Selasa, 29 April 2014

Mendidik anak

Hm....
Mendidik anak TK harus dengan dipaksa maksudnya dengan cara yang diharuskan. Paksa mereka untuk makan sendiri, mandi sendiri dan memakai baju sendiri. Karena dari keterpaksaan itu mereka belajar untuk membiasakan prilaku yang baik
Mendidik anak SD harus dengan kesabaran. Maksudnya seperti yang kita tahu anak SD itu lebih bertanya hal-hal yang gak penting menurut kita, tapi bagi mereka itu adalah hal yang baru dan mereka ingin tau. Jadi kita dengan sabar menjawab setiap pertanyaannya.
Mendidik anak SMP harus dengan tegas. Maksudnya mulailah untuk melarang ini dan itu, agar mereka tau mana yang baik dan buruk. Karena dimasa ini adalah masa perubahan yang sangat riskan, sekali kita menanamkan hal buruk maka akan terekam jelas dan menjadi pola yang dilakukannya. Makanya kita diminta untuk tegas dimasa-masa anak kita smp.
Mendidik anak SMA harus menjadi sahabat. Maksudnya, karena disini mereka akan lebih banyak bercerita tentang apa yang terjadi dalam dirinya, semua masalah ingin diceritakan. Makanya kita diminta untuk menjadi sahabat agar kita paham apa yang di inginkan olehnya. Karena mereka lebih mendengarkan apa kata sahabat daripada orang tua, percayalah itu fenomena yang terjadi saat ini.
Sekarang mencapai level yang sudah teratas, si anak sudah menemukan jati dirinya. Disini kita belajar untuk menerima. Menerima segala keputusan yang dibuat oleh sianak. Jangan pernah mencegahnya untuk melakukan apapun selama itu masih positif. Jika sudah melenceng, cukup nasehat saja tidak perlu kita menjadi diktator harus begini daj bgeitu, kita hanya mengarahkan saja, keputusan tetap ditangan si anak.

Jumat, 25 April 2014

Mencari teman 1 tim

Dicari seorang yang dapat menjaga rahasia. Mampu diajak kerjasama. Mempunyai misi kedepan. Mampu memotivasi. Tekun bekerja. Bertanggung jawab. Mampu membimbing kearah kebaikan. Mampu menjalankan perusahaan dengan baik. Usia 27-30 tahun. Loyalitas yang tinggi. Tidak diperbolehkan mengajukan lamaran keperusahaan lain. Dikontrak selama 5 bulan( jika bekerja dengan baik maka akan diangkat menjadi pegawai tetap). Jika syarat-syarat diatas terpenuhi maka langsung diangkat menjadi pimpinan perusahaan.
Persyaratan berlaku hanya untuk pria yang pemberani. Pendaftaran dibuka mulai hari ini sampai waktu yang tak terhingga.



Tertanda Sekretaris perusahaan....

Selasa, 22 April 2014

Puisi Untuknya

Ayah bos....
Kau adalah sosok idolaku sejak dulu
Kau mengajarkanku tentang jangan bersedih
Kau mengajarkanku tentang disiplin
Kau mengajarkanku tentang tidak manja
Kau mengajarkanku tentang kekuatan
Kau mengajarkanku tentang kesabaran
Kau mengajarkanku tentang kerja keras
Kau mengajarkanku tentang kehidupan
Kau mengajarkan aku membaca al-qur'an
Kau mengajarkan aku tentang agama dan keimanan

Ayah bos...
Ya....saat usiaku balita
Aku memanggilmu ayah bos
Karena kau adalah seorang bos
Dan seorang pemimpin
Yang hebat

Ayah bos...
Kau sudah mendedikasikan hidupmu kepada kami anak-anakmu
Kau mengurus kami sampai saat ini sendirian
Kau yang bertahan selama 10 tahun dalam kesepian
Kau yang berusaha untuk menutupi rasa kesunyianmu
Kau yang selalu diam ketika ada masalah
Kau yang selalu berpikir keras untuk kelangsungan hidup kami

Ayah bos....
Walaupun dulu kau sangat tempramental
Kau yang ku anggap kejam
Bahkan kita pernah bertengkar
Bahkan kita pernha berkelahi
Dan aku menangis sekarang
Betapa dosanya aku ketika itu.

Ayah bos....
Sebagai pengampunan dosaku
Aku selalu menuruti kata-katamu
Memenuhi kemauanmu
Dan aku merasakan hasilnya sekarang
Aku menjadi apa yang kau impikan

Ayah bos....
Aku mengucapkan terima kasih
Terima kasih kau tidak menelantarkan kami
Terima kasih karena kau mampu bertahan selama 10 menjadi ayah sekaligus ibu..
Terima kasih karena kau bekerja keras untuk masa depan kami anak-anakmu

Ayah bos....
Kehidupan barumu telah tiba
Seorang pengganti kesepianmu telah datang
Aku berharap kau bahagia
Aku berdoa kau selalu diberikan kesehatan
Setiap doa akan selalu kusebut nama ayah dan ibu
Terima kasih





Dari : anakmu yang sangat keras kepala dan egois ini, I love you, Dad!!!

Kamis, 17 April 2014

Ada puisi untuknya.....

Dear Mom.....
How are you....!!!
I mis you so much....^^
Dear my sister...
How are you.....!!!
I miss you too....^^

Pasti kalian sedang memandang kami dari kejauhan sana
Pasti juga kalian sedang memperhatikan kami dari tempat yang tak berujung
Terima kasih
Terima kasih masih mengingat kami
Sekarang kami hanya bertiga
Kami bertiga menghadapi segala ujian yang ada
Tapi karena kalianlah
Kami mendapatkan pelajaran paling berharga
Pelajaran tentang kesabaran dan keikhlasan
Kami bertiga sudah sampai pada titik itu
Sekali lagi terima kasih
Mom...
Untuk pelajaran kejujuran, keteguhan dan ketegaran
Engkau guru terbaikku
Tidak menitiskan airmata ketika hati sedang perih
Tidak menitiskan keluhan ketika masalah menyerang
My sister...
Untuk pelajaran kesabaran dan keikhlasan
Engkau guru yang terbaikku
Tidak menitiskan air mata ketika sedang sakit
Tidak menitiskan keluhan ketika penyakit parah itu menyerangmu
Ayah....
Untuk pelajaran kedisiplinan, ketegasan dan kerja keras
Engkau guru yang terbaikku
Tidak menitiskan airmata ketika sedang bersedih
Tidak menitiskan keluhan ketika engkau harus mengurus kami
Aku benar-benar ingin melihat semua bahagia
Bahkan kalian juga ingin melihat kebahagiaan

Kisah 10 tahun yang lalu

02 Agustus 2003, tepatnya pada hari senin 10 tahun yang lalu. Merupakan hari terakhir dimana aku dapat melihat senyum manis dan tegar itu, dimana aku mendapatkan wasiat yang sangat luar biasa itu. Dimana aku sampai saat ini tak pernah melihat wajahnya lagi dan sekedar mengucapkan “happy birthday, Mom”. Senin pagi itu, yang kebetulan aku permisi dari sekolahku hanya untuk menemani ibu yang sedang sakit di rumah sakit umum. Aku bersama tanteku yang merupakan sepupu ayahku menjaganya malam itu. Hari sebelumnya, ibuku mengalami muntah-muntah. Dan yang dikeluarkannya bukanlah muntahan pada umumnya. Kali ini ibuku mengeluarkan cairan berwarna cokelat seperti habis minum kopi. Awal muntanya sedikit, lalu hampir sebaskom kecil. Lalu dokter memeriksa keadaan ibuku yang perutnya juga ikut membesar. “kok tiba-tiba muntah seperti itu, dok?” tanya ayahku yang datang menjenguk ibuku. “mungkin hatinya sudah tidak dapat menerima makanan lagi, pak” jawab dokter itu. Ya…kami dahulu tidak mengerti soal penyakit seperti itu. Bayangkan saja selama kami hidup pada masa itu tidak pernah masuk rumah sakit bahkan sampai menginap. Ya…ibuku menjadi awal dikeluarga kecil kami sebagai pasien terberat peratama. Ayahku tampak mulai resah dengan jawaban dokter itu yang tidak memuaskan tanda tanyanya. Setiap kali ibuku diberikan makanan, pasti langsung muntah dan perutnya terasa sakit sekali. Dan begitu seterusnya sampai pada malam senin itu. Aku dipanggilnya, dengan senyuman yang aku tahu dipaksa agar tidak terlihat sedang menahan sakit. “kak!” panggil ibuku “iya mak” sahutku sambil bergerak mendekati tempat tidurnya “mamak mau kekamar mandi”pintanya yang mencoba bangkit dari tidurnya. Aku membopong ibuku kekamar mandi, ternyata ibuku sedang mengambil wudhu untuk sholat isya’. Selasai wudhu, beliau memintaku untuk mengenakan mukenanya. Aku hanya mampu melihat dan berdoa “ sembuhkan dia Ya ALLAH”. Selesai salam ibuku berdoa dengan menitiskan airmata, aku juga hendak menangis, namun tertahan oleh keadaan sekelilingku. Selesai berdoa ibuku memanggilku. “kak” “iya mak” “pesan mamak, jaga adik-adik ya. Jangan pernah tinggalkan sholat 5 waktu. Dan setiap malam jum’at baca surrah Yassin, ya Nak” “iya, mak” Ya…aku mengiyakan pesan ibu itu yang kutak tahu bahwa itulah pesan terakhirnya untukku. Lalu diapun tidur. Keesokan paginya, Aku dan tanteku sedang mencari sarapan yang berkebetulan ibuku masih tidur. Disaat dia tidur kami berkesempatan keluar dan aku membeli pembalut yang pas sekali aku menstruasi sudah 3 hari. Sekembalinya kami dari belanja, kami mendapati ibuku masih tertidur. Aku membangunkan beliau karena sarapan dari rumah sakit sudah tiba dan beliau juga harus meminum obat. Dan diapun terbangun dan mencoba bangkit dan tidurnya namun agak sulit karena tertahan oleh perutnya yang membesar. Entah mengapa pagi itu ibuku lahap sekali makan, dan tidak susah meminum obat, tidak seperti hari-hari yang sudah. Tanteku yang menyuapinya merasa senang karena ibu menghabiskan bubur nasi yang diberikan oleh dapur rumah sakit. “mau sehat kakak ini ya. Lahap kali makannya”cetus tanteku “ya kali en, enak kali kakak rasa nasinya pagi ini” kata ibuku sambil mengelap sisa makanan dimulutnya. “ini kak, minum obatnya” suruh tanteku. “iya” angguk ibuku. Setelah minum obat ibuku tertidur lagi. Selama tertidur kamipun melakukan aktipitas lain. Mandi dan mencuci pakaian di rumah sakit bersama-sama. Tak lama kami menyelesaikan pekerjaan kami. Datanglah rombongan oom dan istrinya beserta anak-anaknya. Ayahku yang memang bersama kami dari tadi pagi menjaga ibuku. Entah mengapa ayahku seperti orang panik berlari kearah ruang perawat. Dia berteriak meminta dipanggil dokter. Aku dan tanteku langsung berlari kearah kamar ibuku dirawat.. ibuku muntah banyak sekali sampai baskom stainless stellnya penuh dan tumpah ruah ke pakaian ibuku. “mamak kenapa?” tanyaku Namun tak ada jawaban, aku hanya diberi muntahan lagi. Muntah yang sama berwarna cokelat sepreti kopi. “kak, minum air ini” saran tanteku yang mencoba memberikan segelas air putih Diminum air namun dimuntahkan lagi dan semakin banyak. Seorang berseragam putih datang menghampiri tempat tidur ibu. Dia memeriksa jantung ibuku, nadi ibuku dan beserta perut ibu. “pak, sebaiknya dibawa kerumah sakit yang lebih bagus lagi di medan” kata dokter itu setelah memeriksa keadaan ibuku. “di rumah sakit mana pak” tanya ayahku. “di rumah sakit ….” Dokter tersebut memberikan rujukan kerumah sakit tersebut, dan dengan sigap para perawat itu membuat surat rujukan ke rumah sakit tersebut. Oom dan istrinya beserta anak-anaknya datang dengan heran. Istri oomku langsung bertanya kepada kami ada apa yang sebenarnya. Lalu tanteku menceritakan kejadiannya dan ibuku harus dibawa kerumah sakit di medan. Setelah selesai adminitrasinya kamipun segera bergerak menuju kerumah sakit yang dimaksud. Dari rumah sakit memberikan saran agar ibuku dibawa pakai ambulance rumah sakit, namun ayah dan oomku tidak mau. Mereka menggunkan mobil pribadi yang kebetulan mobil uwakku. Lalu kamipun berangkat, sebelumnya ayahku menelpon tetanggaku untuk datang membawa adik-adikku datang. Setibanya adik-adikku maka berangkatlah kami, namun adikku yang nomor dua tidak ikut karena menemani tanteku untuk membereskan barang-barang yang tertinggal dirumah sakit. Pukul 11.55 wib tanggal 02 agustus 2004. Dalam mobil kijang itu ada, oomku sebagai supirnya, lalu istrinya. Ayahku, adikku yang paling kecil dan kedua sepupuku beserta aku. Aku dan ketiga saudaraku duduk paling belakang. Sedang kan ayah dan ibuku duduk bangku tengah. Posisi ibu terbaring dipangkuan ayahku. Sepanjang jalan. Ibuku merasa kehausan. “panas bang, panas kali. Haus” kata ibuku “iya tahan ya dek” jawab ayahku Padahal jendela saat itu sudah dibuka, dan kami tidak merasa kepanasan sama sekali. “astagfirullahhaladzim, astagfirullahhaladzim, astagfirullahhaladzim” ayahku mencoba membantu ibu melafadzkannnya. Lalu ibuku mengikuti. “Laillahaillallah, Laillahaillallah, Laillahaillallah” kata ayahku dan diikuti oleh ibuku. “Allahuakbar, Allahhuakbar” terdengar suara adzan. Tepat pukul 12.15 wib ibuku mengerang, dan nafasanya mulai satu persatu dan dalam hitungan detik badanya menjadi dingin. Dan dengan gemetar ayahku berkata “kakak sudah tidak ada lagi, rat” “ Allahuakbar, Allahuakbar” teriak oomku yang sudah mulai tak terkendali lagi laju mobilnya. Dan diikuti oleh istri oomku. “innalillahi wainnalilaihi ro’jiun” sambil meneteskan air matanya. Aku yang melihat ibu pada saat sakaratul maut, hanya terdiam. Tak mampu menangis dan masih bingung dengan keadaan yang terjadi. Apakah aku sedang bermimpi atau benar-benarkah ini terjadi. Lamunan ku panjang memandangi tubuh ibuku yang mulai mendingin. Dan khayalku di buyarkan oleh adikku. “kak, nanti kita tinggal sama siapa?” tanya adikku “…” aku Cuma bisa diam dan tak mampu berkata-kata “ mamak, mamak, mamak” teriakku. Ya teriakan itu membuat seluruh seisi mobil menangis tersedu-sedu. Oomku menahan marah yang merasa menyesal yang kutahu aku tidak mengetahui mengapa dia marah-marah seperti itu. Dan sepupu mulai bertanya. “uwak kenapa kak?” tanyanya polos. “uwak udah meninggal din” jawabku Dan tercurah lah semua air mata sepanjang perjalan 1 jam itu menuju rumahku. Lalu ayahku menelpon tetanggaku untuk segera mempersiapkan semua kebutuhan yang akan dipergunakan. Sesampai dirumah, kami disambut oleh para tetangga dengan tangisan. Para ibu-ibu yang merupakan teman ibuku, memelukku dan adikku. Mereka merasa iba atau sedih atas kejadian ini. Yang aku tahu rasanya sangat kering, ya kering sekali tenggorokan ini. Hampa terasa hampa, dan sangat hampa sekali. Tidak enak mau berbuat apa. Aku lemas sekali, tak mampu berkata apa-apa. Rombongan mobil adikku sampai setelah 1 jam kami sampai. Adikku yang nomor dua itu menangis sambil menciumi wajah ibuku. Tetangga-tetangga meleraikan adikku dari samping ibuku. Adikku marah-marah sperti tidak mau menerima kenyataan ini. Lalu ayahku berkata : “:rasulallah saja dari bayi menjadi yatim, namun dia mampu bertahan hidup. Tidak perlu sedih kali ya nak, ayah dan adik2 ayah juga sudah menjadi yatim sejak kecil. Sudah-sudah jangan menangis lagi. Kasian mamak” nasehat ayahku. Kami bertiga berada di sisi kanan mayat ibuku. Sambil membaca al-qur’an. Para pelayat sudah ramai sekali berdatangan ingin melihat keadaan ibuku. Setiap kali pelayat datang semua melihat iba kearah kami bertiga. Mungkin mereka memikirkan nasib kami kedepan tanpa seorang ibu. Ketika itu aku masih duduk dibangku kelas 2 SMA, lalu adikku yang nomor dua duduk di bangku kelas 3 SMP dan adikku yang paling kecil masih kelas 5 SD. Dan adik-adik ibuku sudah berdatangan, saudara-saudara dari pihak ibuku sudah pada datang. Karena permintaan nenekku yang merupaka ibunya ibuku agar menunggu dia datang baru dimakamkan, maka ibukupun di makamkan keesokan harinya. Ada keajaiban yang terjadi padaku, sepanjang malam aku berpikir aku tidak dapat mensholatkan ibuku karena terhalang oleh tamu bulanan. Dan apa yang terjadi, tamu bulananku berhenti. Allah mendengar doaku, agar aku bisa mensholatkan ibuku untuk terakhir kalinya. Saat dimandikan aku mendapatkan tugas membaca surrah Yassin, ketika membaca aku tak mampu menahan air mataku yang mengalir begitu saja. Ketika air terkahir yang dipergunakan untuk wudhu ibuku dan tangisku terpecah belah dan membahana. Aku hampir mau pingsan rasanya. Airmata tak henti-hentinya mengalir dari mataku. Sampai-sampai bengkak mata ini. Selesai dimandikan lalu ibuku dikafankan. Ada tradisi sebelum kafannya menutupi mukanya, maka kami berziarah dahulu, seperti melihat untuk terakhir kalinya. Kami dilarang menangis karena airmata begitu menyiksa bagi sang mayit. Ayahku mencium kain kafan yang ada di dahi ibuku, lalu aku dan menyusul kedua adikku. Dan dilanjutkan kesaudara-saudara yang hendak berziarah. Terdengar lembut namun membahana seluruh relung hatiku membuat hatiku teriris-iris. Sebuah lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak murid ibuku. “terpujilah wahai engkau, ibu bapak guru…namamu akan selalu hidup dalam sanubariku….” Ya …lagu hymne guru, sebagai lagu terakhir yang dipersembahkan oleh siswa-siswanya. Airmataku mengalir semakin deras. Setelah selesai berziarah. Mayat ibuku, dimasukkan dalam kerenda untuk disholatkan. Subhanallah, sekitar 100 orang pelayat mensholatkan ibuku. Sekali lagi aku menitiskan airmata, mampukah aku seperti ibuku. Wanita yang baik, ramah, dan pekerja keras. Mampukah aku seperti dia yang banyak mensholatkannya untuk yang terakhir kalinya. Selesai sholat, hatiku sudah mulai merasa tenang. Aku ikut kepemakaman dan menjadi rumah terakhir ibuku. Awalnya aku dilarang untuk ikut, karena ditakutkan aku akan meraung-raung dipemakaman, karena aku tahu hal itu diharamkan. Namun, aku meyakinkan mereka aku tidak seperti itu. Aku sudah menampakkan ujungnya bahwa aku sudah mulai bisa menerima keadaan ini. Karena aku terigat pesan guru agamaku ketika SMP “ jika salah satu orang tuamu meninggal, ataupun siapapun yang meninggal. Janganlah terlalu berlarut-larut atau sampai meratapinya. Karena itu cukup sangat menyiksanya. Dan ketika orang tuamu yang meninggal juga sperti itu, jangan sampai berlarut-larut tangisnya, karena itu bukan ciri-ciri anak yang soleh” Aku hanya ingin menjadi anak yang solehah, anak yang berbakti kepada ibuku. Maka kuhentika acara tangis-menagisku disaat ibuku mulai dimasukkan keliang lahat. Ya aku melihat semua itu. Semua prosesi ketika seorang muslim meninggal dunia. Sebenarnya Allah telah memberikan firasat kepadaku tiga malam terakhir sebelum ibuku meninggal melalui mimpi. Namun, pada saat itu aku tidak menegrti arti firasat mimpi itu. 1. aku bermimpi cincin pemberian ibuku hilang, namun aku tidak dapat menemukannya. 2. aku bermimpi salah satu anting-antingku copot dari telingaku dan terjatuh kedalam sumur. 3. aku bermimpi bahwa akan ada acara besar mengundang banyak orang kerumahku dan saat itu aku sedang memasak sate yang merupakan masakan terakhir ibuku pada saat ada pengajian dirumah kami. Kejadian-kejadian aneh setelah ibuku dimakamkan,,, 1. pada saat malam ketiga, bisanya akan ada acara kenduri dan para ibu tetangga memasak, dan mereka mencium wangi pandan. Wangi khas ibuku yang suka sekali membuat kue bolu. 2. saat itu kami memelihara kucing bernama “dubby”. Si dubby selalu melihat kearah dapur dimana ibuku sering berdiri dan dia mengeong-ngeong terus seolah-olah dia melihat ada orang didepan dan meminta makan. Seperti yang dia lakukan semasa ibuku hidup. 3. ketika aku tertidur sendiri, namunku tak mampu tertidur nyenyak. Lalu kursi belajar bergerak sendiri dan aku merasa nyaman sekali, seperti ada yang memijat tubuhku bagian belakang. 4. seluruh keluarga dimimpikan untuk ikhlas melepaskan kepergian ibuku. Awal tahun pertama kami ditinggal ibu dan merupakan menjadi puasa pertama tanpa ibu. Keadaan isi rumah itu menjadi aneh. Ayahku menjadi cepat esmosi dan selalu marah-marah. Dan yang menjdai teman berantemnya adalah aku. Tahun kedua suasana itu mulai mengurang, suasana esmosi mulai mereda. Tahun ketiga masalah hilir berganti datang, tangis hanya tangis yang bisa kami perbuat. Dan 4 tahun sampai seterusnya ras ikhlas itu dan kesabaran mulai kami pelajari. Dan insyaallah sampai saat ini kesabaran itu sudah didapatkan oleh ayahku dan kami bertiga. Kami mampu bertahan pada dunia tanpa ibu Kami mampu bertahan pada fana tanpa ibu.. Lihat Mak… Ayah sekarang sudah menjadi pejabat di kabupaten serdang bedagai. Membuat waktunya bersama kami menjadi berkurang. Lihta Mak… Anak mamak yang paling nakal dulu, sekarang sudah menjadi pegawai negeri sipil dan mengikuti jejak mamak, manjadi guru matematika. Lihat Mak… Anak mamak yang paling mamak sayangi. Dia sudah menamatkan D3 nya di politeknik negeri medan, namun rasa sayang mamak memang lebih besar daripada kami sehingga mamak menginginkan dia menemani mamak disana. Lihat Mak… Anak mamak yang paling itam ini, sudah kuliah mengambil jurusan yang sama dengan mamak.. Mak,,,ayah telah mampu mengurus kami tanpa teman selama 8 tahun ini. Dia sendiri yang mengurus kami. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih #membaca doa ibu bapak.

Minggu, 13 April 2014

Breath - Bridge

いつになく 照れながら まっすぐな目で 言ってくれたね
itsuninaku tere nagara massuguna mede itsutte kuretane
それがもし 強い糸なら のばしたって 切れるはずないと
soregamoshi tsuyoi ito nara nobashitatte kire ruhazunaito

「元気で」 わざと強気に 見送る聲が
( genki de ) wazato tsuyoki ni miokuru koe ga
空港の アナウンスを 押しのけて 聞こえたよ
kuukou no anaunsu wo oshi nokete kiko etayo

信じて 離れて 君は待ってくれてる
shinji te hanare te kun ha matte kureteru
まだ寒い 空を 見上げている
mada samui sora wo miage teiru
目を閉じ この手を 思い切り伸ばしたら
me wo toji kono te wo omoikiri nobashi tara
距離を超えて 君の手に 屆くだろうか
kyori wo koe te kun no teni todoku darouka

慣れてきた 右車線 渋滯は どこの街も同じ
nare tekita migishasen juutai ha dokono machi mo onaji
朝のたび 通うデリ ファットマムが 無愛想に応える
asa notabi kayou deri fattomamu ga buaisou ni kotae ru

おたがい ひとりで立って 想ってゆける
otagai hitoride tatte omotte yukeru
<a href="http://jpop.yinyueabc.com/Breath/Bridge/?trans=romaji">Bridge 歌詞<a>
<a href="http://www.yinyueabc.com">音樂 ABC<a>
それが戀と 愛の差だと 今ようやく わかったよ
sorega koi to ai no sa dato ima youyaku wakattayo

誰もが こころに 虹をかこうとしてる
daremo ga kokoroni niji wokakoutoshiteru
ほの暗い 空を 渡ろうとしてる
hono kurai sora wo wataro utoshiteru
目を閉じ 浮かべた 光りの連続が
me wo toji uka beta hikari no renzoku ga
ふたりをつなげる橋 カタチにしてゆく
futariwotsunageru hashi katachi nishiteyuku

迷って 離れて 今僕はここにいる
mayotte hanare te ima bokuha kokoniiru
夢と 少しの 自信だけで
yume to sukoshi no jishin dakede
遠くの サイレン ソプラノのエコーで
tooku no sairen sopurano no eko^ de
「ここは異國」と繰り返し告げてる
( kokoha ikoku ) to kurikaeshi tsuge teru

誰もが こころに 虹をかこうとしてる
daremo ga kokoroni niji wokakoutoshiteru
ほの暗い 空を 渡ろうとしてる
hono kurai sora wo wataro utoshiteru
目を閉じ 浮かべた 光りの連続が
me wo toji uka beta hikari no renzoku ga
ふたりをつなげる橋 カタチにしてゆく
futariwotsunageru hashi katachi nishiteyuku




Aku sangat suka lagu ini ^^
Lagu yg buat aku mati penasaran pada pertama kali aku mendengarnya....
Saat na mentranslatekan ke dalam bahasa indonesia....^^
Pasti lirik na sedih :v

Jumat, 11 April 2014

Lelaki Impian

Lelaki Impian

Berbicara tentang lelaki impian. Pasti setiap wanita mempunyai laki-laki impian bukan, termasuk saia loh....(hahaha...saia ini perempuan kalau berurusan soal beginian....). Hm...harus dimulai darimana bercerita tentang lelaki impian. Terkadang lelaki yang sedang bersama kita itu belum tentu lelaki impian kita waktu dulu kan...( menurut survei yang saia lakukan selama ini, mengeluhnya para istri dan para cewe2 terhadap pacarnya....hahahhahahaha).  Kalau saia sendiri sudah dipastikan (dipastikan loh, ga diragukan) punya type tersendiri. Sejak SD ( hahahhaha....SD loh, uda tau lelaki impian, anak SD macam apalah itu, sudah mengenal lelaki impian.....jangan ditiru kalau memang belum kuat iman ya...hahahaha) ketika SD saia berpikir mempunyai seorang cowo yang ganteng ( kata ganteng disini maksud dalam arti yang sebenarnya putih, tinggi, hidung mancung persis kaya' artis2 itu loh) cukup itu aja, tidak memikirkan hal yang lain, hanya ganteng! Pada akhirnya sampai saia menamatkan SD saia tidak mempunyai seorang cowo (hahahaha....ini nama na'as alias belum beruntung atau mungkin pada saat itu ga da cowo yang ganteng). Beranjak ke SMP, masa pubertas katanya, tapi emang bener deh ini masa dimana semua serba tumbuh ( tumbuh dalam arti sebenarnya, apa saja yg tumbuh lah, kaya' ga tau aja). Saat SMP saya mulai beralih ke cowo yang populer. Lelaki idaman saat itu adalah cowo yang populer dan sangat suka bergaul. Maka lelaki seperti itu ada tepat didepan mata saia ( maksudnya orangnya memang ada). Dia seorang yang memang juga mendekati saia saat itu. Betapa hati ga berbunga-bunga ketika saia tau bahwa dia lagi mendekati saia ( wkakakakaka....GRnya menta amponlah). Tapi, sayang lelaki impian saia brengsek. Bagaimana tidak, ternyata dia juga mendekati sahabat saia. Sejak saat itu saya membenci cowo yang populer dan baik kesemua perempuan (sampai sekarang perasaan itu masih ada, tapi ga separah dulu lah.....istilahnya sekarang lebih enjoy. Tidak terlalu naif dan cemburu seperti dulu...hahhahaha....muji diri sendiri namanya). Lanjut ke SMA, hahahaha masa dimana saia mengubah drastis lelaki impian saia. Disini saia mulai mempunyai tipe orang yang bekerja, maksudnya eah saia pilih yany bekerja, waktu SMA sih pengennya punya cowo yang jago tentang teknologi ( saat itu masih punya hp dan komputer) jadi siapapun yang jago ngebetulin hp dan jago komputer pasti saia langsung berkeinginan untuk mendekatinya ( tapi sayangnya saat itu belum ada orang seperti itu....na'as untuk kedua kalinya...hahahaha). Yasudah, beranjak ke kampus, dimana masa saia sudah menemukan jati diri saia sendiri. Semakin kesini kriteria semakin melenceng dari kata ganteng, populer, seorang teknisi. Dimasa kampus ini, saia mulai melihat dari karakternya

Kamis, 10 April 2014

Five Days' Wonder

Hari 1 :
Aku sudah mengenalnya semenjak kami di SMP yang sama, lalu aku bertemu dengannya ketika dia les bahasa inggris denganku. Namun, kami tak pernah saling menyapa. Aku yang memang pemalu sekali takut untuk menegurnya. Dia yang selalu ceria, menebarkan senyuman ke semua orang. Dia yang selalu menjadi populer disekolah bahkan di tempat kami les bahasa inggris. Rasa minderku semakin besar, bahkan sekarang menatap wajahnya aku sangat malu. Tapi hari ini dia datang kebangku dan bertanya
"Teman sebangkumu tidak masuk les?aku boleh duduk disini?"
"E....boleh" jawabku yang jantungku bergedup kencang bahkan aku tidak melihat wajahnya yang memiliki pipi yang tembam.
Selama les bahasa inggris aku benar-benar tidak konsentrasi. Aku yang biasanya rajin menerjemahkan bahasa inggris di buku catatan, hari ini tangannku tidak bersahabat. Tanganku hanya diam dan tak bergerak sama sekali. Ini diluar kebiasaanku. Dan aku berkeringat dingin.
"Kau baik-baik saja?" Tanyanya dengan lesing pipi yang membuatku terbelalak betapa manisnya dia
"Iya, aku baik-baik saja"
"Bajumu basah, apa kau sakit. Keringatmu keluar terlalu banyak"
"Tidak apa-apa?"
"Apa kau kepanasan?"
"Tii.....tidak" jawabku gugup "sir....excuse me, I want to a toilet" aku mengacungkan tangan dan permisi ke toilet.
Aku pergi toilet yant berada dilantai bawah. Ditoilet aku mencuci mukaku yang terlihat aneh. Aku sudah terlihat segar. Membasuh leher dan tanganku dengan air. Dan ini cara yang ampuhku untuk menghilangkan ke gugupanku selama duduk bersamanya. Aku bahkan tidak berani menatap matanya secara langsung.
Tok...tok...suara pintu kamar mandi berbunyi. Aku membuka pintunya dan aku melihat dia berda di depan pintu kamar mandi.
"Apa kau baik-baik saja?aku khawatir?"
"I...iya...aku baik-baik saja. Maaf sudah membuat khawatir"
"Hm..." dia mengenbangkan senyum terindahnya yang membuatku semakin tidak berani menatap matanya.
Hari ini diluar pemikiranku. Dia menyapaku, bahkan dia duduk dibangku. Ini seperti angin musim semi yang menerpa setiap wajahku oenuh kesegaran. Dan warna dilangit senja yang membuat aku merasa nyaman berada dikehangatan senja ini. Bagaikan rembulan yang memelukku di tengah malam yang dingin. Terasa aneh, dan aku selalu membayangkannya. Pipinya yang tembam dan lesung pipunya yang selalu ada setiap kali dia tersenyum. Aku benar-benar sudah dibuat gugup olehnya hari ini.

Hari 2 :
Aku tidak melihatnya les bahasa inggris hari ini. Apa dia membolos?. Tapi aku rasa tidak mungkin. Teman sabangku melihatku aneh.
"Kau kenapa?seperti ada yang dicari?"
"Eh...tidak ada kok"
"Heh..kelihatan dari wajahmu yang bodoh itu. Kau sedang mencari seseorangkan?"
"Tidak!"
"Bohong"
"Urgh!"
Aku dibuat kesal teman sebangku. Dia sok tahu. Tapi, apakah aku benar-benar tidak bisa menyembunyikan raut wajahku ini. Aku tidak berkonsentrasi, begitu banyak pertanyaan yang hinggap dikepalaku. Kemana dia?apa yang sedang dilakukannya selama tidak les?apa dia sedang sakit?. Akh......terlalu banyak yang aku cemaskan. Dan akhirnya aku tak sengaja mendengarkan perbincangan dua orang perempuan yang berada didepanku.
"Setelah pulang les ke kolam berenang, yuk"
"Iya, Garsi kan bertanding hari ini"
"Hu um"
Ternyata hari ini dia ada pertandingan olah raga renang. Dimana kolam berenang yang mana. Dikota ini ada banyak kolam berenang. Jadi, tekadku adalah membuntuti kedua perempuan itu sampai kekolam berenang. Benar saja, aku mengikuti mereka berdua sampai kolam berenang daerah selatan. Aku terkejut ada banyak orang disana. Ini untuk pertama kalinya aku pergi sendirian ketempat seramai ini. Tekadku bulat ingin menonton dia bertanding di arena kolam ini. Ada penjualan tiket masuk, aku merogoh kantongku yang hanya tinggal 10.000 rupiah. Jika aku membelikan tiket aku akan pulang berjalan kaki. Bagaimana ini, aku bimbang sekali. Kembali aku bertekad, tak apalah kalau aku berjalan kaki yang penting aku bisa melihatnya berlomba. Aku membelikan tiket dan mendapatkan bonus minuman kotak. Ramai sekali, ternyata kejuaraan renang tingkat SMP daerah. Aku barubtau dia adalah seorang perenang. Aku mencari bangku yang pas untuk melihat dia bertanding. Mataku tak henti-hentinya melihat kebawah tepatnya dipinggiran kolam renang itu. Aku tidak melihat dia disana. Sebuah peluit berbunyi tanda pertandingan akan segera dimulai.  Dan akhirnya aku menemukannya, dengan pipinya yang seperti bakpau itu, jelas sekali bahwa dia berada diujung kolam berenang itu dengan nomor dada 24-4. Aku melihatnya jauh dari atas sini. Tapi dengan berfokus pada dirinya aku mampu melihat dengan jelas. Aku memperhatikan gerakan renangnya, dia melaju lebih cepat dari peserta lainnya, setidaknya untuk saat ini, dialah yang terunggul. Ada rasa bangga aku melihatnya begitu hebat di dalam air, namun dimenit berikutnya dia mulai melemah, dan melemah sampai pada akhirnya dia tak mampu bergerak dan meminta pertolongan. Semua penonton berteriak histeris, dan aku tak mampu berteriak mataku hanya membesar dan rasa kekahawatiran muncul. Aku berlari kebawah mendekati arena perlombaam namun aku tak diperbolehkan untuk masuk kedalam arena. Penonton mulai riuh lagi dan ada beberapa yang berteriak sambil menangis.
"Garsi....Garsi...." seorang wanita paruh baya berlari kearah arena namun ditahan oleh seorang petugas keamanan
"Dia anakku!!" Teriak wanita itu.
"Maaf, buk. Anda tunggu disini dulu" petugas itu mencoba menenangkan wanita yang sedari tadi berteriak menyebut namanya.
"Hei....!" Kataku memberanikan diri dengan tubuh yang sekecil ini.
"Siapa kau?" Tanya petugas itu kelihatannya marah
"Aku temannya Garsi. Kau tahu, wanita itu adalah ibunya dari anak gadis yabg sedang tak sadarkan diri disana" kataku sambil menunjuk kearah Garsi yang diatas tandu.
"Ini prosedur, semua orang dilarang masuk"
"Terkecuali orang tuanya. Jika kau diposisi wanita itu. Melihat anakmu sedang tak sadarkan diri, apa kau hanya diam menunggu disini?"
"Berisik kau bocah"
"Tolonglah bapak yang baik hati, apa kau tidak iba melihat wanita itu menangis"
"Kau ini"
"Tolonglah!" Aku memohon kepada petugas keras kepala itu sambil menundukkan kepalaku kearahnya.
"Baiklah. Hei....buk!kemarilah. Lihatlah anakmu" kata petugas itu setengah hati.
"Terima kasih, pak!" Wanita itu berterima kasih dan merasa lega.
Aku, apa dia tidak melihatku. Mengapa dia tidak berterima kasih padaku. Bahkan dia tidak menoleh kebelakang sedikitpun. Akh...sudahlah aku tak ingin mengungkitnya lagi. Yang aku tahu wanita itu sangatlah khawatir. Aku menunggu di luar gedung renang dan berdiri sendiri sambil menunggu datangnya mobil ambulans. Aku harus tahu kemana dia akan dirawat.
Sirine ambulans pun terdengar sangat nyaring sekali. Aku melihat ambulansnya semakin dekat dan aku membaca rumah sakit yang mengeluarkan ambulans itu. Kulihat para petugas medis bersigap membawa Garsi kedalam ambulans, diikuti ibunya dan kedua orang lainnya yang aku tahu mereka adalah dua perempuan teman lesku yang menuntunku sampai ke gelanggang renang ini. Sebaiknya aku pulang, bahkan aku harus berjalan kaki pulang kerumahku. Sepanjang jalan aku bertanya.
"Kenapa dia?apa yang terjadi padanya?apa dia baik-baik saja"
Kakiku terasa sakit sekali harus berjalan kaki pulanh kerumah.
Hari 3 :
Aku mencoba memberanikan diri untuk menjenguknya kerumah sakit dimana dia dirawat. Sehabis pulang sekolah, biasanya aku latihan futsal bersama teman-temanku. Tapi kali ini aku meminta izin pada temna-temanku untuk tidak ikut latihan dengan alasan aku harus kerumah sakit menjenguk saudara sakit. Tak apalah sedikit berbohong, tapi memang benar aku menjenguk orang sakit, dan aku rasa kami bersaudara karena kami satu negara.
Sesampainya aku dirumah sakit, aku lupa membawa buah tangan. Aku mencari kantin rumah sakit untuk membeli roti dan beberapa buah-buahan. Aku senang bisa membawakannya. Dan disinilah salahku, aku tidak tahu dikamar mana dia dirawat. Mencari pusat informasi, aku harus berkeliling rumah sakit yang besar ini. Akhirnya kutemukan pusat informasi tersebut.
"Permisi, buk!"
"Ya...ada yang bisa kami bantu, dik?" Tanyanya ramah sekali
"Saya mau bertanya, pasien yang bernama Argarsiah Fidiya dirawat dikamar apa ya bul?"
"Tunggu ya, saya lihat dulu dik?"
"Iya buk"
"Adik ini siapanya?" Tanyanya basa basi sambil mencari datanya di komputer.
"Saya temannya, buk"
"Hm....dikamar anggrek nomor 247 ya, dilantai 3"
"Makasi buk"
"Sama-sama"
Aku mencoba mencari lift, namun hanya diperuntukkan buat pasien gawat darurat dan dokter. Pengunjung dilarang menaiki liftnya. Kakiku yang dari semalaman terasa berat ditambah lagi dengan harus menaiki tangga sampai lantai tiga. Aku rasa ini rintangan untuk melihatnya. Betapa beratnya. Bukankah ini tanda-tanda kalau aku harus berjuang lebih keras lagi untuk mendapatkannya. Tak apalah yang penting aku bisa menjenguk dan melihat keadaannya sekarang. Aku mencari nomor 247, ternyata ada diujung gang. Rumah sakitnya bersih dan nyaman, bahkan tidak sepi namun tidak ribut. Aku mengetuk pintu kamarnya dan dibukakan oleh wanita yang kutahu itu adalah ibunya.
"Hm...permisi bu. Ini kamarnya Garsi?"
"Iya...."
"Saya temannya ingin menjenguk"
"Hem....Garsi tidak pernah cerita dia punya teman laki-laki"
"Eh....saya teman les bahasa inggrisnya"
"Oh...sebentar ya, Garsinya lagi dikamar mandi"
"Iya buk"
"Siapa, Mom?" Aku mendengarkan suaranya dibalik tirai putih itu.
"Teman les kamu"
"Namanya siapa?"
"Siapa nama kamu?" Tanya ibunya kepadaku
"Kenziro, bu"
"Kenziro"
"Eh...suruh dia masuk bu"
"Silahkan masuk" kata ibunya ramah seramah dan semanis Garsi
Aku melihatnya sedang terbaring dengan selang infus. Dia kelihatan sangat pucat sekali dan tidak bergairah. Namun dia tetap berusaha untuk tersenyum padaku.
"Mumpung ada teman, ibu mau pulang kerumah sebentar. Nak kenziro bisa jaga Garsi kan?"
"Bisa, bu"
"Makasi sebelumnya"
"Iya bu"
Aku dan Garsi didalam ruangan. Hanya berdua. Rasa itu muncul lagi, cuma diam dan hanya diam saja. Aku canggung dan harus memulai darimana pembicaraan ini. Sore itu matahari senja masuk kedalam ruangan yang sepi itu. Senyap sekali, sampai aku mampu mencium aroma obat-obatan dan baunya karbol. Ini memang dirumah sakit. Hatiku kelu ingin bertanya, bahkan pertanyaanku yang berada dikepalaku terhembus angis sepoi sore itu. Jendela kamar rawat inap sengaja dibuka agar udara masuk dengan sejuk. Benar-benar sore yang sunyi.
"Kau baik-baik saja?" Tanyaku formal
"Iya. Aku baik-baik saja. Kau khawatirkan aku"
"Hu um" aku menganggukkan kepalaku dan menunduk malu menatap wajahnya
"Terima kasih"
"Sama-sama" aku masih menunduk mengumpulkan tenaga untuk memberanikan diri menegakkan kepalaku namun tidak bisa.
"Kau kenapa?hehehe" dia tertawa kecil melihat tingkahku yang aku tahu dia tahu kalau aku sedang gugup
"A...aku tidak apa-apa, kok"
"Kau selalu berbohong, tapi kau tidak bisa berbohong padaku"
"Kenapa gitu?" Tanyaku heran dan akhirnya memberanikan diri menegakkan wajahku
"Karena kau tidak pandai berbohong, hehehe. Selalu ketahuan, karena kau akan selalu melakukan hal yang sama" dia menjelaskan apa yang ingin dia katakan. Ada rasa senang dihatiku, karena dia memperhatikanku selama ini.
"Aku tidak seperti itu, ya!hehehe"
"Kau ini masih belum mengakuinya juga"
"Semalam aku melihat kau berlomba"
"Em...makasi" tiba-tiba dia menundukkan kepalanya
"Kenapa?"
"Itu pertandingan terakhirku. Tahun depan aku sudah tidak bisa ikut lagi"
"Kenapa?" Tanyaku heran
"Tidak apa-apa. Aku ini lemah, mungkin tidak bisa ikut kejuaraan tingkat nasional"
"Kau kenapa?" Tanyaku semakin penasarsan
"Aku tidak apa-apa. Tenang saja, tak perlu khawatir" dia melebarkan senyumannya menandakan bahwa aku tidak perlu khawatir.
"Baiklah, semoga cepat sembuh" kataku mencoba menyenangkan hatinya.
Kami bercerita tentang masa-masa di SMP dulu. Dia bahkan tidak ingat bahwa kami pernah satu sekolah. Dia ketika SMP memang sangat populer, aku yang pemalu jelas berada jauh di hadapannya. Bahkan tidak terlihat olehnya. Aku ingin berteman dengannya sejak dulu. Bukan karena dia seorang yang populer, tapi karena aku hanya ingin mengobrol dengannya. Dia sangat terkagum dan terkadang tertawa ketika aku menceritakan masa lalu itu.
"Apa dulu aku begitu populer?"
"Iya jelas sekali, aku bahkan takut untuk mendekatinya" aku mulai lancar dan tidak gugup lagi untuk mengobrol dengannya.
"Uhuk...uhuk...uhuk..." dia terbatuk dan membuat dia tertunduk-tunduk kesakitan namun dia tidak mengerang kesakitan, dan aku melihat percikan darah yang keluar dari hidungnya mengotori seprainya
"Garsi...Garsi. aku akan memanggil susternya"
"Uhuk...uhuk...uhuk...." dia berusaha meraih sesuatu dibalik tempat tidurnya. Aku mencoba mencari tahu benda apa itu. Ternyata bel pemanggil suster. Aku menekannya beberapa kali. Tak berapa lama dua orang suster bersigap melihat keadaan Garsi. Apa yang harus aku lakukan. Aku benar-benar sangat mencemaskannya. Aku ingin tahu dia kenapa, apa yang terjadi dengannya. Kedua suster itu selesai membuat Garsi tenang dan tertidur.
"Suster, dia kenapa?"
"Oh...hanya kelelahan saja"
"Dia sakit apa?"
"Paru-paru"
"Paru-parunya kenapa?"
"Kecil sebelah"
"Owh" aku sambil melihat kearah tubuhnya yang melemah "terima kasih suster"
Dia, bahkan lebih pintar berbohong daripadaku. Namun, aku tidak tahu apa dia sedang tidak berbohong atau iya. Yang aku tahu dia hanya memasang wajah yang senang dan dengan senyuman dibalut oleh lesung pipi yang indah. Aku melihat wajahnya yang damai dengan senyuman dipipi tembamnya itu. Aku mengaguminya dari dulu, dari sejak pertama aku tahu bahwa dia itu adalah Garsi. Aku benar-benar ingin bersamanya. Namun sampai sekarang aku tidak mampu untuk mengatakannya. Aku yang pengecut ini memang tidak pandai membaca situasi yang pas untuk mengutarakannya. Yang aku tahu dia sudah memberikannya beberapa hari ini. Hari dimana dia mulai mau berbincang denganku. Terkadang aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku. Setidaknya aku akan mengatakannya diwaktu yang tepat.
Hari 4 :
Hari ini juga aku menjenguknya kerumah sakit. Dia memintaku untuk keluar ruangan. Dia ingin menghirup udara sore hari ditaman rumah sakit. Aku mengabulkan permintaannya. Aku membawanya keluar ruangan atas izin dari suster yang merawatnya. Kami ketaman belakang rumah sakit yang berhadapan langsung dengan mentari senja. Warna orange yang indah dan angin musim panas yang sepoi-sepoi membawa kami disuasana yang cantik. Aku tidak akan melupakan ini semua.
"Siapa saja yang sudah menjengukmu?"
"Tidak ada yang menjengukku, hanya kau saja"
"Bukankah kau sangat populer"
"Aku tidak sepopuler yang kau kira. Mereka hanya ada maunya mendekatiku"
"Tidak boleh berprasangka buruk seperti itu"
"Tapi memang benar, sekarang aku lagi sakit. Mereka tidak ada yang menjengukku"
"Mungkin mereka sedang sibuk"
"Apa kai tidak sedang sibuk. Bukankah hari ini kita les bahasa inggris?"
"Itu....itu lain cerita" aku tak mampu menjawab. Mungkin ini saat yang tepat sebelum aku terlambat mengatakan padanya
"Kau ini selalu berbohong"
"Tidak untuk kali ini" aku memasang wjaah serius dan menatap matanya
"Kau kenapa?" Tanyanya memasang wajah heran
"Aku ingin berteman denganmu tidak ada maksud lain. Aku bukan ada maunya mendekatimu. Aku benar-benar ingin berteman denganmu sejak dulu"
"Kau berbohong"
"Aku tidak berbohong, aku jujur. Itu yang ingin aku katakan"
"Bukan itu yang ingin kau katakan"
"Benar" aku menundukkan wajahku
"Lihat aku, Ken. Kau inging mengatakan hal yang lain. Bukan sekedar itu" katanya lembut
"Tidak, hanya itu" jawabku sebagai pencundangpun terjadi. Dia tahu benar bahwa aku sebenernya bukan ingin mengeluarkan hanya sekedar teman, tetapi lebih dari itu. Dia jelas tahu betul itu. Aku ini seorang pengecut Garsi. Mengapa kau memancing sipengecut ini untuk mengatakan hal yang tidak sepantas itu. Sore itu aku sebagai silemah terbukti sudah, sebagai pengecut.
"Aku tak ingin kau menyesal karena telah memilihku sebagai teman, namun aku juga tidak ingin melihat kau menyesal jika kau tak mampu mengatakan yang sebenarnya" kata itu membuatku ingin menangis, betapa bodohnya aku. Dia memberikan kesempatan untuk aku berbicara apa yang kurasakan saat ini. Tapi aku hanya diam dan takut. Sampai senja berwarna orange itu tenggelam dalam pekatnya hitam sang malam.
Hari 5 :
Aku tidak beranikan diri untuk muncul dihadapannya. Aku hanya memberikan buah-buahan yang aku beli dan aku titipkan ke suster yang merawat dia hari ini.
"Apa kau yakin tidak ingin melihatnya dulu"
"Tidak, sus"
"Kau ini terlalu takut"
"Aku tidak ingin menggangu dia lagi istirahat"
"Baiklah"
"Sus, sekarang saja ngasi buah-buahannya. Aku ingin tahu keadaanya melalui suster"
"Hehehe....baiklah anak muda"
"Terima kasih sus..."
Aku menunggu suster itu kembali dari kamar Garsi. Sangat sebentar sekali, dia berlari terburu-buru dan mengabaikanku begitu saja. Apa yang terjadi sampai suster itu berlari sekencang itu. Dan suster yang berada di ruang piket juga keluar dan masuk kekamar Garsi. Aku harus melihatnya tapi kakiku kaku sekali tidak mampu digerakkan. Seorang dokter dan suster itupun berlari masuk kedalam kamar Garsi. Aku benar-benar tidak bisa bergerak sama sekali. Aku hanya terduduk dibangku ruang tunggu, dan melihat Garsi dibawa oleh kedua suster itu menggunakan tempat tidur dorong dan membawanya masuk keruang ICU. Aku melihat wajah kekhawatiran dari wajah ibunya.
"Bu..." aku mencoba menyapa ibunya yang duduk dibangku tunggu didepan ruangan ICU.
"Hiks...hiks..,hiks..." ibunya menangis tersedu-sedu
Aku diabaikan oleh ibunya. Aku mengurungkan diri untuk bertanya lagi sampai seorang dokter keluar dari ruang ICU.
"Dok...bagaimana keadaan Garsi?"tanyanya cemas sekali
"Dia butuh istirahat penuh"
"Apa dia baik-baik saja?"
"Iya, dia baik-baik saja"
"Syukurlah"
"Sebaiknya ibu istirahat juga, biarkan dia istirahat sejenak diruang ICU sampai kondisinya membaik total"
"Baiklah dok"
Aku hanya bisa melihatnya dari jendela kamar yang sengaja dibuka agar aku dan ibunya dapat melihatnya.
"Kau tahu kenziro?"
"Ya bu"
"Dia itu anak yang periang, senyumnya selalu mengembang. Dia tidak pernah mengeluh, apapun yang terjadi dia tidak ingin merepotkan orang lain"
"Aku tahu itu bu"
"Banyak hal yang tidak ibu ketahui tentang dia. Ibu selalu sibuk dengan butik ibu. Bahkan ibu tidak tahu dia berteman dengan siapa saja. Bahkan siapa pria yang disukainya juga ibu tidak tahu"
"Hm...." aku hanya diam ketika ibunya bercerita, aku hanya menjadi pendengar yang baik seperti biasanya.
"Dia pernah bilang ke ibu ada seorang pria yang disukainya, tapi ibu malah menagacuhkannya. Seharusnya ibu bertanya siapa pria itu. Agar ibu datangkan dia malam ini juga. Kau menyukainya ken?"
Hatiku tersentak ketika ibunya bertanya seperti itu. Aku harus jawab apa. Tapi malam hari ini aku harus menjawab yang sebenarnya.
"Ya bu. Aku menyukaianya semenjak kami bersekolah yang sama, dan aku bertemu dengannya lagi di les bahasa inggris"
"Sepertinya kau pria yang baik"
"Aku masih seorang anak laki-laki bu"
"Tapi, kau sepertinya seorang yang pemberani"
"Aku ini pencundang bu. Bahkan Garsi tidak tahu tentang aku menyukainya. Aku tidak berani mengatakannya"
"Kau ini. Mengapa kau berani mengatakannyanpada ibu. Kau meminta dukunganku ya"
"Heh....hehehehehe gak seperti itu bu"
"Terimankasih sudah mau menemani Garsi beberapa hari ini. Ibu sudah lama tidak melihat dia tersenyum"
"Sama-sama bu"
"Jika dia tersadar, berjuanglah untuk mengatakannya. Walaupun kemungkinan buruk itu ada, tapi sebaiknya kau ungkapkan apa yang kau rasakan, itu lebih baik daripada kau harus diam. Dan kau hanya mengira-ngira sebuah jawaban yang belum tentu seperti yang bayangkan. Semangatlah"
"Hehehe...terima kasih banyak bu"
Aku mendapatkam dorongam dam kekuatan besar dari ibunya. Dia persis seperti ibunya, si pemberi semangat. Aku benar-benar berterima kasih kepada ibunya yang sudha memberikanku semangat untuk menagatakannya. Besok akam aku mengatakannya bahwa aku menyukai dan menyayanginya.
Hari 6 :
Aku pergi kerumah sakit untuk menjenguknya dan membawkan bunga kertas yang aku buat sendiri untuk menghiburnya. Seorang suster yang sudah mengenalku langsung mendekatiku.
"Hai....sebaiknya kau pulang"
"Kenapa?"
"Dia, sudah tidak disini lagi"
"Dia dimana?" Tanyaku heran
"Dia sudah pulang"
"Pulang kerumah?" Hatiku senang sekali kalau dia sudah diperbolehkan pulang kerumah.
"Iya" suster itu berlalu cepat keruang piket
Hatiku senang sekali, dia sudah sembuh. Aku berlari dan menaiki motorku menuju rumahnya. Rasa senang yang luar biasa ini membuatku tarasa lama menikmati waktu yang berlalu ini. Ingin segera melihatnya dengan kondisi yang sehat. Luar biasa sekali dan aku tidak menyangka secepat ini dia sembuh dari penyakit parah itu. Dan sekelebat pikiran negatifku muncul, apa jangan-jangan dia telah tiada. Aku mencoba menepiskan pikiran negatifku itu. Aku melaju sedang kearag rumahnya. Dan aku sampai didepan rumahnya. Sekumpulan orang memakai baju hitam sedang berada didepan rumahnya. Perasaankupun bercampur aduk. Apa yang sedang terjadi dirumahnya.
"Permisi pak, ada apa dirumahnya Garsi?"
"Dia sudah meninggal, nak"
Bagaikan disambar petir saja, aku mematung mendengarkan perkataan bapak itu. Aku harap ini hanya mimpi. Kakiku lemas bukan main, aku tidak sanggup untuk memarkirkan motorku. Tubuhku lemah sekali, bahkan aku hampir jatuh. Aku belum sempat berkata apa-apa padamu Garsi. Aku benar-benar pengecut. Aku memasuki rumahnya dan melihat ibunya yang meangis terisak-isak disebelah mayat Garsi. Ibunya melihatku dan memelukku dengan erat.
"Lihat senyumannya, Ken. Kau tahu itu senyum terbaiknya selama ini"
"...." aku hanya terdiam menahan tangisku, namun airmataku mengalir begitu saja.
"Kau lihat itu Ken"
"Ya bu. Dia selalu memberikan senyuman terbaik kesemua orang"
"Ada sesuatu untukmu"ibunya mengeluarkan secarik kertas padaku dan aku menerimanya tanpa membukanya terlebih dahulu. Aku hanya ingin melihat wajahnya untuk terakhir kalinya. Aku hanya ingin melihat senyuman terindahnya untuk terakhir kalinya. Airmataku tidak terbendung, mengalir bagaikan air sungai yang deras. Ingin berteriak bahwa aku seorang yang pengecut yang tak mampu mengucapkan sepatah katakan pun tentag perasaanku. Aku bodoh. Aku kehilangan dia yang belum tahu bahwa aku menyukainya. Malam ini begitu lama berlalu. Perih dan kecewa bahkan aku ingin membunuh diriku sendiri karena aku tidak berani untuk mengatakan hal yang biasa itu. Aku menyesal sekali.
Hari 7 :
Tepat dipusaranya, di tempat dia terakhir mengistirahatkan jasadnya. Aku membuka secarik kertas itu dan membacanya lirih.
"Kenziro, apa kau baik-baik saja. Aku tahu kau akan menjawab baik-baik saja. Namun aku tahu kau tidak baik-baik saja saat ini. Tidak perlu bersedih melihat keadaanku sekarang. Maafkan aku yang berpura-pura tidak mengenalmu ketika kau bercerita ketika kita masih di SMP yang sama. Aku berbohong saat itu, aku tertarik sekali mendengarkan ceritamu jadi aku tak ingin kau menghentikan ceritamu itu. Kau juga berbohong ketika aku bertanya 'apa ada yang lain ingin kau ungkapkan'. Aku benar-benar tertarik pada kau yang menyebunyikan segalanya dariku tapi aku mengetahuinya itu semua dari raut wajahmu dan perkataanmu. Aku sudah memberikan kesempatan padamu, namun kau juga tidak bisa mengatakannya. Aku sedikit kecewa terhadapmu, tapi tak apalah yang aku tahu ada yang ingin kau ungkapkan padaku.
Baiklah, aku saja yang duluan mengatakan apa yang ingin aku ungkapkan. Sebenarnya aku juga ingin mengungkapkan secara langsung padamu saat kau menjagaku malam itu. Tapi, aku seorang yang bergengsi tinggi. Aku tidak akan mengatakan secara terang-terangan. Aku menyukaimu, aku benar-benar ingin berteman dan mengobrol denganmu sejak aku melihatmu diperpustakaan sekolah ketika kita di SMP dulu. Aku suka kepadamu yang senang menolong orang lain dan baik kepada siapapun. Makanya aku tidak ingin tinggi rasa atau keGR-an. Hanya karena kau mau menjengukku dan menemaniku untuk mengobrol. Aku rasa itu hanya rasa biasa sebagai seorang teman yang menolong temannya yang sedang sakit.
Aku mencoba menepiskan semuanya. Dan sampai senja itu, aku benar-benar ingin sekali mendengarkannya darimu. Namun kau juga tidak mengatakannya. Padahal aku menunggu kau berkata jujur saat itu. Tapi yasudahlah. Sedikit nasehat untukmu : ungkapkan apa yang kau rasakan kepada orang yang kau sayangi. Karena itu akan menjadi pengobat rasa rindu yang teramat ampuh. Jujurlah pada dirimu sendiri. Jangan pernah menyesal atas yang terjadi ini. Setidaknya kau telah membuktikannya selama 5 hari ini. Aku berharap kita bertemu didunia yang lain. Aku merasakan kaulah pria yabg ditakdirkan untukku. Five days' wonder. I love you so much. Thank you for your attention, your care, your smile. I love you, kenziro"
Aku hanya bisa menangis dan menyesalinya semua.

Senin, 07 April 2014

Silent

Rasanya apa yang kurasakan ini
Sebelumnya aku juga pernah sepertinya
Melanjutkan apa yang tersisa dahulu
Apakah ini akan berakhir pada kisah yang sama
Dia berlalu pergi dalam kediamanku
Atau akan berbeda seperti kisahku yabg lalu

Aku menyimpannya sendiri
Bahkan diapun tak tahu akan rasa yang kurasa
Apakah dia jahat?
Maafkan aku yang hanya bisa diam untuk saat ini
Tapi kurasa selamanya aku begini
Karena aku takut ini terlalu berlebihan

Aku akan baik-baik saja dengan semuanya
Tapi, seharusnya dia memberi kode yang nyata
Bukan hanya berupa sinyal bahwa kita harus memulai
Aku juga tidak mengerti sinyal seperti apa itu
Yang kutahu hatiku bergetar setiap kali kita berbincang

Aku menyimpannya sendiri
Bahkan diapun tak mau tanya padaku
Apakah dia tak perduli?
Maafkan aku yang hanya bisa diam untuk saat ini
Tapi kurasa selamanya aku begini
Karena aku takut itu terlalu agresif

Seharusnya dia sebagai pria yang gentelmen
Bukan hanya banyak bicara tanpa aksi
Jangan buat aku bingung dengan sikapnya
Yang terkadang membuatku melayang
Terkadang membuatku gemas sekali
Ingin mencampakkan yang ada ke mukanya

Aku menyimpannya sendiri
Bahkan diapun hanya diam
Apakah dia takut?
Maafkan aku yang hanya bisa diam untuk saat ini
Tapi kurasa selamanya aku begini
Karena aku takut akan kecewa

Yang kutahu jantungku berdetak hebat ketika bersamanya
Bahkan setiap mau tidur membayangkannya
Aku tidak tahu apa maksudnya ini
Kuharap dia membaca hatiku










7april2014
To : boku no anata ^^ out there
From : kimi no kanojo..^^
#playing : when my first love down - vocaloid hatsune miku -