pernah bertemu. Sekalinya bertemu disaat yang tidak terduga seperti ini. Dan yang membuat aku makin gerogi, status yang disandang Awan. Jomblo. Aku juga jomblo, jadi tidak masalahkan kalau kami saling mengenang masa lalu ketika berdua nanti. Antara senang dan gembira.
Kami bercerita masa-masa SMP dulu. Mulai dari guru sampai teman-teman yang suka jahil. Semua terasa cepat berlalu. Dan itu sangat menyenangkan sekali. Dan akhirnya kami, berpamitan untuk pulang kerumah masing-masing. Aku kira, aku akan mendapatkan bonus nomor ponselnya awan. Ternyata tidak. Yasudahlah. Aku lanjut pulang kerumah.
Kamar masih berantakan. Laptop masih menyala dan jendela kamarku belum tertutup. Mandi dan makan malam. Setelab itu lanjut nonton drama yang tinggal 1 episode lagi. Dan berakhir di tempat tidurku.
Aneh rasanya hari ini. Tak ada bertanda bahwa aku akan bertemu dengan teman lamaku, terutama awan. Bahkan memikirkannya saja tidak pernah. Aku anggap hari ini bonus dalam hidupku.
Tret...tret....
Getaran ponselku sangat kuat. Sebuah pesan singkat. Dan aku membukanya.
"Hai...lagi apa? Maaf ganggu Dari : awan"
Hah...mataku terbelalak. Apa tidak salah kirim pesan si Awan.
"Hehehe...gak kok. Aku baru aja selesai nonton drama seri"
"Drama apa?pasti cinta-cintaan ya?"
"Aku kurang suka drama romantis, aku lebih suka komedi sih"
"Biasanya kan cewek-cewek suka yang romantis"
"Gak juga kok. Kamu lagi apa?"
"Lagi memikirkan kamu, makanya aku sms"
Heh....gombalan kelas kecap asin juga ni. Aku sudah bosan dengan gombalan seperti itu. Dan ujung-ujungnya minta izin mau nelpon aku. Sudah bisa kubaca itu semua. Sangat terlihat jelas sekali. Dan sekali lagi tebakanku benar.
"Ada-ada aja deh"
"Aku serius loh, boleh gak aku telpon"
Benerkan, sudah kuduga. Laki-laki memakai jurus yang sama untuk pendekatan. Dan dengan berpasrah aku mengiyakan permintaannya. Dan sudah kuduga juga hal-hal apa saja yang bakalan terjadi. Ngajak ketemuan, makan diluar dan nonton. Akhirnya aku membuat janji dengan Awan diakhir pekan ini. Nonton bioskop dan setelah itu makan di resto seafood sebelah bioskop.