Minggu, 27 Desember 2015

Read Your Mind

Terkadang aku tidak menyukai kelebihan yang Tuhan beri padaku. Mereka yang tak ingin diketahui justru aku mengetahui dengan sendirinya. Aku mendapatkan kelebihan ini ketika aku berumur 7 tahun. Hanya karena demam tinggi, aku diantara dua alam yang berbeda. Namun, ada seseorang yang menuntunku kearah dua buah pintu. Pintu pertama berwarna hitam dengan ukiran aneh. Pintu kedua berwarna putih dengan tulisan "kehidupan". Seseorang itu memilihkanku pintu berwarna hitam, namun aku menolaknya. Pintu itu terlihat sangat mengerikan. Lalu, aku menunjuk kearah pintu berwarna putih. Seseorang yang bercahaya yang tidak jelas wajahnya itu berkata.
"Kau yakin akan memilih pintu itu?"
Aku mengangguk pasti.
"Kau yakin?"
"Hu um" anggukan terakhir yang dipastikan aku akan membuka pintu itu.
"Jika kau memilih pintu itu, maka ada syarat yang harus kau penuhi"
"Apa itu?"
"Sebuah kelebihan yang orang lain tidak punya"
Aku bingung.
"Jadikan kelebihan ini menjadi tiket untuk bertemu denganku kembali. Pergunakanlah kelebihan ini untuk kebaikan. Walaupun kau akan dibenci orang. Tetaplah bersabar, karena harga tiket sabar itu sangat tinggi poinnya"
Aku masih tidak mengerti. Kelebihan. Kebaikan. Kebencian. Sabar. Kata-kata yang sering aku dengar dari mulut nenekku.
"Bersiaplah. Sampai bertemu lagi"
Aku menoleh kearah seseorang bercahaya itu, melambaikan tangan. Dan membuka pintu berwarna putih. Terang sekali. Sinarnya menyilaukan mata. Dan ketika aku membuka mataku, aku sudah berada diatas tempat tidur. Aku melihat sekelilingku. Ada sebuah lampu dan alat aroma terapi. Lalu aku menolah kekanan. Aku melihat ibu dan nenek sedang tertidur pulas disebuah sofa. Aku melihat kekiri, ada Aika sahabatku sedang tertidur juga dikursi tamu. Lalu aku melihat tanganku, ada sebuah selang infus terpasang. Ternyata aku berada dirumah sakit. Setelah aku tersadar dari bangunku, seperti ada yang aneh dengan pendengaranku.
Nguuuuiiiiiiinnnngg!!!! Dengingan hebat yang membuat telingaku terasa sakit sekali.
"Urrrrrrrrrrggghhhh" teriakku seketika sambil memutupi lubang telingaku. Telingaku seperti mau pecah. Sakit sekali. Lalu aku merasakan ada sebuah tangan menyentuh lembut pundakku.
Aku tak bisa mendengar apapun itu. Aku hanya bisa melihat wajah yang aku tahu itu ibuku. Wajah cemas. Raut wajahnya langsung berubah ketika seorang suster memasuki ruanganku. Aku melihat mulut ibuku sedang bergerak, aku tahu dia sedang berbicara kepada suster tersebut. Namun, aku tidak dapat mendengar apa yang mereka berdua bicaraka. Suster itu langsung mendekati dan memegang kedua tanganku yang masih menutupi lubang telingaku. Sebuah suntikanpun ditusukan kedalam kantong cairan infus, dan mataku merasa lelah dan aku tertidur.
Sejak saat itulah, aku merasakan hal yang aneh dengan pendengaranku. Aku berpikir, apakah ini kelebihanku. Aku tidak bisa mendengar. Apa yang harus aku lakukan dengan semua ini. Bagaimana aku bisa melakukan kebaikan dengan telinga seperti ini. Akan tetapi, aku bisa mendengar suara tanpa harus melihat orang lain sedang berbicara.
Ya, aku mampu mendengarkan isi pikiran orang lain. Aku anggap ini kutukanku. Dan ini adalah sesuai janjiku ketika aku tertidur lama dan bertemu dengan seseorang wajah bercahaya.
"Vru...kita nonton yuk" ajak Aika
"Yuk"
Aika adalah sahabatku sejak kecil. Tidak ada yang aku rahasiakan darinya. Kecuali kelebihanku ini. Aika tidak pernah berbohong kepadaku. Aika adalah manusia terjujur yang pernah aku temui. Tidak seperti teman-temanku yang lainnya. Hanya memanfaatkanku saja.
"Kita mau nonton apa?"
"Film action aja, gimana?"
"Ok"
Aku dan Aiko sekarang sudah berusia 27 tahun. Aiko akan melepas masa lajangnya bulan depan. Maka aku akan menghabiskan sisa masa lajang Aika dengan berkencan dengannya selama seharian. Yang pertama adalah menonton bersama. Karena kami sudah hampir 5 tahun semenjak lulus kuliah tidak pernah nonton bersama lagi. Aika dan aku lebih sibuk menghabiskan waktu dengan bekerja. Dan menghabsikan waktu dengan teman baru.
"Hahahahaa...uda lama banget ya" kata Aika mengambil secup popcorn.
"Iya...kurasa uda hampir 5 tahun"
"Bener banget, Vru. Aku rindu banget kita kaya' yang dulu lagi. Nonton bareng, makan bareng, belanja bareng, nongkrong bareng. Bahkan gak kepikiran nyari cowok. Hahahahha"
Apa yang dikatakan Aika itu benar. Aku suka melihat wajah Aika penuh tawa. Polos dan tak ada beban. Memang seperti itulah Aika. Karena aku tahu apa yang ada didalam pikiran Aika. Tiba-tiba tawa itu berhenti dan raut wajahnyapun berubah.
"Kenapa?" Tanyaku heran
"Ada seseorang yang tak ingin aku lihat"
"Siapa?" Aku mencoba mencari sekeliling ruang tunggu.
"Itu" Aika menunjuk seseorang yang sedang mengenakan short dress berwarna merah yang mencolok dengan hand bag berwarna yang sama.
"Siapa dia"
"Bukan siapa-siapa. Cuma aku malas banget lihat wajahnya. Seperti mak lampir. Hahahahha"
Aku menangkap hal lain dari tawanya kali ini. Dan ini untuk pertama kalinya Aika berbohong kepadaku. Aku mencoba menghiraukan pendengaranku yang aneh ini.
"Aku tidak suka dia karena dialah aku sempat berpisah dengan calon suamiku. Dialah pemicu diundurnya acara pernikahanku. Wanita yang mengaku baik dan akan membantuku untuk tetap awet dengan calon suamiku. Akan tetapi, dialah merusak cerita indah yang kami buat" ( isi pikiran Aika )
"Yuk masuk, bentar lagi filmnya dimulai" ajakku membawa sebotol minuman ringan.
Sepanjang menonton, tak seperti biasanya Aika yang begitu bersemangat setiap kali menonton film bersemangat, tapi kali ini berbeda. Seperti ada yang mengusik pikirannya sehingga terbang entah kemana saja.
"Ada yang aneh" tanyaku seusai menonton film.
"Aneh apanya?"
"Biasanya kamu itu semangat baget kalu nonton film action. Biasanya pas adegan berkelahi, kami itu paling ribut. Ini kok diam aja"
"Gak apa-apa kok" bohong Aika. Aku tahu maksud Aika berbohong. Berarti dia tidak ingin masalahnya diganggu.
"Kamu bohong. Dan ini untuk pertama kalinya seumur hidup kamu berbohong"
Aika terheran dengan pernyataanku. Aika memandang wajahku dalam-dalam.
"Apa yang bisa kamu lihat, Vru. Mengapa kamu begitu tahu aku berbohong atau tidak"
"Aku..aku kan sahabatmu sejak kecil. Makanya aku tahu" sambil menunjukkan gigi-gigiku.
"Aku kekamar mandi dulu" Aika pergi ke toilet. Aku mencoba mendekati wanita yang dimaksud Aika tadi. Lalu melemparkan senyuman padanya. Wanita itu menyambutku dengan sebuah senyuman juga.
"Maaf, mbak. Boleh saya duduk disini"
"Silahkan"
Tak lama, aku melihat Aika sedang menuju kearahku. Agak terhenti sejenak. Dengan wajah tidak senangnya karena aku sedang berada di sebelah wanita yang dia benci. Aku memberikan kode dengan mata, agar dia segera ketempatku. Dia berjalan pelan, dan menuju kearahku. Wanita disebelahku terperanjat kaget melihat Aika menuju arahnya. Wanita itu hendak berdiri, lalu aku tahan. Wanita itu melihat kearahku heran. Wajah tidak senangnya kepadaku muncul.
"Kalian berdua mau apa?" Dengan nada tinggi wanita itu membuat mata-mata pengunjung bioskop melihat kami.
"Kami tidak mau apa-apa. Hanya ingin penjelasanmu saja" kataku.
"Penjelasan apa?"
"Apakah kamu benar-benar ingin membantu sahabatku untuk tetap bersatu dengan calon suaminya?"
Wanita itu mengerutkan dahinya. Merasa aneh saja.
"Jujur, aku benar-benar ingin membantu mereka. Tapi, dia sudah menuduhku merebut Igi. Padahal tidak seperti itu"
"Kau berbohong"
"Tidak aku berkata sebenarnya"
"Sialan. Siapa wanita ini. Tahu darimana dia aku sedang berbohong atau tidaknya. Tak perlu kau urusin masalahku dengan Igi. Temanmulah yang merebut Igi dariku. Aku sudah menyukai Igi sejak sekolah dahulu. Aku dan Igi selalu bersama. Tetapi ketika temanmu ini, Igi mulai menjauhiku. Aku kesepian. Aku membenci temanmu ini. Selamanya" ( isi pikiran wanita itu )
"Sebaiknya kamu berkarta sebenarnya sejak awal kepada sahabatku ini. Mungkin dia akan mengerti"
"Maksudnya apa?"
"Sebaiknya kamu mengatakan kalau kamu itu sayang dengan Igi sudah sejak lama. Kamu cemburu ketika Igi bersama Aika. Mengapa kamu harus melakukan hal selicik itu. Mencoba membantu mereka bersatu. Padahal dibalik itu semua kamu menginginkan Igi kembali kesisimu"
Wanita itu terdiam , mematung. Bahkan Aika juga memandang aku aneh.
"Kita pulang, Aika. Bisa aku ketemu kapan-kapan?"
Aika masih mengangguk heran menatap lamat-lamat kearah wajahku. Kami meinggalkan wanita itu yang masih mematung.
"Bagaimana kamu tahu, Vru. Kalau dia menyukai Igi"
"Hehehehe..." aku hanya tertawa.
Seharian bersama Aika membuat beban tugasku sedikiy berkurang, bukan berarti tugasku benar-benar sudah terselesaikan. Besok pagi aku harus menghadapi seorang bos yang sangat luar biasa menakjubkan. Aku suka dia. Dia adalah laki-laki yang pandai berakting. Gayanya ketika marah membuat bawahannya menunduk lesu. Sikap arogannya membuat bawahannya mencibir dibelakangnya. Kedisiplinannya membuatnya dijadikan bahan olok-olokan oleh bawahannya. Itulah dunia dimana tempat aku bekerja. Seorang atasan yang pintar sekali berakting.
"Vru, apa kamu sudah menyelesaikan tugasmu?"
"Sudah pak"
"Masuk keruang rapat sekarang" perintahnya dengan nada lembut sekali. Ada apa pagi ini, mengapa bosku begitu lembut. Aku tidak bisa membaca pikirannya. Kosong. Dan aku merasa aneh.
Atasanku itu memulai rapat dengab sebuah senyuman. Dan aku melihat wajah heran keseluruh arah penjuru ruangan. Benar saja.
"Ada apa dengan si tengik ini. Mengapa sepagi ini dia sudah senyum-senyum " ( isi pikiran Carla ) sekretarisnya.
"Hm...kurasa dia menang lotre tadi malam" ( isi pikiran Mago ) staff terpintar
"Sudahlah, bos. Senyummu itu tidak bisa mengubah wajahmu yang seram itu" ( isi pikiran Noel ) staff keuangan.
Aku hanya bisa tersenyum dalam hati saja mendengar ocehan-ocehan dalam pikiran rekan-rekan kerjaku.
Wido, itulah nama atasanku. Sejenak berpikir memiliki nama aneh seperti itu, memang pantas dengan karakternya yang pintar akting. Wido membicarakan masalah kinerja kami ketika bekerja. Wido banyak sekali menyundir rekan-rekan kerjaku. Termasuk aku.
"Kamu juga, Vru. Seharunya kamu lebih bertanggung jawab atas tugasmu. Mengapa aku mendengar keluhan dari pihak pusat karena kamu lama mengirim hasil laporan mingguan kita"
Aku tertunduk, dan menegakkan kepalaku menatap tajam kearah mata bosku itu dan mulai membaca pikirannya.
"Vru, maafkan aku sudah memarahimu dirapat ini. Kamu adalah karyawan terbaikku. Maafkan aku" ( isi pikiran widow )
Aku tersenyum kecil. Tidak seperti karyawan lainnya yang mengomel dalam pikiran ketika dimarahi Wido dan memasang wajah tak senang terhadap bos kami itu. Sedangkan aku memberikan senyuman manisku pada Wido.
"Terima kasih, Bos" ucapku dalam hati.
Seusai rapat, dengab wajah lesu karena habis-habisan dimarahi Wido. Para bawahannya seperti tidak bersemangat untuk bekerja.
"Maafkan aku karyawanku, ini aku lakukan agar kalian tidak terlalu terlena dengan pujian. Biarlah kalian membenciku, tapi kinerja kerja kalian itu bagus. Akan ada penghargaan khusus buat kalian jika kalian bekerja dengan baik diakhir tahun ini " ( isi pikiran Wido sebelum aku keluar dari ruangan rapat)
Lihat betapa baikknya bos kami ini. Memberikan penghargaan diakhir tahun nanti. Dan aki berharap aku salah satu yang menjadi karyawan terbaik itu.
Dikantin kantor, percakapan dipenuhi hasil rapat tadi pagi. Banyak yang tidak terima atas ucapan Wido, jika mereka hanya santai-santai saat bekerja. Ada yang sangat kesal sekali ketika dia disindir yang kerjanya hanya menggosip dari meja kerja yang satu kemeja kerja lainnya. Tapi, apa yang dikatakan Wido benar. Ketika Wido tidak diruangannya, mereka yang terkena sindir membuat tabiat baru mereka. Bersantai-santai disaar bekerja. Bercerita hal yang tidak penting. Lebih banyak menghabiskan waktu di dapur kantor daripada dimeja kerja. Dan mereka adalah aktor dan aktris terbaik yang pernah aku temui. Lain halnya ketika Wido diruangannya. Jangankan berjalan kemeja lain, bangkit dari duduk saja tidak ada yang berani. Jadi, aku simpulkan, bahwa ditempat bekerja itu adalah panggung sandiwara terbaik.
Sepulang bekerja aku berjanji dengan Qhi. Dia adalah seseorang yang dekat denganku. Kami tidak ada hubungan kecuali sahabat. Aku suka bercerita banyak dengannya. Aku merasa lebih baik ketika aku berbicara dan menghabiskan.waktu dengan Qhi. Dia seorang koki. Dia bercita-cita ingin mempunyai sebuah restaurant sendiri. Aku suka semangatnya, tidak pernah berputus asa dan selalu tertawa renyah.
"Maaf aku telat" kataku sambil menangkupkan kedua telapak tanganku.
"Hehehe...tidak apa-apa" Qhi tersenyum padaku.
"Ada masalah apa dikantor, sampai kamu telat"
"Tidak ada masalah apa-apa. Hanya saja bosku tidak senang dengan hasil kerja kami"
"Itu bos parah bener yak, selalu buat sulit karyawannya. Marah-marah. Aku merasa dia tidak pantas jadi seorang atasan"
"Tidak seperti itu. Dia baik, cuma dia tidak tahu untuk mengungkapkannya"
"Hahahahaha..ngaco kamu"
Kami mengobrol banyak malam ini. Mulai dari masalah pekerjaanku yang menumpuk. Dan masalah bosku yang suka marah-marah. Hobi kami yang sama-sama suka catur. Dan sampai menceritakan masalah diantara kami.
"Vru, sepertinya aku harus mengatakan ini padamu"
"Apa itu?"
"Aku...cuma ingin bilang, aku menyukaimu"
Seperti biasa aku menunduk lalu menatap tajam wajah Qhi hanya untuk mengetahui apakah dia berkata jujur atau bohong.
"Ayolah, Vru. Beri tanggapanmu. Aku harap kamu merasakn hal yang sama" ( isi pikiran Qhi )
"Hm..." aku membuat senyuman di wajahku.
"Kenapa tersenyum?"
Aku tidak berani mengatakannya. Karena memang aku tidak bisa untuk mengungkapnya. Ini bagiku bukan pertama kalinya bagiku untuk mengetahui seseorang yang mengatakan hal yang sama ini adalah jujur atau tidak. Pada mulanya, mereka yang pernah mengatakan hal yang sama padaku juga begitu. Namun, pada akhirnya aku tahu jika mereka hanya memanfaatkanku. Aku tidak suka seperti itu. Diatas tulusnya perasaan yang aku berikan, mereka balas dengan memanfaatkanku saja.
"Tidak apa-apa. Terima kasih sudah sayang padaku"
"Jadi?"
"Jadi apanya?" Aku pura-pura tidak mengetahui maksud dari kata "jadi". Qhi bermaksud agar aku dan dia mempunyai hubungan tertentu. Akan tetapi aku tidak akan menjawabnya.
"Akh..sudahlah...hahahahhaa"
Sepekan berlalu, Aika dan Igi akhirnya bisa aku temui mereka. Aku mengajak Qhi dan memperkenalkannya kepada Aika dan Igi. Aku bersyukur Qhi membuat pertemuan kami itu menjadi hangat. Lawakan-lawakan Qhi yang membuat suasana menjadi begitu mengalir saja. Dan tak terasa hari sudah hampir sore. Kami kelaparan, dan mencari tempat makan favoriteku dengan Aika.
Dan malam itu, aku mencoba menyelesaikan masalah Aika. Apakah benar Igi tulus menyayangi Aika?.
"Igi, seminggu yang lalu aku dan Aika bertemu dengan seorang wanita. Dia mengaku sahabatmu"
"Oh...Tiya" Igi langsung mengetahui siapa sahabatnya itu.
"Iya, aku melihat Aika tidak suka terhadapnya"
"Aika, bukankah aku sudah bilang. Aku dan dia hanya sahabat. Perasaanku tidak melebihi apa yang kamu perkirakan" Igi memandang wajah Aika dengan penuh keyakinan.
Aku menundukkan kepalaku dan mencoba membaca pikiran Igi.
"Dasar wanita manja. Mengapa hobinya hanya membuat aku terlibat dalam masalah. Kalau bukan karena Mama yang menginginkanmu mana mungkin aku mau bersamamu. Jelas kamu berbeda dengan Tiya. Bagaikan langit dan bumi" ( isi pikiran Igi )
Benar saja dugaanku. Aku mencoba menenangkan hatiku. Dengan raut wajah berubah, sepertinya Qhi sudah mengetahui keadaanku. Qhi spontan menggenggam tanganku, mencoba menahan tanganku yang sudah mengepal ingin meninju pipinya sampai copot giginya. Aku melihat kearah Qhi, dia menggelengkan kepalanya. Emosiku menurun.
"Sebaiknya kamu pikirkan dua kali, Aika. Aku bukannya tidak merestuimu. Cuma aku tak ingun sahabatku terluka lebih dalam. Maafkan aku Aika baru bisa berkata sekarang. Sejak dulu, aku juga tidak suka pria ini. Dia mirip sekali dengan Chucks. Kamu tahu, Chucks yang memanfaatkanku untuk kepentingan perusahaannya saja. Dia tidak lebih dari itu. Maafkan aku Aika"
"Vru, dia berbeda dengan Chucks. Dia tidak seperti itu. Aku tahu benar Igi. Dia sudah berkata jujur. Aku tidak ingin kehilangannya"
"Hei, Vru. Jika pertemuan ini hanya membuat kesal Aika, sebaiknya kami berdua pamit diri"
"Tapi...bukan itu maksudku. Aku hanya tidak ingin sahabatku terluka"
"Ini sudah membuatku terluka, Vru. Ketidak restuanmu membuat aku terluka"Aika menangis.
"Maafkan aku" aku tertunduk dan mencoba membaca pikiran Aika. Benar saja, dia merasa tersakiti oleh pernyataanku tadi. Aku tidak bisa menjelaskan tentang kelebihanku ini padanya. Ini rahasiaku dengan seseorang yang wajanya bercahaya itu. Aika masih menangis karena terluka oleh ucapanku. Igi langsung bangkit dengan wajah yang marah. Dan memandang sinis kearahku.
"Kami pamit!!" Nada yang penuh penekanan. Igi marah sekali. Tapi, aku bahkan lebih marah dari itu. Aku mengejar mereka sampai kepintu keluar dan menghentikan langkah mereka.
"Aika, dengarkan aku dulu. Aku benar-benar sayang padamu. Aku tidak bisa melihat kamu menangis pada akhirnya. Dan buatmu, aku berharap kamu itu membanding-bandingkan Aika dengan wanita itu. Aika lebih baik daripada wanita itu. Setidaknya Aika adalah wanita terjujur yang pernah aku jumpai selama hidupku. Dengarkan aku, jika kamu membuatnya menangis, aku tidak akan tinggal diam"
"Aku tidak akan pernah takut akan ancamanmu. Sebaiknya kau urus saja urursanmu wanita aneh!!!"
Malam itu, menjadi malam tak terdugaku akan membuat hati Aika terluka. Membuat dia menangis karena ucapankau. Aku menyesal. Tapi, aku akan lebih menyesala jika tidak aku peringatkan Aika tentang busuknya pria itu yang hanya memanfaatkan Aika hanya untuk kepentingan keluarganya.
Aku memilih naik taxi daripada Qhi mengantarku pulang. Qhi tahu, bahwa aku ingin sendiri dan dia membiarkanku. Percuma juga Dia harus ada disebelahku saat ini, aku hanya mengabaikannya saja. Sepanjang jalan aku hanya merenung, memikirkan kejadian ini malam. Mengenang masa-masa indah aku bersama Aika. Mengingat kembali hari ini yang awalnya begitu menyenangkan dan pada akhirnya membuatku merasa tidak enak.
Sesampai dirumah aku merendamkan diri di bak mandi. Air hangat membuat otot-otot menjadi lemas. Pikiranku merasa rileks setelah mencium aroma terapi dari sabun yang aku pakai ini malam.
"Semoga besok lebih baik"
Sudah 3 hari Aika tidak membalas semua pesan singkatku. Tidak mengangkat telepon dariku. Dan tidak menunjukkan wajahnya ketika aku mendatangi rumahnya. Aika menjauh dariku. Persaanku tak tenang, sahabat terbaikku menjauhiku. Sahabat yang aku cintai karena kejujurannya.
"Halo, ada apa tante?" Sebuah telepon dari mamanya Aika.
"Kamu dimana, Vru?"
"Saya masih dikantor tante. Ada apa, apa terjajdi sesuatu dengan Aika?"
"Sudah seharian ini dia tidak keluar kamar, Vru. Kamarnya dikunci, tidak ada makan dari tadi malam. Tante khawatir, Vru. Mungkin kamu yang bisa buat Aika keluar kamar dan makan"
"Tante, aku dan Aika sedang mengalami komunikasi yang buruk saat ini. Aku tidak yakin ini akan berhasil"
"Tapi setidaknya tolonglah tante, Vru"
"Baiklah tante. Setelah usai bekerja aku akan menemui Aika"
"Terima kasih, Vru"
Apa yang terjadi pada Aika. Aku mencoba mengirim pesan singkat padanya.
"Keluar dan makanlah. Mamamu baru saja memberitahuku kalau kami tidak mau keluar kamar dan makan. Ada masalah apa? Jika karena ucapanku kemaren lalu aku minta maaf Aika"
Tidak ada balasan dari Aika. Karena tidak juga aku nantikan balasan darinya. Tapi, aku salah. Aika membalas pesan singkatku pada hari keempat ini. Cepat aku membuka kotak masuk. Dan membaca pesan singkat itu.
"Datanglah kerumah hari ini"
Aku bersemangat menyelesaikan tugas-tugasku pada hari ini. Karena aku tidak ingin lembur. Aku harus cepat mengerjakannya. Bahkan jam istirahat aku habiskan untuk mengerjakan laporanku. Makan siang seadanya. Tepat pukul 4 sore, aku menyelesaikan laporanku. Dan segera membereskan meja kerjaku.
Rumah Aika, tampak seperti satu hari yang lalu. Tidak ramai, hanya ada Mamanya dan Aika. Serta beberapa asisten rumah tangga. Mama Aika adalah seorang pengusaha kue. Toko kuenya sangat sukses dibeberapa daerah, dan kemungkinan tahun depan akan buka di luar kota. Dan salah satu partner kerja mamanya Aika adalah mamanya Igi. Karena itulah aku tahu betul jika Aika hanya dimanfaatkan oleh Igi.
"Aika, buka pintunya. Ini aku Vru"
Tak ada balasan, hanya pintu yang seperti membuka sendiri.
"Maafkan aku" Aku menunduk dan mencoba membaca pikiran Aika
"Seharusnya aku lebih percaya apa yang kamu katakan, Vru. Seharusnya aku mendengarkan semua ucapanmu. Seharusnya..."
"Sudahlah, tak perlu menyesal. Setidaknya aku sudah memberitahumu. Jika aku tidak memberi tahumu mungkin akan lebih banyak penyesalan yang terjadi" aku memeluknya erat. Dengan wajah yang kusam Aika menangis dan membenamkan wajahnya dipelukanku. Aku tahu apa yang Aika rasakan. Aku tahu Aika sudah mengetahui apa yang Igi lakukan pada dirinya. Aku tahu Aika kecewa berat. Karena pesta pernikahannya harus dibatalakan.
"Apakah mama sudah tahu, Aika?"
"Belum. Aku tidak berani mengatakan kepadanya. Aku takut sekali"
"Sebaiknya kamu katakan saja. Daripada mama tahu dari orang lain"
"Aku tidak bisa"
"Ayolah, perlu aku temani?"
Aika hanya mengangguk pelan. Aika tidak memberitahuku apa yang membuat dia mengetahui tingkah Igi. Karena aku sudah tahu terlebih dahulu ketika aku membaca pikiran Aika.
"Vru, aku melihat Igi bersama wanita itu semalam disebuah restaurant italia. Restaurant paling romantis diujung jalan blok C itu. Padahal ketika aku mengajak Igi kerestaurant itu, dia selalu menolak. Akan tetapi ketika wanita itu mengajaknya mengapa dia langsung menyetujuinya. Aku merasa ada yang aneh dengan makan malam itu. Aku mendatangi mereka yang sedang makan. Aku marah. Wanita itu menampar wajahku. Igi tak banyak bicara, dia hanya mematung. Dan dia tidak mencegahku ketika aku keluar restaurant itu. Dia tidak peduli denganku lagi" ( isi pikiran Aika ).
"Aika, mama bersyukur jika pikiranmu telah terbuka"
"Maksud mama?"
"Sebenarnya mama tidak setuju jika kamu bersama Igi. Mama tahu pasti dia mendekatimu karena Mamanya ingin bekerja sama dengan toko kue mama"
"Mengapa mama tidak larang"
"Mama tidak bisa melarangmu, jika tidak ada bukti"
"Mama!!!!" Aika menangis sejadi-jadinya.
"Mama akan perkenalkan kamu dengan seorang pria. Dia anak dari teman mama ketika waktu SMA dulu. Anaknya baik. Pasti kamu suka"
Akhirnya masalah Aika sudah selesai. Hubunganku dengan Aika sudah menjadi baik sekarang. Aikapun sudah bisa kembali mengembangkan senyuman manisnya.
Hari-hariku berlalu seperti biasa. Aku dan Aika kembali seperti sedia kala. Dan akhir-akhir ini kami sering bertemu. Masalah dikantor juga seperti biasa, menjelang akhir tahun Wido sibuk mengoreksi hasil kerja kami, bahkan semakin ketat. Dan isu tentang penghargaan itu tidaklah isapan jempol. Tak tanggung-tanggung hadiahnya liburan keliling eropa bersama pasangan. Bicara soal pasangan, aku merasakan aneh dengan Qhi. Akhir-akhir ini dia selalu sibuk. Jarang memberi tahuku kemana dia pergi atau hanya sekedar tanya sedang apa aku. Aku mencoba menghubunginya dia membalas pesannya setelah malam tiba. Ketika aku ajak bertemu, dia juga susah sekali mengiyakan. Qhi sedikit berubah atau hanya feelingku saja.
Malam ini tepat dengan hari ibu. Aku ingin memberikan kado terbaikku untuk ibu dan nenekku. Karena mereka berdualah yang mengasuhku dari kecil hingga sedewasa ini. Aku menelusuri jalan yang dipenuhi toko-toko hadiah untuk ibu. Sebuah toko yang membuatku terhenti sejenak. Toko baju rajutan. Nenek dan ibu sangat suka merajut, aku masuk kedalamnya dan membelikan mereka baju rajutan sebagai sweater. Setelah ini, aku akan mencari kue untuk mereka. Di jalanan ini aku tahu toko kue terenak sedunia. Toko kue milik Aika. Ini merupakan cabang dari toko milik Aika yang dikelola oleh seorang sahabat mamanya Aika sejak sekolah dulu. Aku memasuki toko kue itu. Namun, langkahku terhenti sejenak. Aku melihat dua orang yang sangat aku kenali sedang berbincang-bincang asyik. Mereka saling menggenggam tangan. Seperti sepasang kekasih. Lalu sang wanita menyuapkan sesendok kue tart yang ada di dhadapan mereka. Sang laki-lakipun membuat senyuman yang menunjukkan bahwa kue itu lezat sekali. Sangat romantis. Dan aku merindukan senyuman itu. Senyuman dari laki-laki yang sedang berhadapan dengan sahabatku sendiri. Mereka tidak terlihat canggung. Aku berdiri lama didepan pintu masuk. Kakiku terasa beku untuk melangkah. Sampai pada akhirnya seorang karyawan toko kue itu menyadari bahwa aku sangat mengganggu pengunjung yang hendak masuk. Dan keempat mataku memandang kearahku dengan terkejut. Airmata yang kutahan agar aku bisa membaca pikiran mereka berdua.
"Vru...dengarkan aku. Ini semua harus aku jelaskan terlebih dahulu" Aika berlari kearahku memeluk tubuhku yang kaku.
Aku hanya diam. Membaca pikiran Aika.
"Vru, aku tidak bermaksud menghiantimu. Tolong maafkan aku"
Aku tidak bisa membaca pikiran Aika. Apa yang terjadi padaku. Apakah hanya gara-gara rasa sakit yang aku rasakan ini. Begitu juga ketika aku menatap kearah Qhi. Aku juga tidak bisa membaca pikirannya. Daya kosentrasiku hilang. Aku hanya bisa diam. Padahal aku ingin berteriak sekeras-kerasnya. Aku dikhianati sahabatku sendiri dan orang yang mengaku sayang padaku.
"Vru, kamu ingat yang mamaku katakan. Bahwa dia akan mengenalkanku pada anak temannya. Dialah Qhi. Aku dikenalkan Qhi sebulan yang lalu. Aku ingin menolak, tapi Mama tetap keras kepala. Akhirnya aku menerima kemauan mama. Aku tak ingin kehilangan Mama, Vru. Bisakah kamu mengertikan , Vru. Begitu juga Qhi. Dia di paksa untuk menemui aku"
Aku hanya diam. Tubuhku terasa lemas. Seperti ada yang menggerakkanku untuk segera melepaskan pelukan Aika. Aku melihat samar-samar Qhi tak banyak bicara atau sekedar mendekatiku. Qhi masih berdiri ditempat yang sama sampai akhir cerita yang Aika lontarkan padaku. Kakiku seperti bergerak sendiri menuju pintu keluar. Langkahki gontai tak berdaya. Semangatku terbang. Ada rasa yang hilang disini. Dibagian yang tak kasat mata. Bagian yang sangat sensitif. Airmataku mengalir deras. Bukan hanya karena pengkhiatan ini. Akan tetapi karena aku merasa kehilangan dua orang yang sangat aku percaya selama ini. Dapatkah aku menemukan orang-orang seperti mereka nantinya.
"Hei...hati-hati kalau menyebrang. Seharusnya kamu melihat lampu lalu lintasnya. Itu masih hijau"
Aku mendongakkan kepalaku. Seorang pria berparas tampan, berjanggut tipis dan berambut panjang yang sedang diikat menahan langkahku yang hendak menyebrang.
"Maaf!"
"Sebaiknya kamu duduk dulu disitu" dia menuntunku kebangku halte bus.
"Terima kasih"
"Kosong. Kamu benar-benar kosong. Biarkan masalah itu mengalir adanya. Aku tahu itu sangat menyakitkan bagimu. Tapi itulah takdir dari langit. Untuk saat ini biarlah langit yang berbicara"
Aku terdiam. Menatap wajah laki-laki itu dengan dalam bahwa aku bisa membaca pikirannya. Benar, kelebihanku ini kembali aku mampu membaca pikirannya. Ternyata apa yang dipikiran dengan apa yang diucapkannya sesuai.
"Apa kamu bisa membaca pikiran orang lain?" Tanyaku
"Akhirnya aku menemukan orang yang sama denganku. Kamu tahu, ini sangat menakutkan sekali. Hidup diantara orang-orang palsu. Diantara orang-orang yang hanya berpura-pura. Ada yang pada awalnya begitu menyenangkan namun pada akhirnya membuat luka"
"Iya" aku memandang kelangit hitam yang berbintang.
"Sejak kapan kamu bisa membaca pikiran orang lain?"
"Sejak usia 7 tahun. Dan sekarang usiaku 27 tahun. Jadi selama 20 tahun aku harus menahan amarah, dan selalu sabar untuk tidak emosi ketika aku mengetahui mereka sedang berbohong"
"Hahahaha....20 tahun. Waktu yang cukup lama. Aku baru mendapatkannya sekitar 10 tahun yang lalu. Ketika aku sedang keadaan koma karena kecelakaan pesawat terbang. Aku tak sadarkan diri selama sebulan"
"Wow...aku hanya seminggu. Itu bagiku sudah begitu lama. Apakah kamu bertemu dengan seseorang yang wajahnya bercahaya?"
"Iya...dialah yang membuat aku seperti ini. Hanya karena aku memilih pintu berwarna putih"
"Benar....benar sekali. Berarti kita mengalami hal yang sama. Hahahahaha" aku tertawa.
Dia tidak mungkin bisa berbohong padaku dan aku juga tidak mungkin bisa berbohong padanya. Mungkinkah langit menginginkan seperti ini. Aku dan yang aku lupa menanyakan namanya itu tertawa lepas dimalam yang pekat dan berbintang itu. Hal yang buatku sesal kami tidak berjanji untuk bertemu secara kata-kata. Namun dipikiran kami.
"Semoga kita bisa bertemu lagi" ( isi pikiranku dan isi pikirannya ).
Bukankah ini mengasikkan sekali. Tak perlu banyak bicara. Sudah tahu isi dari pikiran masing-masing.
Akhir tahun. Wido mengumumkan bahwa karyawan terbaik tahun ini diraih oleh Carla sang sekretaris. Aku tahu Carla memang membenci Wido, akan tetapi Carla memang sangat giat bekerja. Semua pekerjaan kantor dia selesaikan sebelum waktunya. Itu yang membuat Wido senang. Dan karyawan kedua yang mendapatkan liburan keliling Eropa adalah Aku.
"Bos, aku tidak punya pasangan untuk ke Eropa"
"Vru, usiamu sudah 27 tahun. Setidaknya kamu mencari pasangan. Apa kamu mau jadi perawan tua" Teriak Donal
Seisi kantor tertawa terbahak-bahak. Dan ini untuk pertama kalinya aku membaca pikiran mereka sesuai dengan apa yang mereka ucapkan.
"Bagaimana jika tiket yang satunya aku jual saja ya, bos"
"Hahahaha...itu terserah kau saja, Vru. Bisa saja kau ajak ibumu kan"
Wido memberikan saran terbaik. Aku bisa saja membawa ibu keliling Eropa diakhir tahun dan menghabiskan tahun baru di Eropa pasti ibu senang.
"Terima kasih, bos"
Keliling Eropa. Aku membawa ibuku. Wido bersama istri dan kedua anaknya. Carla bersama kekasihnya. Kami mendarat di Inggris. Perjalanan pertama kami. Gedung-gedung tua menghiasi jalanan di London. Jembatan yang dulu hanya bisa aku lihat dikalenderku kini aku melihatnya. Indah sekali. Kota peradaban tertua. Kami menginap ke salah satu rekan kerja perusahaan kami yang memang memiliki hotel yang sangat bagus. Disana kami bertemu dengan orang-orang terpilih yang juga mendapatkan hadiah keliling eropa selama 2 minggu.
"Indah sekali, Vru. Danaunya indah sekali" kata ibuku melihat sebuah danau dengan beberapa angsa yang sedang melayang diatas air.
"Iya bu"
"Kamu anak yang baik yang pernah ibu miliki. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik untukmu, sayang" ibu mengecup dahiku.
"Terima kasih bu" aku memeluknya dengan erat.
Ibuku pintar sekali berbohong. Sebenarnya aku tidak suka dengan kebohongan-kebohonhan yang dibuatnya agar hanya ingin aku terlihat senang. Aku tahu setiap kali dia berbohong dia selalu meminta maaf kepadaku didalam pikirannya.
Saatnya makan siang. Begitu banyak hidangan yang tertata rapi diatas meja bundar yang kami kelilingi. Makanan ala eropa. Sudah pasti ada salad disitu. Dan beberapa makanan berat lainnya. Seorang laki-laki berseragam koki mendekati meja kami. Aku tidak asing dengan wajah itu. Qhi, dialah Qhi. Orang yang ingin aku lupakan dan tak ingin aku lihat.
"Selamat makan, Vru" senyumnya kepadaku. Aku hanya membalasnya dengan senyuman yang biasa saja.
Makanan-makanan ini begitu menggoda. Sangat disayangkan jika tidak dihabiskan. Aku melihat ibi sangat senang sekali. Aku pamit kepada ibu ingin ke toilet. Dan aku berpapasan dengan Qhi.
"Apa kabar, Vru?"
"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"
"Aku juga baik-baik saja"
"Bagaimana Aika?apa kalian sudah menikah?"
"Iya kami sudah menikah"
Sebenarnya aku tidak ingin bertanya seperti itu. Karena rasa sakit itu akan muncul dengan sendirinya.
"Apa kamu sudah mempunyai kekasih?"
"Sampai saat ini aku masih sendiri"
"Maafkan aku, Vru. Kamu gadis baik. Akan ada orang yang baik bisa bersamamu"
"Kamu juga orang baik. Akan tetapi kamu berkhianat dan akhirnya kamu juga dapat dengan orang yang berkhianat juga"
"Maafkan aku. Hehehe" Qhi tertawa kecil.
"Aku tahu, Qhi. Hanya ada dua kemungkinan menjadi orang baik. Kalau tidak dibodoh-bodohi, ya di bohongin"
"Tidak begitu,Vru. Sekali lagi aku minta maaf"
Dan maaf itu adalah kata yang tulus Qhi ucapkan padaku. Aku tahu isi pikirannya. Maka dari itu aku memaafkannya.
"Titip salam untuk Aika. Aku sudah memaafkannya. Aku pamit dulu"
"Iya, terima kasih. Vru!!"
Percakapan singkat itu, membuktikan bahwa hubunganku dengan Qhi sudah membaik. Walaupun bentuknya sama tapi rasanya berbeda kali ini.
Kami melanjutkan perjalanan ke negara-negara eropa lainnya. Melewati pegunungan. Desa-desa pertanian. Ladang jagung yang luar biasa menakjubkan. Bahkan sungai-sungai jernih lainnya. Menghirup udara segar pedasaan dikaki gunung alpen. Udara yang jarang sekali aku rasakan di kotaku.
Melewati ini semua, seperti aku sedang berada dalam metamorfosis diri. Aku mengenang kembali selama setahun ini. Begitu banyak kejadian yang terjadi. Didalam.kereta api ini aku melihat sebuah perternakan sapi yang luar biasa luas. Sambil mencoba mengingat semuanya. Kejadian Aika yang gagal menikah dan sampai pada akhirnya dia menikah dengan orang yang mengaku sayang padaku. Kejadian aku tak sengaja melihat mereka berdua sedang ngobrol asik. Dan aku bertemu dengan seseorang yang sama denganku.
Dimanakah orang itu berada sekarang? Pikirku
"Aku disini?"
Sebuah suara hadir tiba-tiba disampingku. Dia adalah kekasih Carla.
"Apa yang kamu lakukan disini. Aku tidak ingin Carla salah paham tentang ini"
"Carla, dia adikku. Mengapa dia harus salah paham"
"Kami siapa?"
"Aku orang yang tak sengaja menyuruhmu duduk dibangku halte itu. Orang yang sama denganmu"
Aku mengerutkan dahiku. Mengingat kembali malam itu, bukankah rambutnya panjang.
"Ini wig. Kamu tahu Wido tidak menyukai pria berambut panjang. Carla merengek agar aku memakai wig"
"Hahahaha. Maaf aku tidak mengenalimu"
"Tidak apa-apa".
Kami mengobrol panjang sekali. Sampai-sampai aku melupakan ibuku yang tadi ketoilet tak kunjung kembali.
"Tenang, ibumu dengan Carla sekarang. Aku yang menyuruh Carla untuk menemani ibumu"
"Terima kasih"
Perjalanan panjang ini menjadi awal baru bagi diriku. Aku ingin ada perubahan dalam diriku.
"Vru, apakah kamu percaya dengan kalimat ini. Orang jujur akan mendapatkan yang jujur. Orang baik akan mendapatkan yang baik. Begitu juga sebaliknya"
"Hei...kamu curang. Kamu sudah mengetahui namaku. Siapa namamu?"
"Hehehehe... Bukankah Carla sudah menyebut namaku ketika sebelum berangkat ke Eropa"
"Aku lupa"
"Aku Flai"
"Terbang. Hehehe"
"Dan Vru itu apa?"
"Seharusnya itu Tru, karena nenekku tidak bisa mengucapkan kata Tru dengan benar. Maka yang terdengar menjadi Vru. Yang artinya Benar"
"Hahahaha...baiklah bisakah kamu jawab pertanyaanku tadi"
"Aku percaya, Flai tentang hal itu. Karena itu janji langit yang tak mungkin diingkari"
"Ya kamu benar"
Langit sudah mulai menunjukkan aksinya. Aku sangat suka hal ini. Sepertinya seseorang yang wajahnya bercahaya itu sedang melihat kami berdua.
"Apapun yang terjadi didunia ini adalah rencana langit yang indah"
"Iya"
Perjalanan keliling eropa yang menyenangkan. Bahkan aku mendapatkan double strike yang menyenangkan. Terima kasih Tuhan mempertemukanku dengan Aika, Qhi dan Flai. Dari Aika aku tahu bagaimana mempunyai sahabat. Dari Qhi aku tahu rasanya disayang. Dan dari Flai aku tahu bahwa aku tidak sendiri didunia ini. Aku sangat menyayangi kalian berdua.
Setahun berlalu...
"Flai, bisakah kamu mendiamkan si junior sayang" teriakku dari dapur.
"Maaf sayang, aku sedang sibuk maen game"
Apakah kalian tahu, Flai penggila game dan aku bisa menerima hal itu. Walaupun sedang sibuk. Lihatlah, si junior diberikan susu dan Flai melanjutkan gamenya.
"Flai, sebentar lagi mereka datang. Mandilah"
"Iya...iya aku tahu. Si junior melarangku untuk mandi. Bagaimana ini?"
"Cepat mandi, sayang!!"
"Ok"
Aika dan Qhi akan datang kerumah kecil kami ini. Mereka sudah mempunyai anak dua dan cantik-cantik.
Aku menikmati hidupku yang begitu indah. Yang pada awalnya aku tida menerima yang terjadi pada hidupku yang terlalu menyebalkan ini. Yang harus mengetahui isi semua pikiran orang lain. Sehingga membuat ruang gerakku.menjadi sempit.
"Hai...Aika" aku menempelkan pipiku ke pipinya.
"Kamu semakin cantik, Vru"
"Terima kasih basa basinya, Aika. Silahkan masuk"
Kehidupan baru, dengan orang-orang lama. Aku menikmatinya. Dan mulai mencoba menerima segala yang terjadi.

Rabu, 23 Desember 2015

Dia

Masih ada DIA dihatiku
Makanya aku tidak merasa SEPI
Masih ada DIA di ingatanku
Makanya aku tidak merasa SENDIRI
Masih ada DIA di sampingku
Makanya aku merasa KUAT
Masih ada DIA...
Ya masih ada DIA...
Aku tak perlu khawatir tentang takdirku
aku tak perlu cemas tentang nasibku
Selama DIA selalu ada didekatku
Selama DIA selalu ada untukku
Terkadang aku lupa KEPADANYA
Namun, DIA tetap setia
Mungkin DIA cemburu
Ketika aku lebih memilih ingat orang lain daripada DIRINYA...
Maaf terkadang aku penuh khilaf...
Maaf terkadang aku mengabaikan...
Maaf terkdang aku melupakan...
Namun, DIA tetap ada
Tetap membelai kepalaku lembut
Tetap menegurku...
Tetap baik...
Terima kasih KEPADANYA
Terima kasih sudah berada disisiku selama ini...

Jumat, 18 Desember 2015

Deburan Harapan

Lihat langit biru dipagi hari
Ada semangat yang hadir di dalam jiwa
Terbang bersama sayap mimpi-mimpi
Melangkah kita berpegangan tangan

Segeralah basahi wajah lesumu
Basuhlah dengan air suci harapanmu
Bergemalah pada setiap dinding halangan
Runtuhkan itu semua demi melihat matahari

Berlari dan terus berlari
Meraih semua impian
Jangan takut melangkah
Karena aku selalu ada di sampingmu

Terbanglah dan terus terbang
Meraih semua harapan
Jangan takut untuk memulai
Karena aku selalu di bawah sayapmu

Jangan pernah berkata "tidak bisa"
Karena itu hanya akan memupuskan asa
Bergeraklah menuju sinar itu
Raihlah semuanya demi masa depan

Berlari dan terus berlari
Meraih semua impian
Jangan takut melangkah
Karena aku selalu ada di sampingmu

Terbanglah dan terus terbang
Meraih semua harapan
Jangan takut untuk memulai
Karena aku selalu di bawah sayapmu

Tibalah disaat yang sulit
Tenang saja, aku selalu ada untukmu
Tibalah masalah tak terpecahkan
Tenang saja, aku selalu ada untukmu.....

Berlari dan terus berlari
Meraih semua impian
Jangan takut melangkah
Karena aku selalu ada di sampingmu

Terbanglah dan terus terbang
Meraih semua harapan
Jangan takut untuk memulai
Karena aku selalu di bawah sayapmu

By : Me

Minggu, 13 Desember 2015

Keraguan

Anggap saja kita sedang bermain bola kaki. Dihadapkan pada sebuah tendangan yang begitu dekat dengan gawang. Waktu yang sangat mepet. Dalam pikiran kita mampu menendang bola dengan mulus dan mendapatkan hasil gol yang cantik. Padahal dalam kenyataannya sangat berbeda. Kita di tempatkan pada situasi genting. Apakah kita menendang langsung bolanya? Apakah kita harus mengoper ke teman kita? Apakah kita tetap berdiam diri sampai peluit wasit berbunyi bertanda waktu telah usai?. Timbullah sebuah keraguan dalam diri kita. Karena kita telah terbiasa atas sebuah hasil. Dan itu haruslah Gol. Padahal, jika kita yakin saja. Hanya dua kemungkinan yang terjadi dan itu selalu. Gol dan tidak gol. Namun, ada kepuasan tersendiri atas hasil yang kita yakini itu. Bukankah keraguan itu hal yang seharusnya dijauhi. Karena keraguan itu dekat dengan setan. Maka, ketika kita dalam situasi seperti bermain bola kaki ini. Apa yang kita lakukan?
Tetaplah berkeyakinan untuk menendang bola sendiri. Tidak perlu mengoper kepada teman atau hanya berdiam diri sampai waktu berakhir. Karena kita sudah berpikir dalam keyakinan, apapun hasilnya hanya ada dua jawabannya. Jika jawabannya seperti apa yang kita pikirkan, maka kita telah berhasil. Jika jawabannya tidak seperti apa yang kita pikirkan mungkin itu sebuah pelajaran bagi kita yang bukan untuk disesali.

Maka dari itu, ketika sudah ada keyakinan dalam diri kita. Maka percayalah pada keyakinan itu. Tak perlu memikirkan hasilnya. Karena kita sudah tahu sendiri hasilnya itu seperti apa. Jika ragu menerpa diri kita, segeralah menjauh sejauh-jauhnya dari rasa itu. Dengan cara berpikir "aku tahu hasilnya" kalau  tidak "No" ya pasti "Yes".

Kamis, 03 Desember 2015

Little to Hurt

Aku mempunyai seorang teman sejak kecil. Kami bermain bersama, selalu pergi sekolah bareng dan mengerjakan PR juga selalu sama. Namanya adalah Keyzan, aku memanggilnya Key. Dia adalah seorang anak laki-laki yang sangat menyayangi ibunya. Sejak Key berusia 5 tahun, dia harus tinggal berdua dengan ibunya. Dan kali ini, ibunya tinggal sendiri. Karena Key harus bekerja di luar kota tempat kami tinggal, dan tidak memungkinkan Key harus berulang dari tempat kerjanya.
"Tolong bantu aku jagain mama, ya!"
"Kenapa harus aku"
"Karena cuma kamu yang aku bisa percaya, bisa kan?"
"Hu um" aku mengangguk pelan dengan perasaan yang tak tentu, ketika Key mengaakan dia mempercayakan ibunya padaku.
Saat ini pekerjaanku hanya sebagai tenaga bantu pengajar disebuah TK. Dia terlalu sibuk, dan pekrjaanku tidak memakan waktu lama. Setiap pagi, aku selalu membuat sarapan untuk mamanya Key. Seusai pulang bekerja aku juga menjenguk mamanya hanya sekedar mendengarkan mamanya bercerita tentang masa kecilnya Key.
Jelas aku tahu semua tentang cerita itu, karena aku termasuk ambil peran dalam kisahnya.
"Kalau Key sudah banyak uang dan rumah, kamu maukan menikah dengan Key?"
"Pertanyaannya kok gitu sih, bu?"
"Memangnya kamu tidak suka sama Key"
"Ya ampun bu, aku dan Key hanya sekedar sahabat dari kecil"
"Tapi, ibu suka kamu"
"Lah, kalau gitu angkat saja saya jadi anak ibu. Hehehehe"
"Kalau ibu angkat kamu jadi anak ibu, kamu tidak bisa menikah dengan Key donk"
"Hehehe"
Percakapan tentang keinginan mamanya Key bukan kali ini saja, setiap kali mamanya bercerita tentang masa asmaranya dengan suaminya. Maka tercetuslah pertanyaan itu dan itu lagi. Aku sudah menganggapnya lelucon saja tidak lebih dari serius.
Malam tiba, Key selalu menanyakan mamanya. Kami selalu bercerita tentang kegiatan apa saja yang kami lakukan setiap harinya.
"Bagaimana mama?"
"Mama kamu itu kok seneng banget sih nanya hal yang sama terus setiap harinya"
"Tanya apa?"
"Masa' katanya dia pengen aku sama kamu itu nikah. Kan gak mungkin kan, Key"
"Ikh...mama itu suka becanda gitu, jangan kamu anggap serius ya. Ya jelas gak mungkin lah"
Dan ketika kalimat itu mengalir dari bibirnya Key, mengapa dadaku terasa sesak. Kata tidak mungkin, bukan itu yang aku tunggu dari bibirnya. Bukan seperti itu, seharusnya dia berkata apa yang tidak mungkin, jika Tuhan memungkinkan itu semua apa yang bisa lakukankan. Aku terdiam sejenak, ketika Key masih mengoceh tentabg pekerjaannya yang membuatnya lelah hari ini.
"Hehehehe" aku hanya bisa tertawa renyah, namun ada yang aneh dengan tawaku ini.
"Kok malah ketawa sih, bukannya memberi motivasi"
"Hehehehe" sekali lagi aku hanya tertawa renyah, seperti ada yang sakit tapi aku tak bisa merasakan bagian mana yang sakit. Dan hanya mataku saja yang berbicara.
"Udah dulu, ya. Makasi sudah mau bantuin aku jaga mama. Kamu sahabatku yang terbaik"
"Iya"
Aku mematikan telepon genggamku, dengan mata yang sembab. Ternyata aku terlalu banyak berharap dengan kepercayaannya itu. Dengan semua perlakuan istimewanya terhadapku. Ini tidak seperti perkiraanku. Tidak seperti apa yang aku pikirkan selama ini. Akankah ini berakhir disebuah kata terima kasih saja karena aku sudah menjaga ibunya.
Aku melamun dimalam berbintang sambil menatap langit dan memohon, apakah selama ini aku yang terlalu menganggap semua perkataannya serius dan berpikir dia memiliki perasaan yang sama.
Teringat ketika sekolah dulu.
"Eh, ntar pulang sekolah makan baso yuk" ajakku
"Hm...okelah apa sih yang gak buat putriku yang cakep ini"
"Idih...gombal kamu"
"Beneran juga kok, kamu itu cakep"
"Kalau aku cakep mungkin aku udah punya cowo"
"Loh, kamu anggap apa aku ini, aku ini kan cowok kamu"
Saat itu aku hanya tersipu malu, tak mampu menatap wajah Key. Karena wajahku merona begitu saja. Jelas aku malu sekali. Karena memang saat itu juga Key tidak pernah bercerita tentang gadis seperti apa yang diinginkannya. Yang aku tahu hanya akulah anak perempuan yang dekat dengannya.
Bukankaj itu cukup bukti jika memang Key mempunyai persaan berbeda terhadapku. Perhatiannya, perlakuannya, selalu ada kapan saja untukku. Tidak pernah berkata "tidak" kepadaku, selalu menyemangatiku ketika aku terjatuh dalam keterpurukan masalah. Memberikan senyuman terbaiknya untukku. Bukankah itu sudah cukup bukti, bahwa Key memang menaruh rasa lebih terhadapku. Tapi, mengapa malam ini dia berkata seperti itu, seolah-olah tidak menginginkanku lahi. Seperti ada wanita lain yang sedang didekatinya.
Sore ini, aku agak terlambat datang kerumah mamanya Key. Karena aku harus membantu teman kerjaku menyelesaikan tugasnya.
"Maaf, bu. Aku telat kerumah. Hehehehe"
"Iya tidak apa-apa. Tadi Key baru saja menelpon. Katanya hari jum'at ini dia pulang. Katanya mau ada kejutan untuk ibu"
"Dua hari lagi donk" jantungku berdetak kencang. Rasa senang bukan kepalang, mendengar berita kepulangan Key. Tapi, mengapa tadi malam Key tidak membicarakan kepulangannya. Karena ini kali pertamanya Key pulang sejak dia bekerja 5 bulan yang lalu. Bagaimana wajahnya sekarang. Aku hanya melihatnya dari video call yang sering kami lakukan setiap malam.
"Iya. Ibu sudah gak sabar kejutan apa yang di bawanya. Katanya buat ibu seneng"
"Hahahhahaha....semoga kejutannya membuat ibu senang ya"
Hatiku mulai bertanya, kejutan apakah itu. Nanti malam aku akan bertanya kepadanya kejutan untuk mamanya itu.
Seusai menatap bintang aku duduk memandang telepon genggamku yang tak berbunyi. Biasanya jam segini, Key sudah menghubingku. Sembari menatap langit yang hitam pekat tanpa bulan namun berbintang. Dalam hati terus bertanya kejutan apa. Benar saja, telepon genggamku berbunyi. Aku melihat kelayar telepon genggamku. Disitu tertulis Key. Dengan sebuah senyuman aku mengangkat teleponnya.
"Hallo!"
"Iya, hallo. Hm....mau pulang gak beritahu aku ya"
"Loh, pasti mama yang kasi tau ya"
"Katanya mau kasih kejutan. Emangnya kejutan apa sih"
"Ya rahasia donk. Ntar gak jadi kejutan"
"Kok gitu sih. Kasi tau donk"
"Ini kejutan buat kamu juga. Pasti kamu bakalan seneng deh"
Kejutan yang membuatku senang. Bahkan sepanjang malam ini, aku memikirkan kejutan yang dua hari lagi membuatku senang. Mungkinkah Key akan mengatakannya persaannya selama ini. Apakah Key akan memberitahunya bahwa kemungkinan yang dia sangkal itu salah. Apakah Key akan mengabulkan permintaan mamanya. Entahlah, aku juga tidak tahu kejutan apa itu. Tapi, kenyataannya aku kesiangan untuk pergi bekerja hari ini karena memikirkan kejutan itu.
Hari itu tiba, hari dimana Key pulang setelah 5 bulan tidak pulang kerumahnya. Rasanya ingin sekali aku segera menuju kerumah mamanya. Melihat senyumannya kembali, mendengarkan.suaranya secara langsung dan menatap wajahnya yang aku rindukan.
"Loh, Key belum sampai kerumah ya, bu"
"Belum, katanya sorean sampenya"
"Oh...masak bakwan yok buk. Key kan suka tu"
"Hehehe...yuk"
Dan kami menghabiskan menunggu Key memasak kue bakwan jagung, cemilam kesukaan Key sejak kecil.
Telepon genggam mamanya Key berbunyi. Aku ingin mendengarkan siapa yang telpon, tapi tidak terdengar karena aku sedang memblender bumbu. Lalu, mamanya datang dari ruang tengah setelah selesai mengangkat telepon.
"Dari siapa bu?"
"Dari Key. Katanya dia agak telat karena masih ditoko cincin"
"Toko cincin?"
"Iya" mamanya langsung masuk kekamar.
Sedangkan aku melanjutkan memasak bakwan. Dengan hati bertanya-tanya. Cincin apa yabg dibelikan Key. Dan untuk siapa?. Apakah kejutan itu yang akan ditunjukkan oleh Key untukku. Karena rasa tak sabar aku langsung mengirim pesan singkat pada Key.
"Hayo ya, cincin buat sapa itu?"
Tak lama dia membalas pesan singkatku.
"Kok kamu tau, gaj kejutan lagi donk"
"Hehehe, ditunggu ya"
Aku melanjutkan memasak, dan membuat sirup jeruk. Sudah pukul 5 sore. Mamanya Key belum juga keluar kamar. Dan tiba-tiba saja hujan turun. Aku mengetuk kamar mamanya Key.
"Bu, aku masuk ya"
Tak ada jawaban dari dalam. Aku khawatir, aku membuka paksa pintunya yang ternyata tidak dikunci. Aku melihat mamanya sedang terbaring diatas tempat tidur menghadap jendela.
"Hujan bu" tak ada jawaban.
Lalu aku mendekatinya. Dan mencoba melohat wajahnya. Aku terkejut sekali, mamanya sedang menangis. Matanya sembab. Aku heran apa yang terjadi.
"Ibu kenapa menangis?"
Tak ada jawaban hanya tatapan kosong.
"Bu...ibu kenapa?"
Sekali lagi aku mencoba bertanya. Namun mamanya Key tetap diam. Lalu , terdengar suara ketukan dari luar. Aku segera berlari. Itu pasti Key, dengan hati senang aku membuka pintunya.
Benar saja, dihadapanku seseorang yang aku ingin sekali melihat wajahnya telah tiba dihadapanku. Bajunya basah kuyup. Rambutnya basah karena hujan. Dengan sebuah senyuman aku menyambutnya. Dia juga membalas senyumanku. Sepertinya Key lebih tinggi beberapa milimeter.
"Hadus, baju aku basah , yang" aku mendengar suara wanita yang baru saja sampai dibelakang Key. Aku melihat dengan mata yang berkedip. Dengan sedikit memiringkan kepalaku untuk memastikan bahwa aku tidak salah dengar. Ternyata aku tidak salah dengar, itu benar suara seorang wanita. Mungkin wajahku seketika berubah. Tapi, aku mencoba tetap tersenyum.
"Eh..masuk..."aku mempersilahkan wanita itu masuk.
"Dia siapa, Yang"
"Dia yang jagain ibu disini" Key langsung menuju kamarnya diikuti wanita dengan fashion yang luar biasa cantik.
Aku kedapur menyiapkan apa yang telah aku buat. Sepiring bakwan jagung dan seteko teh hangat. Sirup jeruk yang aku buat aku simpan  dilemari es. Dengan hati yang tidak karuan aku masuk kedalam kamar mamanya.
"Bu, Key sudah sampai. Dia membawa kejutannya bu" aku menunduk
"Hiks..hiks..." mamanya Key kembali menangis.
"Ternyata ibu menangis karena ini. Aku gak apa-apa kok buk. Aku kuat kok. Temui Key ya buk"
Mamanya kembali menangis, dan memelukku erat sekali. Seperti memberitahukan kepadaku bahwa aku harus kuat. Lalu, mamanya mengelus lembut punggungku sebagai dukungan terhadapaku. Bahwa mamanya selalu ada untukku.
Aku keluar kamar, melihat wanita yang basah kuyup itu sudah kembali cantik bahkan lebih cantik lagi. Aku melihat Key sedang ada didapur, aku menuju kesana.
"Jadi , ini kejutannya?" Tanyaku yang aku tahu dia terkejut karena aku langsung menatap wajahnya yang berubah kaget.
"I...iya"
"Terima kasih. Aku benar-benar terkejut" Aku membubuhinya dengan senyuman sok tegarku.
"Iya" jawabnya
"Jadi, kapan kamu akan menikahinya" sebenarnya pertanyaan ini sangat berat sekali harus terlontar dari mulutku, tapi aku mengapa bisa bertanya seperti itu.
"Akhir tahun ini. Kami doain ya, semoga aku.langgeng"
"Pasti!!"
Apa-apaan aku ini, mengatakan pasti. Jadi, selama ini doa-doaku agar hubungan kita langgeng akan berkahir seperti ini. Tidak, tidak mungkin.
"Kami mau kemana?"
"Aku lupa angkat jemuran ibu"
"Masih hujan biarin aja"
"Gak apa-apa kok"
"Nanti kamu sakit"
Aku berlari saja keluar. Hujan, apa pedulimu, Key tentang aku sakit atau tidak. Toh , itu hanya basa basi saja. Dan semua hal selama ini hanya basa basi. Hujan, terima kasih engkau telah menyamarkan semua perasaanku selama ini. Aku menangis. Ini bukan seperti sinetron, ini kisah nyata yang aku kira hanya akan muncul di novel atau kisah fiktif lainnya. Aku meraih pakaianku, dan menunduk lesu dalam hujan yang sebenarnya tidak lebat ini. Pakaianku basah aku pasrah. Mungkin kekecewaan ini akulah yang membuatnya. Karena terlalu berharap penuh pada seseorang yang telah memberikanku harapan yang indah. Dan pada akhirnya aku yang kalah saat ini. Melihat senyuman indah itu tidak lagi milikku. Aku, aku yang terlalu berlebihan untuk memikirkan sebuah keindahan yang sebenarnya itu hanyalah sebuah khayalan untuk menyenangkan hatiku. Sakit, benar aku sakit. Tapi, bukan karena hujan. Namun, seperti sebuah kepingan hatiku retak dan serpihannya hilang entah kemana. Aku tak sanggup mencarinya. Ini begitu menyakitkan sekali. Dan aku harus menghadapinya.
Selama Key dirumah aku tidak pernah datang menjenguk mamanya dan Key. Aku belum sanggup menampakkan diriku yang berantakan ini.
Pagi itu, aku mencoba memberanikan diri keluar rumah. Dan menunjukkan wajahku yang kusam.
"Wajah seperti apa itu. Kusam!" Key dari seberang jalan meledekku.
Aku melihatnya, mengapa senyuman itu tak seindah dulu ya.
"Biarin saja" jawabku ketus
Key menyebrangi jalan dan menuju tempatku. Rasanya aku ingin berlari saja. Tapi, tidak bisa. Seperti ada yang memaku pergelangan kakiku.
"Kamu sibuk ya, kemana saja kok tidak pernah datang kerumah. Mia ingin berteman denganmu"
Ya, nama wanita itu Mia. Cantik sekali kan namanya.
"Iya aku sibuk kerja nyari uang untuk kado pernikahanmu"
"Aku gak minta apa-apa kok. Cukup kamu doain aku langgeng dengannya. Aku rasa itu cukup deh"
Apakah kau tau Key, doa adalah kado terindah daripada seperangkat coverbed yang harganua jutaan rupiah. Doa itu hal tersakral bagiku. Bagaimana bisa memberikan kado termahal itu untukmu dengan wanita itu. Bagaimana aku bisa. Apakah kau tahu Key, didalam hati ini tidak menerima mimpi buruk yang kau ciptakan ini.
Aku menunduk diam, tak ada yang bisa menghentikan keinginanmu itu. Bahkan mamanya sendiri saja menangis melihatnya. Ini adalah kejutan yang terindah bagiku.
Akhir tahun, aku masih belum bisa melupakannya. Bahkan sampai detik ini. Aku terpaksa membantunya menyiapkan seluruh pernikahannya. Aku masuk kekamarnya yang sudah disulap dengan penuh bunga-bunga. Indah sekali, sempat dulu terpikirkan olehku berharap ini semua terjadi padaku.
"Boleh aku bertanya?" Aku mencoba memberanikan diriku berbicara, karena hampir setengah tahun aku tidak berbicara dengannya. Secara langsung dan melalui telepon genggam lagi.
"Silahkan" Key mematung dengan kemeja putih.
"Boleh aku memakai dasi ini untukmu. Kamu tahukan, aku paling suka melihat laki-laki memakai jas dan berdasi"
"Iya aku tahu. Pakaikanlah"
Aku mencoba menahan airmataku. Ini adalah hal yang paling aku tunggu selama ini. Selama berpuluh-puluh tahun. Memakaikan dasi Key. Tapi, aku tak menyangka ini akan menjadi hal pertama dan hal yang terakhir untukku. Padahal bukan seperti ini yang aku inginkan. Tidak seperti ini. Aku mulai memakaikan dasi berwarna biru langit itu. Melingkarkan dasinya kekerah kemejanya yang harumnya sangat khas sekali, wanginya Key.
"Kamu tampan sekali hari ini"
"Tidak perlu memujiku seperti itu. Aku malu, tau!"
"Bahkan aku sampai jatuh hati padamu hari ini karena melihat aura ketampananmu"
"Hehehe....tidak perlu begitu memujiku"
"Apa kamu tidak pernah jatuh hati padaku?"
Key terdiam, aku tidak mampu melihat wajahnya. Aku menarik sedikit dasinya, dan sudah menjadi rapi.
"Kamu cinta pertamaku, dan cinta terakhirku. Mungkin Tuhan tidak mempersatukan kita saat ini. Tapi, kemungkinan itu aku tidak tahu kapan akan terjadi. Yang aku tahu, kamu itu istimewa"
"Tidak perlu segitunya. Cukup kamu bilang pernah. Aku rasa sudah menghiburku sepanjang tahun ini. Tapi, kenapa kamu tidak memilihku?"
"Aku takut menyakitimu. Sudah kubilangkan kamu itu istimewa. Ada ruang khusus untukmu di sini. Yang orang lain tidak bisa menggantikannya. Bahkan seseorang bernama Mia. Karena itulah, aku tak memilihmu karena aku takut sekali menyakitimu"
"Bahkan ini sudah sangat menyakitkan hatiku, Key"
Suasana hening seketika. Ruang kamar ini menjadi sempit sekali. Rasanya sesak sekali, aku harus mengeluarkannya. Ya, airmata ini aku harus mengeluarkannya.
"Maaf"
Akhirnya aku kalah oleh perasaanku. Aku menangis, membasahi kemeja putihnya. Membuat bercak aneh didasi biru langitnya.
"Sudahlah. Selamat bahagia"
Aku mengembangkan senyum tertegarku. Aku sudah bisa menerimanya. Setidaknya aku tahu alasannya mengapa dia tidak memilihku. Aku tahu itu sangat klise sekali. Tapi, aku sudah cukup senang mendengarnya.
"Ingat janjiku, aku selalu ada untukmu"
Key mengeluarkan kata-kata ajipamungkasnya yang membuat aku merasa nyaman jika berada ada didekatnya.
Aku akan mencoba kuat sampai kapanku, dan tidak akan pernah aku meminta kepada Tuhan untuk melupakannya dari dalam pikiranku.
Semenjak itu, aku pindah bekerja mengajar anak SMA.
"Selamat siang, buk. Saya murid pindahan"
Aku tercengang melihat wajahnya. Mirip sekali dengan wajah Key ketika masih SMA dulu. Setidaknya Tuhan tahu, apa yang aku inginkan. Cukup wajah yang mirip Key sudah menyenangkan hatiku selama mengajar ditempat baruku ini, selama 3 tahun berikutnya.
"Ok! Nama kamu siapa?"
"Mikey, buk. Panggil saya Key"
Aku tertawa dalam hati....
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengirim supercopy Key kepadaku.