Sabtu, 10 November 2018

Jalan Diakahir Rasa

======== Jalan Diakhir Rasa =========
"Mengapa kamu diam saja?"
"Karena aku lagi malas bicara denganmu. Aku lagi kesal dengan sikapmu"
"Loh!!! Salahku apa lagi?. Hari ini kamu minta ketemuan, nonton dan makan malam sudah aku turuti. Terus, aku harus memulai semua pembicaraan yang kamu sendiri malas untuk bicara. Kamu itu kenapa sih?"
"Aku gak suka kalau kamu terlalu sibuk bekerja dan lebih betah dikerjaan daripada harus menghabiskan waktu untukku"
"Ya ampun, Viola. Aku bekerjakan untuk masa depan kita juga. Bagaimanapun pekerjaanku ya harus aku betah-betahin. Kalau aku bosan bekerja, terus rencana yang sudah kita susun bersama, gimana?"
Viola diam, sebenarnya Dia ingin mengutarakan rasa cemburu yang selama ini menghmapiri kesesakan di dalam dadanya. Terdengar desas desus jikalau Arga tunangannya itu sedang dekat dengan seorang wanita yang merupakan teman sekolahnya yang sudah lama tidak bertemu.
"Tu kan diam lagi. Aku jadi bingung sama kamu Viola. Mengapa sih tidak mau berubah untuk memahami keadaan. Menggunakan cara apalagi agar kamu bisa berubah. Cemburu pada pekerjaanku. Aneh kamu"
Viola kembali diam. Perkataan Arga ada benarnya, tapi lebih banyak salahnya menurut ego yang mulai masuk ke level egois.
"Ya sudah kalau begitu, aku akan keluar dari kantorku. Jika itu yang kamu inginkan, aku akan bekerja seperti dulu lagi. Dirumah, bengong didepan komputer. Menunggu klien via online dan mengantar semua hasil kerjaku melalui online" Arga menyudahi memakan basonya yang masih tersisa dua. Mengelap mulutnya dengan tisu. Lalu bangkit dari duduknya menuju kasir dan membayar pesanan mereka.
Viola masih terduduk dalam lamunan, sekembalinya Arga dari meja kasir.
"Aku kembali ke kantor. Kamu pulang naik taksi saja ya. I love you" kata Arga mengelus lembut kepala Viola.
================================
Ruang kosong yang semakin terasa hampa. Membuat Fana lebih memilih menghabiskan waktu bersama anak asuhnya dibandingkan harus mengiyakan janjinya dengan Viola.
"Kamu kenapa?" Tanya Danni
"Aku bingung, Dan. Aku menyukai tunangan sahabatku"
"Sudah berapa lama?"
"5 tahun"
"Maksud kamu?"
"Arga adalah teman kuliahku yang kebetulan kami satu organisasi pecinta alam"
"Loooh, Arga anak ilmu sosial juga?"
"Bukan, dia jurusan design grafis"
"Terus"
"Ya intensitas kami bertemu sering, terus pergi berpetualang selalu bareng. Nah, disitu deh tumbuh rasa-rasa aneh dan gejolak yang gak bisa aku bendung"
"Arga tahu?"
Fana menggelengkan kepalanya.
"Sebaiknya dia tidak tahu"
"Terus, kok bisa ketemu Viola?"
"Viola itu klien pertama Arga, yang aku baru tahu bahwa mereka sudah menjalin hubungan. Itupun karena Viola yang beritahu aku duluan"
"Arga tahu kamu sahabat Viola"
"Tahu, beberapa bulan yang lalu"
"Reaksinya gimana?"
"Terkejut, tapi setelah itu biasa-biasa saja"
"Setelah tahu hubunganmu dengan Viola, dia masih menghubungimu?"
"Tidak sesering yang dulu"
"Hm....saranku, kamu tidak perlu terlalu dekat lagi dengannya"
"Iyalah, mereka juga sudah bertungan"
"Good"
Goodnya Danni hanya angin lalu, serta saran yang berbuah penguapan ke udara tanpa didengar. Fana masih menghubungu Arga malam itu.
=================================
Dalam kamar yang disewa Arga untuk setahun ke depan, Arga masih menonton Moto GP dengan pandangan kosong. Ponselnya berdering pelan disertai getaran. Arga mengangkat ponselnya setelah dia melihat sebuah nama  di layar ponselnya.
"Hai, apa kabar?" Sapa Arga seraya salam hangat kepada sahabat lamanya itu.
"Baik, kamu sendiri gimana?"
"Fisikku sehat, tapi pikiranku sedang kacau!"
"Ada masalah? Kamu bisa ceritka ke aku. Siapa tahu aku bisa kasih saran yang meringankan masalahmu"
"Hm....lucu akh pria keren seperti aku harus curhat dengan seorang wanita"
"Gak apa juga kali, Ga. Wanita ataupun pria, mereka butuh teman untuk bercerita. Dan biasanya mereka lebih leluasa bercerita dengan lawan jenisnya, dibandingkan dengan sejenisnya"
"Hahahaha....kitakan sejenis"
"Ngaco kamu!. Memangnya ada apa sih?"
"Aku resign dari pekerjaanku"
"Kok bisa?"
"Tunanganku tidak suka kalau aku lebih memilih menghabiskan waktu bersama pekerjaanku dibandingkan dengannya"
"Hah!!!! Egois banget" sebuah dada terasa sesak dan memanas tanpa ada yang mengetahuinya.
"Iya, aku bingung. Aku sayang dia. Aku juga tidak ingin kehilangannya. Aku sudah cukup nyaman dengannya"
"Masih cukup nyamankan, sebagai pria seharusnya kamu kasih kejelasan kepada tunanganmu itu lah"
"Sudah berulang-ulang kali. Tapi, dia masih saja tetap cemburu"
"Kamu pasti dekat dengan wanita-wanita yang ada dikantormu"
"Kan memang harusnya mendekatkan diri. Kalau kamu punya tunangan sepertiku, sikapmu gimana sih?"
Sebuah pertanyaan yang mampu meruntuhkan kehampaan dan kekosongan itu menyelinap masuk kedalam sebuah angan-angan yang terpasang dalam sebuah perasaan yang sudah lama terpendam. Seperti kembang api yang meletup-letup.
"Mana mungkin aku bisa mendapatkan tunangan seperti kamu, Ga"
"Seandainya
"Hm..ya aku harus berusaha menyukai pekerjaan yang dipilih tunanganku. Tanpa harus egois"
"Akh, kenapa gak kamu saja sih menjadi tunanganku, Fana"
Pipi memerah, terdengar lirih dalam hati Fana mengiyakan pernyataan Arga yang membuat hati Fana semakin terbakar dan meletup.
Duuuuaaar....duuuuaaar....suara kembang api terdengar dari balik ponsel milik Fana.
Malam itu juga, ada seorang wanita sedang bermain-main dalam khayalnya. Duduk bersama angin, menunggu tiupan berikutnya agar dia tersada bahwa iti hanya ilusi yang dia buat di dunia imajinasinya sendiri.
===============================
Sore, memerahkan langit yang cerah itu. Rona orange mengantarkan langkah kaki Viola bertemu dengan sahabatnya itu, Fana yang sedang menemani anak asuhnya yang sedang bermain bola di taman dekat rumah singgah milik Fana dan teman-temannya.
"Kamu kok sendiri, dimana Danni?"
"Dia sedang berbelanja keperluan rumah singgah bersama Anyer"
Viola mengangguk dan menyunggingkan senyuman yang membuat Arga begitu menyayangi wanita lemah lembut yang egois ini.
"Aku mau mengundangmu datang ke acara amal yang diadain Papaku di rumah"
"Ok, aku akan datang bersama Danni dan Anyer"
"Sekalian donk bawa gebetanmu" Viola menyikut lengan Fana pelan.
"Gebetan? Sejak kapan aku punya gebetan, Vi"
"Makanya cari, emangnya mau sendiri terus. Kemana-mana sendiri. Ada masalah gak bisa berbagi"
"Kan ada Danni dan Anyer bisa aku ajak pergi bareng. Dan ada kamu yang bisa dijadiin tempat curhat"
"Hm..Fana" Viola menghamburkan pelukannya ditubuh Fana yang kurus.
"Gimana hubunganmu dengan tunanganmu?" Tanya Fana dan membuat Viola melepaskan pelukan manjanya itu lalu memasang wajah cemberut.
"Aku kesal sama dia"
"Kesal?"
"Iya, kesal banget. Waktunya itu dihabiskan untuk kerja. Sepertinya lebih nyaman dikerjaan daripada menghabiskan waktu bersamaku"
"Kan, tunangan kamu kerja untuk kamu juga"
"Ini ya, dia menghabiskan waktu kerja selama satu hari 8 jam, terkadang lembur. Aku cuma minta satu harian saja sama dia gak bisa"
"Bukannya minggu kemarin kalian liburan ke danau?"
"Bukan berdua. Dia ngajak teman kerjanya yang juga teman waktu kuliahnya dulu ke Our Quality Time"
"Oh....terus kamu ngambek sejak saat itu"
"Jelaslah"
"Berarti kamu bukan marah sama waktu yang dihabiskan untuk bekerja. Tapi, kamu cemburu sama waktu yang dihabsikannya dikantor bersama teman sekolahnya dulu"
Viola terdiam sejenak. Baginya dia bukan cemburu dengan teman kerja sekaligus teman sekolah Arga. Viola tahu betul tipe wanita idaman Arga, persis seperti dia. Cantik, lemah lembut, rendah hati walaupun terkadang egois dan keras kepala. Viola menganggap egois dan keras kepala adalah watak dasar seorang wanita, maka sifat itu tidak dipermasalahkan oleh tunangannya dan menganggap itu adalah kelemahan Viola yang harus diperbaiki dan ditutupi. Bukannya sepasang insan yang saling mengasihi harus saling mengisi kekurangan dan memperbaiki kesalahan.
================================
Dimeja kayu yang disusun memanjang sudah tersedia berbagai makanan. Acara perpisahan Arga dengan rekan-rekannya di kantor menyisakan kesedihan yang mendalam.
"Kenapa sih, Bro cepat banget ninggalin kita-kita?"
"Aku gak ninggalin kalian. Aku cuma pindah kantor. Dari perusahaan ini ke kamar sepetakku. Kalau ada masalah kerjaan yang rumit bisa bagi ke aku. Kan masih bisa saling membantu"
"Luar biasa. Selalu komunikasi ke kita-kita ya, Bro" kata salah seorang rekan kerja Arga sambil memukul pundak Arga.
Mereka menghabiskan makanan yang terhidang enak itu, hingga dipenghujung acara. Lara, teman sekolah sekaligus rekan kerja Arga datang ke acara perpisahan kecil-kecilan itu.
"Kok tega banget sih mendadak begini beritanya. Aku masih di luar kota buru-buru kesini"
"Maaf, Ra. Aku gak mau kamu khawatir pas lagi kerja diluar kota"
"Cie...cie....udah jadian aja kalian berdua. Cocok deh" ledek salah seorang rekan kerja wanita mereka berdua.
"Iya betul, Ga"
Arga memang tidak memberitahu semua rekan kerjanya tentang pertunangannya dengan Viola sebulan yang lalu.
"Hussss.....ngaco kalian. Arga sudah punya tunangan. Cantik lagi"
"Gak percaya akh, kalau belum di tunjukin ke kita-kita"
"Hehehehe...entar aku tunjukkin ke kalian semua. Terima kasih untuk acara malam ini ya" Arga menyalami rekan-rekan kerjanya yang sudah 10 bulan bersama.
"Loh....loh....aku baru datang" Lara kesal melihat rekan-rekannya mulai bubar.
"Sssstt.....waktunya kalian berdua ya" salah seorang rekan mereka mengerlingkan mata ke arah Lara.
Dan ruangan mulai hening, hanya ada Arga dan Lara serta angin kesepian yang penuh rindu dengan kehangatan senyuman.
"Bagaimana pekerjaanmu?"
"Semua terkendali"
"Kok tiba-tiba sih?"
"Mencari suasana baru"
"Atau karena keinginan sepihak yang membuatmu tidak enak hati"
"Tidak kok"
"Kamu dari dulu seperti itu. Sejak sekolah terlalu luluh terhadap kemauan wanita yang kamu anggap nyaman itu. Tidak bisa menolak segala hal yang tidak disukainya. Nurut, dan itu membuatku merasa benci denganmu. Yang akhirnya aku salah"
Arga diam. Lebih mencerna maksud Lara yang dia tidak mengerti kemanna arah pembicaraan mereka malam ini yang semakin larut.
"Ya...aku salah karena aku mengira aku membencimu. Ternyata perasaanku saat itu adalah rasa aneh diantara rasa yang pernah aku rasakan. Rasa diantara benci dan ingin memiliki"
Arga mematung, akhirnya dia mengerti bahwa Lara mengutarakan perasaannya bertahun-tahun silam. Perasaan yang dulu juga dirasakan Arga terhadap Lara.
"Maaf. Aku tidak mengerti perasaanmu yang lalu"
Terdengar suara klakson lalu lintas yang memecahkan suasana. Suara riuh dan teriakan yang memekik membuat mereka terkejut.
================================
Suara sirine ambulan membelah lalu lintas malam yang mulai sepi. Lampu lalu lintas yang tidak terlalu berfungsi berkedap kedip tidak jelas gunanya malam itu.
Seseorang wanita berambut putih bercampur hitam itu mengisak sedih melihat seonggok daging terkulai lemah tak berdaya. Penuh darah yang mengucur dari kepalanya dan hidungnya.
Tandu yang keluar dari ambulan langsung disambut oleh para perawat yang masih berjaga malam di Unit Gawat Darurat. Mereka langsung membawa korban kecelakaan itu ke ruang tertutup dan mulai membersihkannya.
Hati gundah dan sedih, tangis yang terdengar hanya isak sendu, anak semata wayang mereka mengalami kecelakaan tunggal malam ini. Tanda tanya didalam hati seorang yang telah melahirkannya.
Seorang wanita berkuncir kuda berlari tergopoh-gopoh menuju seorang wanita berambut yang sudah dioenuhi uban itu. Menghamburkan pelukan erat dan hangat sebagai tanda duka atas kejadian yang telah menimpa anaknya.
"Tante, gimana kabar Viola?"
"Dia masih diperiksa, Fana. Tante sudah tidak kuat. Banyak darah yang keluar"
"Sabar tante. Om kemana tante?"
"Om lagi diluar kota"
"Sudah dihubungi tante?"
"Sudah. Tapi, tidak diangkatnya. Mungkin sudah tidur"
Dua wanita yang sedang dirudung duka itu saling menguatkan. Tersentak Fana mengingat seseorang yang harus segera dihubunginya. Niatnya terhenti, jika dia menghubunginya malam ini. Maka rahasianya akan terbongkar semua. Itu akan menjadi petaka baru bagi Fana.
"Tante sudah menghubungi tunangan Viola?"
"Ponselnya tidak aktif sedari tadi. Padahal kecelakaannya di depan perusahaan tunangan Viola"
Fana diam.
================================
"Darimana saja, kok baru pulang sepagi ini?" Tanya Anyar yang sedang meyajikan sarapan di ruang makan.
"Viola kecelakaan, dan dia butuh donor darah"
"Golongan apa?"
"A"
"Aku punya kenalan wanita yang senang sekali mendonorkan darahnya. Namanya Lara, jika kamu mau aku bisa menghubunginya"
"Benarkah???"
"Iya. Kamu mandi dan sarapan bersama anak-anak. Setelah itu kita akan menghubungi Lara dan mengajaknya ke rumah sakit"
"Ok. Terima kasih Anyer. Ngomong-ngomong Danni dimana?"
"Belum pulang dari kemarin, katanya ke rumah keluarganya"
"Hm... "
Fana berlalu menuju kamarnya, membersihkan dirinya dengan kesedihan karena sahabatnya sedang tertimpa musibah. Kecelakaan tunggal, apakah penyebabnya. Fana masih memikirkan masalah hubungan Viola dan Arga yang sedang dalam kerumitan emosional.
Seusai mandi, Fana melihat layar ponselnya. Ada 3 panggilan tak terjawab, dan itu dari Arga. Segera Fana menelpon balik Arga yang sedang terduduk sedih menatap wajah Viola yang belum sadarkan diri. Kepala yang dipenuhi perban, selang-selang infus yang bergelantungan.
"Hallo!" Sapa Arga ketika Fana menelponnya.
"Ada apa sepagi ini menelpon sebanyak 3 kali?" Tanya Fana menahan rasa sedihnya.
"Tunanganku kecelakaan, sampai saat ini dia belum sadarkan diri" terdengar suara Arga yang purau karena menangis.
"Aku turut sedih" hati Fana tercabik karena sahabatnya belum sadarkan diri, terlebih mendengar suara sedih Arga. Seseorang yang diam-diam dia sayangi bersedih.
"Kamu dimana?"
"Aku di rumah singgah"
"Aku ingin cerita denganmu"
"Mengapa kamu permisi seperti ini. Jika ingin bercerita, ya cukup cerita saja. Tapi, aku tidak bisa berlama-lama. Karena aku harus menemani Anyer bertemu dengan temannya"
"Padahal aku ingin cerita panjang. Tapi, aku bisa menyingkatnya. Aku sedang bingung. Apa yang harus aku lakukan, ternyata cinta pertamaku mengutarakan perasaannya. Sejak dulu dia juga merasakan hal yang sama denganku. Apa yang harus aku lakukan?"
"Kamu cukup diam, Arga. Kamu akan lihat siapa yang akan bertahan tetap bersamamu"
"Kalau yang tetap bertahan bagaimana keadaanku itu cuma kamu, Fana. Haruskah aku memilihmu"
Pernyataan yang membuat Fana kembali membuncahkan hatinya. Meletup-meletup seperti pop corn yang dimasak. Dan berantakan ketika kenyataan memakan semua kesenangan yang Fana ciptakan.
"Bisa-bisanya kamu berkata seperti itu. Sebaiknya kamu doakan tunanganmu segera sadar"
"Jika dia tersadar, maka aku yang akan bersalah"
"Maksudmu?"
"Sebelum kecelakaan tunanganku pergi ke perusahaanku. Dan Dia melihat serta mendengar percakapan Aku dan cinta pertamaku"
"Darimana kamu tahu?"
"Security perusahaan melihat tunanganku sedang berlari sambil menangis"
"Astaga Arga, bagaimana itu bisaa terjadi"
"Terlalu cepat untuk dibayangkan dan terlalu panjang untuk diceritakan"
Diantara kehancuran hati, namun rasa hancur itu berubah luluh menjadi sedih ketika Arga terisak menangis. Menghapus airmatanya ketika Mama Viola menghampirinya. Dengan sentuhan lembut dipundak Arga, membuat Arga merasa kuat karena masih ada seseorang yang mendukungnya. Arga memandang wajah sendu calon ibu mertuanya itu.
"Bersyukurlah, ada pendonor darah yang cocok dengan Viola"
"Syukurlah. Bisa saya bertemu dengan pendonor itu?"
Mama Viola menggelengkan kepalanya.
"Dia ingin dirahasiakan identitasnya"
"Bahkan dengan ibu juga?"
Mama Viola menganggukkan kepalanya pelan.
Ada secerca harapan yang akan hadir dengan bertemunya pendonor dengan kesadaran Viola.
===============================
Riuh pikuk anak berlari kesana kesini mengitari ruangan di ruang tunggu rumah sakit. Beberapa pasien menunggu panggilan dari loket obat. Ada yang menonton televisi mengenai kecelakaan tunggal yang terjadi beberapa hari yang lalu. Dan korbannya masih terbaring lemah dalam kondisi sadar. Mata Viola yang indah mengerjab-ngerjab senang melihat Fana dan Mamanya sedang duduk disamping tempat tidurnya.
"Sudah berapa hari aku tidak sadar?"
"Sudah seminggu"
"Pantesan aku lapar sekali. Aku ingin makan ayam goreng"
"Iya, akan Mama belikan. Fana sebentar ya jagain Viola"
"Iya tante"
"Ayam goreng di Fried Chicken Ambu, ya Ma"
"Iya, sayang" Mamanyapun mencium dahi Viola.
Didalam ruangan itu hanya tinggal Viola dan Fana yang sedang berbincang. Viola lebih banyak mendengarkan perkataan Fana yang sibuk bercerita mengenai kegiatan amal yang dibuat oleh Papanya yang tidak bisa Viola ikutin. Hingga bercerita bahwa Anyer dan Danni akan segera menikah bulan depan. Hati Viola tersentak ketika Fana menceritakan prihal pernikahan.
"Ada yang ingin aku beritahukan padamu, Fana. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Arga"
Ruangan senyap seketika. Pikiran Fana diantara kebahagiaan atau diambang sedih mendengar berita dari sahabatnya itu. Viola telah memutuskan hubungan dengan Arga.
"Apa yang telah terjadi diantara kalian?bukankah sebelumnya juga pernah seperti ini. Dan kalian saling memaafkan"
"Ada hal yang membuatku tidak merasa nyaman dengan sikapnya yang terlalu ramah dengan setiap wanita. Hingga wanita itu merasa nyaman dengannya. Pada akhirnya, wanita lain itu akan terluka karena sikapnua itu"
Fana terdiam, dia tidak ingin berkomentar tentang sikap Arga yang memang mudah bergaul dengan setiap wanita. Senyuman Arga yang ramah, dan suka sekali menolong wanita setiap kali ada kesulitan. Karena itu pulalah, Fana menambatkan hatinya dalam diam yang terdalam untuk Arga. Kerahasiaan itu tidak akan pernah terbongkar, hanya Dia dan hatinya yang mengetahuinya.
"Sebaiknya kalian harus berbicara kembali tentang hubungan kalian. Bagaimana perasaan Mama dan Papamu, jika mengetahui hubunganmu dengan Arga berakhir"
"Papa dan Mama, sudah menyetujui keputusanku. Jika ini yang terbaik untukku kedepannya, maka aku memutuskannya dan mengambil segala resiko. Salah satunya, menghancurkan kenangan dan segalanya tentang Arga"
Fana mendekatkan tubuhnya, lalu memeluk Viola yang menahan airmatanya.
Mendengar itu semua, Arga tak kuat menahan tangisnya. Arga yang sedari tadi mendengarkan percakapan antara Viola dan sahabatnya itu merasa terpukul dengan alasan Viola memutuskan hubungannya.
Fana bangkit dari duduknya, dan pamit kepada Viola untuk kembali ke rumah singgah. Karena harus menyelesaikan pekerjaan yang tertunda beberapa hari ini.
Arga bereaksi cepat bersembunyi dibalik lorong yang tak terlihat oleh Fana yang keluar dari ruangan Viola sedang menghapus airmatanya.
=================================
Malam yang bertaburan bintang. Menikmati pemandangan seperti ini lebih menyenangkan dengan orang terkasih. Tapi, tidak untuk Lara menikmati malam penuh bintang ini bersama kehampaan karena keputusannya untuk menyatakan perasaannya beberapa minggu lalu yang menyebabkan Viola, tunangan Arga kecelakaan. Seharusnya Lara bisa menahan dirinya untuk tidak terburu-buru mengungkapkan perasaannya. Tapi, kegoisannya untuk memiliki Arga lebih besar daripada memikirkan akan ada luka dibalik pengungkapan perasaannya itu. Yang akhirnya menghujam dirinya sendiri.
Ponsel Lara bergetar, sebuah panggilan dari Anyer membuyarkan khayalannya itu.
"Hallo, Lara!"
"Ya Hallo"
"Bisakah kamu malam ini datang ke rumah singgah. Ada acara donor darah. Aku lupa memberitahumu tadi pagi"
"Malam ini?"
"Iya. Tidak bisa ya?"
"Bisa. Sebentar aku menuju kesana"
Setidaknya kabar dari Anyer memberikan secerca cahaya penerangan ditengah kesepiaan dan kehampaannya malam yang indah ini. Lara meluncur bersama motor maticnya menuju ke rumah singgah.
Fana dan seluruh anggota rumah singgah sedang sibuk mempersiapkan semua keperluan acara malam Si Dermawan. Acara yang dibuat untuk ajang pemberian amal. Mulai dari donor darah, berbagi makanan, berbagi pakaian layak pakai dan berbagi buku.
"Violaaaa!" Teriak Fana melihat Viola datang bersama Mama dan Papanya.
"Acaranya besar juga ya!" Kagum Viola melihat kerumunan manusia yang mulai meramai.
Lampu kerlap-kerlip bagaikan bintang itu menghiasai acara malam amal. Fana menyuruh Viola dan kedua orang tuanya untuk melihat-lihat kios yang tersedia sepanjang jalan dan acara.
Anyer berlari mendekati Fana yang hampir selesai membereskan pekerjaannya.
"Ada apa?" Tanya Fana keheranan.
"Arga mencarimu" jawab Anyer sambil mengambil nafas yang terengah-engahnya.
"Aku tidak mengundanya"
"Jadi?"
Fana mengangkat bahunya.
Arga yang menunggu didepan gerbang masuk rumah singgah tanpa sengaja bertemu dengan Lara yang sedang mengendarai motornya. Mata mereka saling pandang hingga Lara menghentikan laju motornya. Lalu, turun dari motor dan menemui Arga.
"Apa yang kamu lakukan disini?"
"Aku sedang menunggu temanku"
"Mengapa tidak masuk saja"
"Tidak. Aku terburu-buru"
"Baiklah" Lara kembali ke motornya. Sebelum benar-benar pergi, sekali lagi Lara menatap wajah Arga. Dengan kekuatan yang tersisa Lara mengurungkan dirinya untuk segera pergi dan kembali menemui Arga dimana berdiri.
"Maafkan aku" kata Lara.
Arga tersenyum dengan pernyataan Lara.
"Kamu tidak perlu meminta maaf. Bukan hanya percakapan itu saja, tapi karena juga banyak hal yang harus kami mengakhiri hubungan kami. Terima Kasih"
"Tapi, aku tidak bermaksud memperkeruh hubungan kalian"
"Sudah aku katakan, bukan karena dirimu kami berpisah. Ada hal-hal yang lain yang tidak bisa kami pertahankan. Akan menjadi masalah dimasa depan jika kami melanjutkan hubungan yang seharusnya tidak berlanjut"
"Semoga kamu bertemu dengan seseorang yang bisa menerima keadaanmu, Arga"
"Terima Kasih"
Ketika Lara berlalu pergi, tibalah Fana dengan nafas yang tersengal-sengal. Menemui Arga yang sudah lama menunggu.
=================================
Lara menemui Anyer yang sedang memberikan stiker nomor antrian kepada anak-anak yang ingin makan bubur ayam gratis. Langkah kaki Lara melaju cepat, segera dia membantu Anyer yang sibuk.
"Sepertinya acaranya sukses!"
"Aku berharap begitu, Lara"
"Oh ya, aku akan memperkenalkan mu dengan wanita yang kamu tolong beberapa bulan lalu"
"Benarkah?"
"Iya. Yuk" ajak Anyer yang telah selesai membagikan habis stiker nomor urutnya.
Viola yang duduk bersama Mama dan Papanya sedang berbincang untuk membuat acara yang sama di perusahaan milik Papanya itu suatu hari nanti.
"Malam, Viola. Malam Om dan tante" Sapa Anyer diikuti Lara dari belakang.
Raut wajah Viola berubah, begitu juga Lara. Wajah keterkejutan itu membuat Anyer merasa heran.
"Viola, aku ingin memperkenalkan wanita yang mendonorkan darahnya kepadamum. Ini Lara. Lara ini Viola"
Ada kebekuan yang tersisa disana. Rasanya dingin dan kelu. Tak bergerak dan hanya saling pandang. Keraguan dan egoisan memenuhi pikiran Viola dan Lara yang masih bertatap dingin.
"Wah....terima kasih ya Nak, Lara. Saya ucapkan sekali lagi terima kasih"
Ucapan Mama Viola menyadarkan Lara dengan beribu dimensi keraguan dan keegoisannya.
"Sama-sama, Tante. Senang bisa membantu anak Tante" sambil menyambutkan tangan Mamanya Viola.
Rada bersalah terbayar sudah. Tak perlu kata maaf. Takdir membawa Lara harus membayar semua apa yang telah dia perbuat untuk merebut Arga dari Viola. Dan akhirnya hubungan itu kandas seperti ban kempis, tak bisa dipompa lagi karena sudah banyak lubang kecil yang tidak bisa ditambal.
Anyer permisi untuk kembali ke kios miliknya.
"Sini duduk bersama kami" ajak Mama Viola, yang membuat raut wajah Viola semakin tidak senang.
"Tidak tante, terima kasih. Saya harus ke dalam untuk mendonorkan darah. Saya pamit dulu ya Tante"
"Wah, padahal Tante ingin mentraktirmu es serut dan kolak pisang"
"Maaf tante, saya harus menolak permintaan tante"
"Tidak apa-apa. Semoga berhasil ya"
"Iya tante"
Lara berlalu pergi, selain karena tugasnya mendonor belum selesai. Ada wajah tidak senang yang terpancar dari wajah Viola sejak pertama kali dia bertemu dengannya tadi.
"Kamu kenapa sih, Viola. Kok cemberut?"
"Tidak apa-apa kok, Ma. Yuk makan lagi"
Tak ingin membuat Mamanya khawatir, Viola menyembunyikan bahwa wanita yang mendonorkan darahnya itu adalah wanita yang akan berusaha merebut Arga dari sisinya. Ternyata, keberhasilan itupun menjadi sebuah kenyataan yang pahit.
================================
"Apa kamu yakin dengan keputusanmu?" Tanya Fana kepada Arga yang sedang duduk diruang tunggu Bandara.
Arga menjawab dengan anggukan kecil.
"Kamu tega meninggalkan aku sendiri"
"Maaf"
"Sebenarnya aku tidak setuju kalau kamu harus pergi dari sini. Aku akan merasa kesepian" Fana menundukkan kepalanya menyembunyikan airmatanya.
"Ini pilihan terbaik untuk melupakan semuanya. Kejadian yang tak pernah terpikirkan olehku terjadi juga. Dan aku akan meniti karirku dari nol lagi"
"Tapi...."
"Sudahlah. Hanya kamu yang tahu dimana keberadaanku. Dan hanya kamu yang akan aku hubungi jika aku sudah tiba di tujuanku"
"Boleh aku bertanya?"
"Silahkan!"
"Apakah artiku dalam hidupmu"
Arga mengerutkan dahinya. Merasa heran dengan pertanyaan Fana yang begitu tiba-tiba.
"Hehehe.....kamu sahabatku selamanya. Walaupun aku menikah dengan siapapun aku akan selalu menjadi sahabatmu" jawaban Arga tergantung ditenggorokannya. Jika saja hubungannya dengan Fana ini bukanlah persahabatan. Mungkin akan menjadi cerita yang lain. Arga tak ingin merusak segalanya karena keegoisannya hanya demi menyenangkan imajinasinya.
Terdengar suara wanita yang memberitahukan bahwa pesawat yang akan ditumpangi Arga akan segera terbang.
Argapun berdiri dan menyiapkan barang-barangnya menuju boarding room.
"Sebentar"
Arga menghentikan langkahnya.
"Ada apa?"
"Jika kita tak bertemu lagi dan bahagia dengan pasangan kita masing-masing. Ada hal yang ingin aku beritahukan kepadamu. Bahwa selama ini aku menyayangimu lebih dari sahabat"
Sekelebat kenangan indah bertaburan di pikiran Arga dan Fana yang terhenti oleh waktu.
=================================
5 tahun lalu...
Suasan kampus yang ramai karena menyambut mahasiswa baru. Dimeriahkan dengan teriakan-teriakan setiap organisasi untuk mempromosikan organisasi yang telah terbentuk. Sampai seorang mahasiswa baru dengan tampang culun dengan senyuman manis menghampiri meja sebuah organisasi pecinta alam. Begitu juga, seorang mahasiswa baru yang ceria memiliki mata yang bersinar juga menghampiri meja yang sama. Mata mereka saling pandang, dan bermekaran bunga-bunga rasa yang mereka tidak tahu dimana meletakkan perasaan itu.
Hari berlalu begitu saja. Banyak kegiatan yang harus mereka kerjakan secara bersama, kedekatan mereka semakin erat. Maka mereka mengikrarkan diri sebagai dua sejoli yang saling bersahabat. Ketika Arga berubah drastis kerena berteman dengan beberapa teman sekelasnya yang terjerat obat-obatan terlarang. Hingga akhirnya, Arga harus berurusan dengan pihak berwajib dan menjalankan rehabilitas. Saat itu Fana selalu ada untuknya memberikan motivasi dan mengajaknya untuk berbicara. Namun, bukan Fana saja yang berada disamping Arga saat itu. Ada seorang wanita yang juga sedang berhubungan dengan Arga atas nama kekasih. Fana tahu, hubungannya dengan Arga sebatas sahabat dan Fana tidak bisa menyentuh Arga lebih dalam. Namun, kekasih Arga itu tidak tahan dengan sikap Arga yang lebih memilih teman daripada kekasihnya itu.
Ketika Arga harus menahan kesedihan yang mendalam harus kehilangan Ayah tercintanya. Fana selalu menguatkan bahwa Arga tidak sendiri di dunia ini. Mereka saling mengisi, sekali lagi Fana tidak bisa menyentuh Arga lebih dalam. Begitu juga sebaliknya Arga yang mengetahui perasaannya ini tidak bisa menyentuh perasaan Fana lebih jauh lagi.
Kehidupan yang sebentar itu mengantar mereka pada sebuah fase dimana, persahabatan lebih penting daripada sekedar keegoisan mengungkapkan perasaan yang akan mengubah hubungan mereka yang sudah mereka anggap nyaman itu.
================================
"Aku pergi!" Kata Arga meletakkan ranselnya dikedua punggung kuatnya.
Ada asap kesedihan menguap ke udara. Diantara rasa sedih ditingglkan dengan rasa yang tertolak bergelantungan ketidakjelasan.
Fana menunduk menyembunyikan tangisnya.
"Tapi, aku akan segera kembali membawamu pergi dari kota ini. Mencari kehidupan baru. Maka dari itu, kita harus sama-sama saling memperbaiki diri"
Arga yang berbalik memandang wajah Fana yang penuh airmata.
Ada kelegaan yang membuncah. Sebuah senyuman terlukis tulus diwajah Fana dan Arga.
================================
Fana menceritakan segalanya kepada Viola yang sudah menghabiskan banyak tisu untuk menghapus airmatanya.
"Ya Ampun, Fana. Kenapa kamu gak pernah cerita?"
"Aku gak pernah diberi kesempatan untuk bercerita"
"Jadi, kamu tahu hubungan kami?"
"Iya"
"Kamu kok bisa kuat sih. Kenapa kamu gak benci aku. Seharusnya kamu benci aku yang sudah merebut Arga darimu"
"Membenci, aku juga dulu membenci Arga dengan sejuta pesona keramahannya. Aku juga membenci keegoisannya. Aku juga membenci kekerasan kepalanya. Tapi, aku tidak tahu bahwa itu adalah sebuah rasa yang tulus untuk menyayanginya"
Viola memeluk Fana.
"Kamu memang kuat sekali. Memang kamu yang mengisi kekurangan yang ada di dalam diri Arga"
"Kamu tidak cemburu?"
"Sedikit. Tapi, aku sudah menemukan seseorang yang pas untukku"
"Siapa?"
"Teman Papaku"
"Hah.....sudah tua dong"
"Eh, enak saja. Kali ini seumuranku"
"Hahahahahahaha....."
Menghabiskan sore yang bersama Viola adalah keingina Fana sejak dulu. Menikmati matahari tenggelam bersama sahabat terkasihnya.
================================
"Aku pulang"
"Selamat datang kembali"



By : Aozora Jio
10nov2018,Medan-Firdaus
Terima Kasih.