Minggu, 27 Desember 2015

Read Your Mind

Terkadang aku tidak menyukai kelebihan yang Tuhan beri padaku. Mereka yang tak ingin diketahui justru aku mengetahui dengan sendirinya. Aku mendapatkan kelebihan ini ketika aku berumur 7 tahun. Hanya karena demam tinggi, aku diantara dua alam yang berbeda. Namun, ada seseorang yang menuntunku kearah dua buah pintu. Pintu pertama berwarna hitam dengan ukiran aneh. Pintu kedua berwarna putih dengan tulisan "kehidupan". Seseorang itu memilihkanku pintu berwarna hitam, namun aku menolaknya. Pintu itu terlihat sangat mengerikan. Lalu, aku menunjuk kearah pintu berwarna putih. Seseorang yang bercahaya yang tidak jelas wajahnya itu berkata.
"Kau yakin akan memilih pintu itu?"
Aku mengangguk pasti.
"Kau yakin?"
"Hu um" anggukan terakhir yang dipastikan aku akan membuka pintu itu.
"Jika kau memilih pintu itu, maka ada syarat yang harus kau penuhi"
"Apa itu?"
"Sebuah kelebihan yang orang lain tidak punya"
Aku bingung.
"Jadikan kelebihan ini menjadi tiket untuk bertemu denganku kembali. Pergunakanlah kelebihan ini untuk kebaikan. Walaupun kau akan dibenci orang. Tetaplah bersabar, karena harga tiket sabar itu sangat tinggi poinnya"
Aku masih tidak mengerti. Kelebihan. Kebaikan. Kebencian. Sabar. Kata-kata yang sering aku dengar dari mulut nenekku.
"Bersiaplah. Sampai bertemu lagi"
Aku menoleh kearah seseorang bercahaya itu, melambaikan tangan. Dan membuka pintu berwarna putih. Terang sekali. Sinarnya menyilaukan mata. Dan ketika aku membuka mataku, aku sudah berada diatas tempat tidur. Aku melihat sekelilingku. Ada sebuah lampu dan alat aroma terapi. Lalu aku menolah kekanan. Aku melihat ibu dan nenek sedang tertidur pulas disebuah sofa. Aku melihat kekiri, ada Aika sahabatku sedang tertidur juga dikursi tamu. Lalu aku melihat tanganku, ada sebuah selang infus terpasang. Ternyata aku berada dirumah sakit. Setelah aku tersadar dari bangunku, seperti ada yang aneh dengan pendengaranku.
Nguuuuiiiiiiinnnngg!!!! Dengingan hebat yang membuat telingaku terasa sakit sekali.
"Urrrrrrrrrrggghhhh" teriakku seketika sambil memutupi lubang telingaku. Telingaku seperti mau pecah. Sakit sekali. Lalu aku merasakan ada sebuah tangan menyentuh lembut pundakku.
Aku tak bisa mendengar apapun itu. Aku hanya bisa melihat wajah yang aku tahu itu ibuku. Wajah cemas. Raut wajahnya langsung berubah ketika seorang suster memasuki ruanganku. Aku melihat mulut ibuku sedang bergerak, aku tahu dia sedang berbicara kepada suster tersebut. Namun, aku tidak dapat mendengar apa yang mereka berdua bicaraka. Suster itu langsung mendekati dan memegang kedua tanganku yang masih menutupi lubang telingaku. Sebuah suntikanpun ditusukan kedalam kantong cairan infus, dan mataku merasa lelah dan aku tertidur.
Sejak saat itulah, aku merasakan hal yang aneh dengan pendengaranku. Aku berpikir, apakah ini kelebihanku. Aku tidak bisa mendengar. Apa yang harus aku lakukan dengan semua ini. Bagaimana aku bisa melakukan kebaikan dengan telinga seperti ini. Akan tetapi, aku bisa mendengar suara tanpa harus melihat orang lain sedang berbicara.
Ya, aku mampu mendengarkan isi pikiran orang lain. Aku anggap ini kutukanku. Dan ini adalah sesuai janjiku ketika aku tertidur lama dan bertemu dengan seseorang wajah bercahaya.
"Vru...kita nonton yuk" ajak Aika
"Yuk"
Aika adalah sahabatku sejak kecil. Tidak ada yang aku rahasiakan darinya. Kecuali kelebihanku ini. Aika tidak pernah berbohong kepadaku. Aika adalah manusia terjujur yang pernah aku temui. Tidak seperti teman-temanku yang lainnya. Hanya memanfaatkanku saja.
"Kita mau nonton apa?"
"Film action aja, gimana?"
"Ok"
Aku dan Aiko sekarang sudah berusia 27 tahun. Aiko akan melepas masa lajangnya bulan depan. Maka aku akan menghabiskan sisa masa lajang Aika dengan berkencan dengannya selama seharian. Yang pertama adalah menonton bersama. Karena kami sudah hampir 5 tahun semenjak lulus kuliah tidak pernah nonton bersama lagi. Aika dan aku lebih sibuk menghabiskan waktu dengan bekerja. Dan menghabsikan waktu dengan teman baru.
"Hahahahaa...uda lama banget ya" kata Aika mengambil secup popcorn.
"Iya...kurasa uda hampir 5 tahun"
"Bener banget, Vru. Aku rindu banget kita kaya' yang dulu lagi. Nonton bareng, makan bareng, belanja bareng, nongkrong bareng. Bahkan gak kepikiran nyari cowok. Hahahahha"
Apa yang dikatakan Aika itu benar. Aku suka melihat wajah Aika penuh tawa. Polos dan tak ada beban. Memang seperti itulah Aika. Karena aku tahu apa yang ada didalam pikiran Aika. Tiba-tiba tawa itu berhenti dan raut wajahnyapun berubah.
"Kenapa?" Tanyaku heran
"Ada seseorang yang tak ingin aku lihat"
"Siapa?" Aku mencoba mencari sekeliling ruang tunggu.
"Itu" Aika menunjuk seseorang yang sedang mengenakan short dress berwarna merah yang mencolok dengan hand bag berwarna yang sama.
"Siapa dia"
"Bukan siapa-siapa. Cuma aku malas banget lihat wajahnya. Seperti mak lampir. Hahahahha"
Aku menangkap hal lain dari tawanya kali ini. Dan ini untuk pertama kalinya Aika berbohong kepadaku. Aku mencoba menghiraukan pendengaranku yang aneh ini.
"Aku tidak suka dia karena dialah aku sempat berpisah dengan calon suamiku. Dialah pemicu diundurnya acara pernikahanku. Wanita yang mengaku baik dan akan membantuku untuk tetap awet dengan calon suamiku. Akan tetapi, dialah merusak cerita indah yang kami buat" ( isi pikiran Aika )
"Yuk masuk, bentar lagi filmnya dimulai" ajakku membawa sebotol minuman ringan.
Sepanjang menonton, tak seperti biasanya Aika yang begitu bersemangat setiap kali menonton film bersemangat, tapi kali ini berbeda. Seperti ada yang mengusik pikirannya sehingga terbang entah kemana saja.
"Ada yang aneh" tanyaku seusai menonton film.
"Aneh apanya?"
"Biasanya kamu itu semangat baget kalu nonton film action. Biasanya pas adegan berkelahi, kami itu paling ribut. Ini kok diam aja"
"Gak apa-apa kok" bohong Aika. Aku tahu maksud Aika berbohong. Berarti dia tidak ingin masalahnya diganggu.
"Kamu bohong. Dan ini untuk pertama kalinya seumur hidup kamu berbohong"
Aika terheran dengan pernyataanku. Aika memandang wajahku dalam-dalam.
"Apa yang bisa kamu lihat, Vru. Mengapa kamu begitu tahu aku berbohong atau tidak"
"Aku..aku kan sahabatmu sejak kecil. Makanya aku tahu" sambil menunjukkan gigi-gigiku.
"Aku kekamar mandi dulu" Aika pergi ke toilet. Aku mencoba mendekati wanita yang dimaksud Aika tadi. Lalu melemparkan senyuman padanya. Wanita itu menyambutku dengan sebuah senyuman juga.
"Maaf, mbak. Boleh saya duduk disini"
"Silahkan"
Tak lama, aku melihat Aika sedang menuju kearahku. Agak terhenti sejenak. Dengan wajah tidak senangnya karena aku sedang berada di sebelah wanita yang dia benci. Aku memberikan kode dengan mata, agar dia segera ketempatku. Dia berjalan pelan, dan menuju kearahku. Wanita disebelahku terperanjat kaget melihat Aika menuju arahnya. Wanita itu hendak berdiri, lalu aku tahan. Wanita itu melihat kearahku heran. Wajah tidak senangnya kepadaku muncul.
"Kalian berdua mau apa?" Dengan nada tinggi wanita itu membuat mata-mata pengunjung bioskop melihat kami.
"Kami tidak mau apa-apa. Hanya ingin penjelasanmu saja" kataku.
"Penjelasan apa?"
"Apakah kamu benar-benar ingin membantu sahabatku untuk tetap bersatu dengan calon suaminya?"
Wanita itu mengerutkan dahinya. Merasa aneh saja.
"Jujur, aku benar-benar ingin membantu mereka. Tapi, dia sudah menuduhku merebut Igi. Padahal tidak seperti itu"
"Kau berbohong"
"Tidak aku berkata sebenarnya"
"Sialan. Siapa wanita ini. Tahu darimana dia aku sedang berbohong atau tidaknya. Tak perlu kau urusin masalahku dengan Igi. Temanmulah yang merebut Igi dariku. Aku sudah menyukai Igi sejak sekolah dahulu. Aku dan Igi selalu bersama. Tetapi ketika temanmu ini, Igi mulai menjauhiku. Aku kesepian. Aku membenci temanmu ini. Selamanya" ( isi pikiran wanita itu )
"Sebaiknya kamu berkarta sebenarnya sejak awal kepada sahabatku ini. Mungkin dia akan mengerti"
"Maksudnya apa?"
"Sebaiknya kamu mengatakan kalau kamu itu sayang dengan Igi sudah sejak lama. Kamu cemburu ketika Igi bersama Aika. Mengapa kamu harus melakukan hal selicik itu. Mencoba membantu mereka bersatu. Padahal dibalik itu semua kamu menginginkan Igi kembali kesisimu"
Wanita itu terdiam , mematung. Bahkan Aika juga memandang aku aneh.
"Kita pulang, Aika. Bisa aku ketemu kapan-kapan?"
Aika masih mengangguk heran menatap lamat-lamat kearah wajahku. Kami meinggalkan wanita itu yang masih mematung.
"Bagaimana kamu tahu, Vru. Kalau dia menyukai Igi"
"Hehehehe..." aku hanya tertawa.
Seharian bersama Aika membuat beban tugasku sedikiy berkurang, bukan berarti tugasku benar-benar sudah terselesaikan. Besok pagi aku harus menghadapi seorang bos yang sangat luar biasa menakjubkan. Aku suka dia. Dia adalah laki-laki yang pandai berakting. Gayanya ketika marah membuat bawahannya menunduk lesu. Sikap arogannya membuat bawahannya mencibir dibelakangnya. Kedisiplinannya membuatnya dijadikan bahan olok-olokan oleh bawahannya. Itulah dunia dimana tempat aku bekerja. Seorang atasan yang pintar sekali berakting.
"Vru, apa kamu sudah menyelesaikan tugasmu?"
"Sudah pak"
"Masuk keruang rapat sekarang" perintahnya dengan nada lembut sekali. Ada apa pagi ini, mengapa bosku begitu lembut. Aku tidak bisa membaca pikirannya. Kosong. Dan aku merasa aneh.
Atasanku itu memulai rapat dengab sebuah senyuman. Dan aku melihat wajah heran keseluruh arah penjuru ruangan. Benar saja.
"Ada apa dengan si tengik ini. Mengapa sepagi ini dia sudah senyum-senyum " ( isi pikiran Carla ) sekretarisnya.
"Hm...kurasa dia menang lotre tadi malam" ( isi pikiran Mago ) staff terpintar
"Sudahlah, bos. Senyummu itu tidak bisa mengubah wajahmu yang seram itu" ( isi pikiran Noel ) staff keuangan.
Aku hanya bisa tersenyum dalam hati saja mendengar ocehan-ocehan dalam pikiran rekan-rekan kerjaku.
Wido, itulah nama atasanku. Sejenak berpikir memiliki nama aneh seperti itu, memang pantas dengan karakternya yang pintar akting. Wido membicarakan masalah kinerja kami ketika bekerja. Wido banyak sekali menyundir rekan-rekan kerjaku. Termasuk aku.
"Kamu juga, Vru. Seharunya kamu lebih bertanggung jawab atas tugasmu. Mengapa aku mendengar keluhan dari pihak pusat karena kamu lama mengirim hasil laporan mingguan kita"
Aku tertunduk, dan menegakkan kepalaku menatap tajam kearah mata bosku itu dan mulai membaca pikirannya.
"Vru, maafkan aku sudah memarahimu dirapat ini. Kamu adalah karyawan terbaikku. Maafkan aku" ( isi pikiran widow )
Aku tersenyum kecil. Tidak seperti karyawan lainnya yang mengomel dalam pikiran ketika dimarahi Wido dan memasang wajah tak senang terhadap bos kami itu. Sedangkan aku memberikan senyuman manisku pada Wido.
"Terima kasih, Bos" ucapku dalam hati.
Seusai rapat, dengab wajah lesu karena habis-habisan dimarahi Wido. Para bawahannya seperti tidak bersemangat untuk bekerja.
"Maafkan aku karyawanku, ini aku lakukan agar kalian tidak terlalu terlena dengan pujian. Biarlah kalian membenciku, tapi kinerja kerja kalian itu bagus. Akan ada penghargaan khusus buat kalian jika kalian bekerja dengan baik diakhir tahun ini " ( isi pikiran Wido sebelum aku keluar dari ruangan rapat)
Lihat betapa baikknya bos kami ini. Memberikan penghargaan diakhir tahun nanti. Dan aki berharap aku salah satu yang menjadi karyawan terbaik itu.
Dikantin kantor, percakapan dipenuhi hasil rapat tadi pagi. Banyak yang tidak terima atas ucapan Wido, jika mereka hanya santai-santai saat bekerja. Ada yang sangat kesal sekali ketika dia disindir yang kerjanya hanya menggosip dari meja kerja yang satu kemeja kerja lainnya. Tapi, apa yang dikatakan Wido benar. Ketika Wido tidak diruangannya, mereka yang terkena sindir membuat tabiat baru mereka. Bersantai-santai disaar bekerja. Bercerita hal yang tidak penting. Lebih banyak menghabiskan waktu di dapur kantor daripada dimeja kerja. Dan mereka adalah aktor dan aktris terbaik yang pernah aku temui. Lain halnya ketika Wido diruangannya. Jangankan berjalan kemeja lain, bangkit dari duduk saja tidak ada yang berani. Jadi, aku simpulkan, bahwa ditempat bekerja itu adalah panggung sandiwara terbaik.
Sepulang bekerja aku berjanji dengan Qhi. Dia adalah seseorang yang dekat denganku. Kami tidak ada hubungan kecuali sahabat. Aku suka bercerita banyak dengannya. Aku merasa lebih baik ketika aku berbicara dan menghabiskan.waktu dengan Qhi. Dia seorang koki. Dia bercita-cita ingin mempunyai sebuah restaurant sendiri. Aku suka semangatnya, tidak pernah berputus asa dan selalu tertawa renyah.
"Maaf aku telat" kataku sambil menangkupkan kedua telapak tanganku.
"Hehehe...tidak apa-apa" Qhi tersenyum padaku.
"Ada masalah apa dikantor, sampai kamu telat"
"Tidak ada masalah apa-apa. Hanya saja bosku tidak senang dengan hasil kerja kami"
"Itu bos parah bener yak, selalu buat sulit karyawannya. Marah-marah. Aku merasa dia tidak pantas jadi seorang atasan"
"Tidak seperti itu. Dia baik, cuma dia tidak tahu untuk mengungkapkannya"
"Hahahahaha..ngaco kamu"
Kami mengobrol banyak malam ini. Mulai dari masalah pekerjaanku yang menumpuk. Dan masalah bosku yang suka marah-marah. Hobi kami yang sama-sama suka catur. Dan sampai menceritakan masalah diantara kami.
"Vru, sepertinya aku harus mengatakan ini padamu"
"Apa itu?"
"Aku...cuma ingin bilang, aku menyukaimu"
Seperti biasa aku menunduk lalu menatap tajam wajah Qhi hanya untuk mengetahui apakah dia berkata jujur atau bohong.
"Ayolah, Vru. Beri tanggapanmu. Aku harap kamu merasakn hal yang sama" ( isi pikiran Qhi )
"Hm..." aku membuat senyuman di wajahku.
"Kenapa tersenyum?"
Aku tidak berani mengatakannya. Karena memang aku tidak bisa untuk mengungkapnya. Ini bagiku bukan pertama kalinya bagiku untuk mengetahui seseorang yang mengatakan hal yang sama ini adalah jujur atau tidak. Pada mulanya, mereka yang pernah mengatakan hal yang sama padaku juga begitu. Namun, pada akhirnya aku tahu jika mereka hanya memanfaatkanku. Aku tidak suka seperti itu. Diatas tulusnya perasaan yang aku berikan, mereka balas dengan memanfaatkanku saja.
"Tidak apa-apa. Terima kasih sudah sayang padaku"
"Jadi?"
"Jadi apanya?" Aku pura-pura tidak mengetahui maksud dari kata "jadi". Qhi bermaksud agar aku dan dia mempunyai hubungan tertentu. Akan tetapi aku tidak akan menjawabnya.
"Akh..sudahlah...hahahahhaa"
Sepekan berlalu, Aika dan Igi akhirnya bisa aku temui mereka. Aku mengajak Qhi dan memperkenalkannya kepada Aika dan Igi. Aku bersyukur Qhi membuat pertemuan kami itu menjadi hangat. Lawakan-lawakan Qhi yang membuat suasana menjadi begitu mengalir saja. Dan tak terasa hari sudah hampir sore. Kami kelaparan, dan mencari tempat makan favoriteku dengan Aika.
Dan malam itu, aku mencoba menyelesaikan masalah Aika. Apakah benar Igi tulus menyayangi Aika?.
"Igi, seminggu yang lalu aku dan Aika bertemu dengan seorang wanita. Dia mengaku sahabatmu"
"Oh...Tiya" Igi langsung mengetahui siapa sahabatnya itu.
"Iya, aku melihat Aika tidak suka terhadapnya"
"Aika, bukankah aku sudah bilang. Aku dan dia hanya sahabat. Perasaanku tidak melebihi apa yang kamu perkirakan" Igi memandang wajah Aika dengan penuh keyakinan.
Aku menundukkan kepalaku dan mencoba membaca pikiran Igi.
"Dasar wanita manja. Mengapa hobinya hanya membuat aku terlibat dalam masalah. Kalau bukan karena Mama yang menginginkanmu mana mungkin aku mau bersamamu. Jelas kamu berbeda dengan Tiya. Bagaikan langit dan bumi" ( isi pikiran Igi )
Benar saja dugaanku. Aku mencoba menenangkan hatiku. Dengan raut wajah berubah, sepertinya Qhi sudah mengetahui keadaanku. Qhi spontan menggenggam tanganku, mencoba menahan tanganku yang sudah mengepal ingin meninju pipinya sampai copot giginya. Aku melihat kearah Qhi, dia menggelengkan kepalanya. Emosiku menurun.
"Sebaiknya kamu pikirkan dua kali, Aika. Aku bukannya tidak merestuimu. Cuma aku tak ingun sahabatku terluka lebih dalam. Maafkan aku Aika baru bisa berkata sekarang. Sejak dulu, aku juga tidak suka pria ini. Dia mirip sekali dengan Chucks. Kamu tahu, Chucks yang memanfaatkanku untuk kepentingan perusahaannya saja. Dia tidak lebih dari itu. Maafkan aku Aika"
"Vru, dia berbeda dengan Chucks. Dia tidak seperti itu. Aku tahu benar Igi. Dia sudah berkata jujur. Aku tidak ingin kehilangannya"
"Hei, Vru. Jika pertemuan ini hanya membuat kesal Aika, sebaiknya kami berdua pamit diri"
"Tapi...bukan itu maksudku. Aku hanya tidak ingin sahabatku terluka"
"Ini sudah membuatku terluka, Vru. Ketidak restuanmu membuat aku terluka"Aika menangis.
"Maafkan aku" aku tertunduk dan mencoba membaca pikiran Aika. Benar saja, dia merasa tersakiti oleh pernyataanku tadi. Aku tidak bisa menjelaskan tentang kelebihanku ini padanya. Ini rahasiaku dengan seseorang yang wajanya bercahaya itu. Aika masih menangis karena terluka oleh ucapanku. Igi langsung bangkit dengan wajah yang marah. Dan memandang sinis kearahku.
"Kami pamit!!" Nada yang penuh penekanan. Igi marah sekali. Tapi, aku bahkan lebih marah dari itu. Aku mengejar mereka sampai kepintu keluar dan menghentikan langkah mereka.
"Aika, dengarkan aku dulu. Aku benar-benar sayang padamu. Aku tidak bisa melihat kamu menangis pada akhirnya. Dan buatmu, aku berharap kamu itu membanding-bandingkan Aika dengan wanita itu. Aika lebih baik daripada wanita itu. Setidaknya Aika adalah wanita terjujur yang pernah aku jumpai selama hidupku. Dengarkan aku, jika kamu membuatnya menangis, aku tidak akan tinggal diam"
"Aku tidak akan pernah takut akan ancamanmu. Sebaiknya kau urus saja urursanmu wanita aneh!!!"
Malam itu, menjadi malam tak terdugaku akan membuat hati Aika terluka. Membuat dia menangis karena ucapankau. Aku menyesal. Tapi, aku akan lebih menyesala jika tidak aku peringatkan Aika tentang busuknya pria itu yang hanya memanfaatkan Aika hanya untuk kepentingan keluarganya.
Aku memilih naik taxi daripada Qhi mengantarku pulang. Qhi tahu, bahwa aku ingin sendiri dan dia membiarkanku. Percuma juga Dia harus ada disebelahku saat ini, aku hanya mengabaikannya saja. Sepanjang jalan aku hanya merenung, memikirkan kejadian ini malam. Mengenang masa-masa indah aku bersama Aika. Mengingat kembali hari ini yang awalnya begitu menyenangkan dan pada akhirnya membuatku merasa tidak enak.
Sesampai dirumah aku merendamkan diri di bak mandi. Air hangat membuat otot-otot menjadi lemas. Pikiranku merasa rileks setelah mencium aroma terapi dari sabun yang aku pakai ini malam.
"Semoga besok lebih baik"
Sudah 3 hari Aika tidak membalas semua pesan singkatku. Tidak mengangkat telepon dariku. Dan tidak menunjukkan wajahnya ketika aku mendatangi rumahnya. Aika menjauh dariku. Persaanku tak tenang, sahabat terbaikku menjauhiku. Sahabat yang aku cintai karena kejujurannya.
"Halo, ada apa tante?" Sebuah telepon dari mamanya Aika.
"Kamu dimana, Vru?"
"Saya masih dikantor tante. Ada apa, apa terjajdi sesuatu dengan Aika?"
"Sudah seharian ini dia tidak keluar kamar, Vru. Kamarnya dikunci, tidak ada makan dari tadi malam. Tante khawatir, Vru. Mungkin kamu yang bisa buat Aika keluar kamar dan makan"
"Tante, aku dan Aika sedang mengalami komunikasi yang buruk saat ini. Aku tidak yakin ini akan berhasil"
"Tapi setidaknya tolonglah tante, Vru"
"Baiklah tante. Setelah usai bekerja aku akan menemui Aika"
"Terima kasih, Vru"
Apa yang terjadi pada Aika. Aku mencoba mengirim pesan singkat padanya.
"Keluar dan makanlah. Mamamu baru saja memberitahuku kalau kami tidak mau keluar kamar dan makan. Ada masalah apa? Jika karena ucapanku kemaren lalu aku minta maaf Aika"
Tidak ada balasan dari Aika. Karena tidak juga aku nantikan balasan darinya. Tapi, aku salah. Aika membalas pesan singkatku pada hari keempat ini. Cepat aku membuka kotak masuk. Dan membaca pesan singkat itu.
"Datanglah kerumah hari ini"
Aku bersemangat menyelesaikan tugas-tugasku pada hari ini. Karena aku tidak ingin lembur. Aku harus cepat mengerjakannya. Bahkan jam istirahat aku habiskan untuk mengerjakan laporanku. Makan siang seadanya. Tepat pukul 4 sore, aku menyelesaikan laporanku. Dan segera membereskan meja kerjaku.
Rumah Aika, tampak seperti satu hari yang lalu. Tidak ramai, hanya ada Mamanya dan Aika. Serta beberapa asisten rumah tangga. Mama Aika adalah seorang pengusaha kue. Toko kuenya sangat sukses dibeberapa daerah, dan kemungkinan tahun depan akan buka di luar kota. Dan salah satu partner kerja mamanya Aika adalah mamanya Igi. Karena itulah aku tahu betul jika Aika hanya dimanfaatkan oleh Igi.
"Aika, buka pintunya. Ini aku Vru"
Tak ada balasan, hanya pintu yang seperti membuka sendiri.
"Maafkan aku" Aku menunduk dan mencoba membaca pikiran Aika
"Seharusnya aku lebih percaya apa yang kamu katakan, Vru. Seharusnya aku mendengarkan semua ucapanmu. Seharusnya..."
"Sudahlah, tak perlu menyesal. Setidaknya aku sudah memberitahumu. Jika aku tidak memberi tahumu mungkin akan lebih banyak penyesalan yang terjadi" aku memeluknya erat. Dengan wajah yang kusam Aika menangis dan membenamkan wajahnya dipelukanku. Aku tahu apa yang Aika rasakan. Aku tahu Aika sudah mengetahui apa yang Igi lakukan pada dirinya. Aku tahu Aika kecewa berat. Karena pesta pernikahannya harus dibatalakan.
"Apakah mama sudah tahu, Aika?"
"Belum. Aku tidak berani mengatakan kepadanya. Aku takut sekali"
"Sebaiknya kamu katakan saja. Daripada mama tahu dari orang lain"
"Aku tidak bisa"
"Ayolah, perlu aku temani?"
Aika hanya mengangguk pelan. Aika tidak memberitahuku apa yang membuat dia mengetahui tingkah Igi. Karena aku sudah tahu terlebih dahulu ketika aku membaca pikiran Aika.
"Vru, aku melihat Igi bersama wanita itu semalam disebuah restaurant italia. Restaurant paling romantis diujung jalan blok C itu. Padahal ketika aku mengajak Igi kerestaurant itu, dia selalu menolak. Akan tetapi ketika wanita itu mengajaknya mengapa dia langsung menyetujuinya. Aku merasa ada yang aneh dengan makan malam itu. Aku mendatangi mereka yang sedang makan. Aku marah. Wanita itu menampar wajahku. Igi tak banyak bicara, dia hanya mematung. Dan dia tidak mencegahku ketika aku keluar restaurant itu. Dia tidak peduli denganku lagi" ( isi pikiran Aika ).
"Aika, mama bersyukur jika pikiranmu telah terbuka"
"Maksud mama?"
"Sebenarnya mama tidak setuju jika kamu bersama Igi. Mama tahu pasti dia mendekatimu karena Mamanya ingin bekerja sama dengan toko kue mama"
"Mengapa mama tidak larang"
"Mama tidak bisa melarangmu, jika tidak ada bukti"
"Mama!!!!" Aika menangis sejadi-jadinya.
"Mama akan perkenalkan kamu dengan seorang pria. Dia anak dari teman mama ketika waktu SMA dulu. Anaknya baik. Pasti kamu suka"
Akhirnya masalah Aika sudah selesai. Hubunganku dengan Aika sudah menjadi baik sekarang. Aikapun sudah bisa kembali mengembangkan senyuman manisnya.
Hari-hariku berlalu seperti biasa. Aku dan Aika kembali seperti sedia kala. Dan akhir-akhir ini kami sering bertemu. Masalah dikantor juga seperti biasa, menjelang akhir tahun Wido sibuk mengoreksi hasil kerja kami, bahkan semakin ketat. Dan isu tentang penghargaan itu tidaklah isapan jempol. Tak tanggung-tanggung hadiahnya liburan keliling eropa bersama pasangan. Bicara soal pasangan, aku merasakan aneh dengan Qhi. Akhir-akhir ini dia selalu sibuk. Jarang memberi tahuku kemana dia pergi atau hanya sekedar tanya sedang apa aku. Aku mencoba menghubunginya dia membalas pesannya setelah malam tiba. Ketika aku ajak bertemu, dia juga susah sekali mengiyakan. Qhi sedikit berubah atau hanya feelingku saja.
Malam ini tepat dengan hari ibu. Aku ingin memberikan kado terbaikku untuk ibu dan nenekku. Karena mereka berdualah yang mengasuhku dari kecil hingga sedewasa ini. Aku menelusuri jalan yang dipenuhi toko-toko hadiah untuk ibu. Sebuah toko yang membuatku terhenti sejenak. Toko baju rajutan. Nenek dan ibu sangat suka merajut, aku masuk kedalamnya dan membelikan mereka baju rajutan sebagai sweater. Setelah ini, aku akan mencari kue untuk mereka. Di jalanan ini aku tahu toko kue terenak sedunia. Toko kue milik Aika. Ini merupakan cabang dari toko milik Aika yang dikelola oleh seorang sahabat mamanya Aika sejak sekolah dulu. Aku memasuki toko kue itu. Namun, langkahku terhenti sejenak. Aku melihat dua orang yang sangat aku kenali sedang berbincang-bincang asyik. Mereka saling menggenggam tangan. Seperti sepasang kekasih. Lalu sang wanita menyuapkan sesendok kue tart yang ada di dhadapan mereka. Sang laki-lakipun membuat senyuman yang menunjukkan bahwa kue itu lezat sekali. Sangat romantis. Dan aku merindukan senyuman itu. Senyuman dari laki-laki yang sedang berhadapan dengan sahabatku sendiri. Mereka tidak terlihat canggung. Aku berdiri lama didepan pintu masuk. Kakiku terasa beku untuk melangkah. Sampai pada akhirnya seorang karyawan toko kue itu menyadari bahwa aku sangat mengganggu pengunjung yang hendak masuk. Dan keempat mataku memandang kearahku dengan terkejut. Airmata yang kutahan agar aku bisa membaca pikiran mereka berdua.
"Vru...dengarkan aku. Ini semua harus aku jelaskan terlebih dahulu" Aika berlari kearahku memeluk tubuhku yang kaku.
Aku hanya diam. Membaca pikiran Aika.
"Vru, aku tidak bermaksud menghiantimu. Tolong maafkan aku"
Aku tidak bisa membaca pikiran Aika. Apa yang terjadi padaku. Apakah hanya gara-gara rasa sakit yang aku rasakan ini. Begitu juga ketika aku menatap kearah Qhi. Aku juga tidak bisa membaca pikirannya. Daya kosentrasiku hilang. Aku hanya bisa diam. Padahal aku ingin berteriak sekeras-kerasnya. Aku dikhianati sahabatku sendiri dan orang yang mengaku sayang padaku.
"Vru, kamu ingat yang mamaku katakan. Bahwa dia akan mengenalkanku pada anak temannya. Dialah Qhi. Aku dikenalkan Qhi sebulan yang lalu. Aku ingin menolak, tapi Mama tetap keras kepala. Akhirnya aku menerima kemauan mama. Aku tak ingin kehilangan Mama, Vru. Bisakah kamu mengertikan , Vru. Begitu juga Qhi. Dia di paksa untuk menemui aku"
Aku hanya diam. Tubuhku terasa lemas. Seperti ada yang menggerakkanku untuk segera melepaskan pelukan Aika. Aku melihat samar-samar Qhi tak banyak bicara atau sekedar mendekatiku. Qhi masih berdiri ditempat yang sama sampai akhir cerita yang Aika lontarkan padaku. Kakiku seperti bergerak sendiri menuju pintu keluar. Langkahki gontai tak berdaya. Semangatku terbang. Ada rasa yang hilang disini. Dibagian yang tak kasat mata. Bagian yang sangat sensitif. Airmataku mengalir deras. Bukan hanya karena pengkhiatan ini. Akan tetapi karena aku merasa kehilangan dua orang yang sangat aku percaya selama ini. Dapatkah aku menemukan orang-orang seperti mereka nantinya.
"Hei...hati-hati kalau menyebrang. Seharusnya kamu melihat lampu lalu lintasnya. Itu masih hijau"
Aku mendongakkan kepalaku. Seorang pria berparas tampan, berjanggut tipis dan berambut panjang yang sedang diikat menahan langkahku yang hendak menyebrang.
"Maaf!"
"Sebaiknya kamu duduk dulu disitu" dia menuntunku kebangku halte bus.
"Terima kasih"
"Kosong. Kamu benar-benar kosong. Biarkan masalah itu mengalir adanya. Aku tahu itu sangat menyakitkan bagimu. Tapi itulah takdir dari langit. Untuk saat ini biarlah langit yang berbicara"
Aku terdiam. Menatap wajah laki-laki itu dengan dalam bahwa aku bisa membaca pikirannya. Benar, kelebihanku ini kembali aku mampu membaca pikirannya. Ternyata apa yang dipikiran dengan apa yang diucapkannya sesuai.
"Apa kamu bisa membaca pikiran orang lain?" Tanyaku
"Akhirnya aku menemukan orang yang sama denganku. Kamu tahu, ini sangat menakutkan sekali. Hidup diantara orang-orang palsu. Diantara orang-orang yang hanya berpura-pura. Ada yang pada awalnya begitu menyenangkan namun pada akhirnya membuat luka"
"Iya" aku memandang kelangit hitam yang berbintang.
"Sejak kapan kamu bisa membaca pikiran orang lain?"
"Sejak usia 7 tahun. Dan sekarang usiaku 27 tahun. Jadi selama 20 tahun aku harus menahan amarah, dan selalu sabar untuk tidak emosi ketika aku mengetahui mereka sedang berbohong"
"Hahahaha....20 tahun. Waktu yang cukup lama. Aku baru mendapatkannya sekitar 10 tahun yang lalu. Ketika aku sedang keadaan koma karena kecelakaan pesawat terbang. Aku tak sadarkan diri selama sebulan"
"Wow...aku hanya seminggu. Itu bagiku sudah begitu lama. Apakah kamu bertemu dengan seseorang yang wajahnya bercahaya?"
"Iya...dialah yang membuat aku seperti ini. Hanya karena aku memilih pintu berwarna putih"
"Benar....benar sekali. Berarti kita mengalami hal yang sama. Hahahahaha" aku tertawa.
Dia tidak mungkin bisa berbohong padaku dan aku juga tidak mungkin bisa berbohong padanya. Mungkinkah langit menginginkan seperti ini. Aku dan yang aku lupa menanyakan namanya itu tertawa lepas dimalam yang pekat dan berbintang itu. Hal yang buatku sesal kami tidak berjanji untuk bertemu secara kata-kata. Namun dipikiran kami.
"Semoga kita bisa bertemu lagi" ( isi pikiranku dan isi pikirannya ).
Bukankah ini mengasikkan sekali. Tak perlu banyak bicara. Sudah tahu isi dari pikiran masing-masing.
Akhir tahun. Wido mengumumkan bahwa karyawan terbaik tahun ini diraih oleh Carla sang sekretaris. Aku tahu Carla memang membenci Wido, akan tetapi Carla memang sangat giat bekerja. Semua pekerjaan kantor dia selesaikan sebelum waktunya. Itu yang membuat Wido senang. Dan karyawan kedua yang mendapatkan liburan keliling Eropa adalah Aku.
"Bos, aku tidak punya pasangan untuk ke Eropa"
"Vru, usiamu sudah 27 tahun. Setidaknya kamu mencari pasangan. Apa kamu mau jadi perawan tua" Teriak Donal
Seisi kantor tertawa terbahak-bahak. Dan ini untuk pertama kalinya aku membaca pikiran mereka sesuai dengan apa yang mereka ucapkan.
"Bagaimana jika tiket yang satunya aku jual saja ya, bos"
"Hahahaha...itu terserah kau saja, Vru. Bisa saja kau ajak ibumu kan"
Wido memberikan saran terbaik. Aku bisa saja membawa ibu keliling Eropa diakhir tahun dan menghabiskan tahun baru di Eropa pasti ibu senang.
"Terima kasih, bos"
Keliling Eropa. Aku membawa ibuku. Wido bersama istri dan kedua anaknya. Carla bersama kekasihnya. Kami mendarat di Inggris. Perjalanan pertama kami. Gedung-gedung tua menghiasi jalanan di London. Jembatan yang dulu hanya bisa aku lihat dikalenderku kini aku melihatnya. Indah sekali. Kota peradaban tertua. Kami menginap ke salah satu rekan kerja perusahaan kami yang memang memiliki hotel yang sangat bagus. Disana kami bertemu dengan orang-orang terpilih yang juga mendapatkan hadiah keliling eropa selama 2 minggu.
"Indah sekali, Vru. Danaunya indah sekali" kata ibuku melihat sebuah danau dengan beberapa angsa yang sedang melayang diatas air.
"Iya bu"
"Kamu anak yang baik yang pernah ibu miliki. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik untukmu, sayang" ibu mengecup dahiku.
"Terima kasih bu" aku memeluknya dengan erat.
Ibuku pintar sekali berbohong. Sebenarnya aku tidak suka dengan kebohongan-kebohonhan yang dibuatnya agar hanya ingin aku terlihat senang. Aku tahu setiap kali dia berbohong dia selalu meminta maaf kepadaku didalam pikirannya.
Saatnya makan siang. Begitu banyak hidangan yang tertata rapi diatas meja bundar yang kami kelilingi. Makanan ala eropa. Sudah pasti ada salad disitu. Dan beberapa makanan berat lainnya. Seorang laki-laki berseragam koki mendekati meja kami. Aku tidak asing dengan wajah itu. Qhi, dialah Qhi. Orang yang ingin aku lupakan dan tak ingin aku lihat.
"Selamat makan, Vru" senyumnya kepadaku. Aku hanya membalasnya dengan senyuman yang biasa saja.
Makanan-makanan ini begitu menggoda. Sangat disayangkan jika tidak dihabiskan. Aku melihat ibi sangat senang sekali. Aku pamit kepada ibu ingin ke toilet. Dan aku berpapasan dengan Qhi.
"Apa kabar, Vru?"
"Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"
"Aku juga baik-baik saja"
"Bagaimana Aika?apa kalian sudah menikah?"
"Iya kami sudah menikah"
Sebenarnya aku tidak ingin bertanya seperti itu. Karena rasa sakit itu akan muncul dengan sendirinya.
"Apa kamu sudah mempunyai kekasih?"
"Sampai saat ini aku masih sendiri"
"Maafkan aku, Vru. Kamu gadis baik. Akan ada orang yang baik bisa bersamamu"
"Kamu juga orang baik. Akan tetapi kamu berkhianat dan akhirnya kamu juga dapat dengan orang yang berkhianat juga"
"Maafkan aku. Hehehe" Qhi tertawa kecil.
"Aku tahu, Qhi. Hanya ada dua kemungkinan menjadi orang baik. Kalau tidak dibodoh-bodohi, ya di bohongin"
"Tidak begitu,Vru. Sekali lagi aku minta maaf"
Dan maaf itu adalah kata yang tulus Qhi ucapkan padaku. Aku tahu isi pikirannya. Maka dari itu aku memaafkannya.
"Titip salam untuk Aika. Aku sudah memaafkannya. Aku pamit dulu"
"Iya, terima kasih. Vru!!"
Percakapan singkat itu, membuktikan bahwa hubunganku dengan Qhi sudah membaik. Walaupun bentuknya sama tapi rasanya berbeda kali ini.
Kami melanjutkan perjalanan ke negara-negara eropa lainnya. Melewati pegunungan. Desa-desa pertanian. Ladang jagung yang luar biasa menakjubkan. Bahkan sungai-sungai jernih lainnya. Menghirup udara segar pedasaan dikaki gunung alpen. Udara yang jarang sekali aku rasakan di kotaku.
Melewati ini semua, seperti aku sedang berada dalam metamorfosis diri. Aku mengenang kembali selama setahun ini. Begitu banyak kejadian yang terjadi. Didalam.kereta api ini aku melihat sebuah perternakan sapi yang luar biasa luas. Sambil mencoba mengingat semuanya. Kejadian Aika yang gagal menikah dan sampai pada akhirnya dia menikah dengan orang yang mengaku sayang padaku. Kejadian aku tak sengaja melihat mereka berdua sedang ngobrol asik. Dan aku bertemu dengan seseorang yang sama denganku.
Dimanakah orang itu berada sekarang? Pikirku
"Aku disini?"
Sebuah suara hadir tiba-tiba disampingku. Dia adalah kekasih Carla.
"Apa yang kamu lakukan disini. Aku tidak ingin Carla salah paham tentang ini"
"Carla, dia adikku. Mengapa dia harus salah paham"
"Kami siapa?"
"Aku orang yang tak sengaja menyuruhmu duduk dibangku halte itu. Orang yang sama denganmu"
Aku mengerutkan dahiku. Mengingat kembali malam itu, bukankah rambutnya panjang.
"Ini wig. Kamu tahu Wido tidak menyukai pria berambut panjang. Carla merengek agar aku memakai wig"
"Hahahaha. Maaf aku tidak mengenalimu"
"Tidak apa-apa".
Kami mengobrol panjang sekali. Sampai-sampai aku melupakan ibuku yang tadi ketoilet tak kunjung kembali.
"Tenang, ibumu dengan Carla sekarang. Aku yang menyuruh Carla untuk menemani ibumu"
"Terima kasih"
Perjalanan panjang ini menjadi awal baru bagi diriku. Aku ingin ada perubahan dalam diriku.
"Vru, apakah kamu percaya dengan kalimat ini. Orang jujur akan mendapatkan yang jujur. Orang baik akan mendapatkan yang baik. Begitu juga sebaliknya"
"Hei...kamu curang. Kamu sudah mengetahui namaku. Siapa namamu?"
"Hehehehe... Bukankah Carla sudah menyebut namaku ketika sebelum berangkat ke Eropa"
"Aku lupa"
"Aku Flai"
"Terbang. Hehehe"
"Dan Vru itu apa?"
"Seharusnya itu Tru, karena nenekku tidak bisa mengucapkan kata Tru dengan benar. Maka yang terdengar menjadi Vru. Yang artinya Benar"
"Hahahaha...baiklah bisakah kamu jawab pertanyaanku tadi"
"Aku percaya, Flai tentang hal itu. Karena itu janji langit yang tak mungkin diingkari"
"Ya kamu benar"
Langit sudah mulai menunjukkan aksinya. Aku sangat suka hal ini. Sepertinya seseorang yang wajahnya bercahaya itu sedang melihat kami berdua.
"Apapun yang terjadi didunia ini adalah rencana langit yang indah"
"Iya"
Perjalanan keliling eropa yang menyenangkan. Bahkan aku mendapatkan double strike yang menyenangkan. Terima kasih Tuhan mempertemukanku dengan Aika, Qhi dan Flai. Dari Aika aku tahu bagaimana mempunyai sahabat. Dari Qhi aku tahu rasanya disayang. Dan dari Flai aku tahu bahwa aku tidak sendiri didunia ini. Aku sangat menyayangi kalian berdua.
Setahun berlalu...
"Flai, bisakah kamu mendiamkan si junior sayang" teriakku dari dapur.
"Maaf sayang, aku sedang sibuk maen game"
Apakah kalian tahu, Flai penggila game dan aku bisa menerima hal itu. Walaupun sedang sibuk. Lihatlah, si junior diberikan susu dan Flai melanjutkan gamenya.
"Flai, sebentar lagi mereka datang. Mandilah"
"Iya...iya aku tahu. Si junior melarangku untuk mandi. Bagaimana ini?"
"Cepat mandi, sayang!!"
"Ok"
Aika dan Qhi akan datang kerumah kecil kami ini. Mereka sudah mempunyai anak dua dan cantik-cantik.
Aku menikmati hidupku yang begitu indah. Yang pada awalnya aku tida menerima yang terjadi pada hidupku yang terlalu menyebalkan ini. Yang harus mengetahui isi semua pikiran orang lain. Sehingga membuat ruang gerakku.menjadi sempit.
"Hai...Aika" aku menempelkan pipiku ke pipinya.
"Kamu semakin cantik, Vru"
"Terima kasih basa basinya, Aika. Silahkan masuk"
Kehidupan baru, dengan orang-orang lama. Aku menikmatinya. Dan mulai mencoba menerima segala yang terjadi.

Rabu, 23 Desember 2015

Dia

Masih ada DIA dihatiku
Makanya aku tidak merasa SEPI
Masih ada DIA di ingatanku
Makanya aku tidak merasa SENDIRI
Masih ada DIA di sampingku
Makanya aku merasa KUAT
Masih ada DIA...
Ya masih ada DIA...
Aku tak perlu khawatir tentang takdirku
aku tak perlu cemas tentang nasibku
Selama DIA selalu ada didekatku
Selama DIA selalu ada untukku
Terkadang aku lupa KEPADANYA
Namun, DIA tetap setia
Mungkin DIA cemburu
Ketika aku lebih memilih ingat orang lain daripada DIRINYA...
Maaf terkadang aku penuh khilaf...
Maaf terkadang aku mengabaikan...
Maaf terkdang aku melupakan...
Namun, DIA tetap ada
Tetap membelai kepalaku lembut
Tetap menegurku...
Tetap baik...
Terima kasih KEPADANYA
Terima kasih sudah berada disisiku selama ini...

Jumat, 18 Desember 2015

Deburan Harapan

Lihat langit biru dipagi hari
Ada semangat yang hadir di dalam jiwa
Terbang bersama sayap mimpi-mimpi
Melangkah kita berpegangan tangan

Segeralah basahi wajah lesumu
Basuhlah dengan air suci harapanmu
Bergemalah pada setiap dinding halangan
Runtuhkan itu semua demi melihat matahari

Berlari dan terus berlari
Meraih semua impian
Jangan takut melangkah
Karena aku selalu ada di sampingmu

Terbanglah dan terus terbang
Meraih semua harapan
Jangan takut untuk memulai
Karena aku selalu di bawah sayapmu

Jangan pernah berkata "tidak bisa"
Karena itu hanya akan memupuskan asa
Bergeraklah menuju sinar itu
Raihlah semuanya demi masa depan

Berlari dan terus berlari
Meraih semua impian
Jangan takut melangkah
Karena aku selalu ada di sampingmu

Terbanglah dan terus terbang
Meraih semua harapan
Jangan takut untuk memulai
Karena aku selalu di bawah sayapmu

Tibalah disaat yang sulit
Tenang saja, aku selalu ada untukmu
Tibalah masalah tak terpecahkan
Tenang saja, aku selalu ada untukmu.....

Berlari dan terus berlari
Meraih semua impian
Jangan takut melangkah
Karena aku selalu ada di sampingmu

Terbanglah dan terus terbang
Meraih semua harapan
Jangan takut untuk memulai
Karena aku selalu di bawah sayapmu

By : Me

Minggu, 13 Desember 2015

Keraguan

Anggap saja kita sedang bermain bola kaki. Dihadapkan pada sebuah tendangan yang begitu dekat dengan gawang. Waktu yang sangat mepet. Dalam pikiran kita mampu menendang bola dengan mulus dan mendapatkan hasil gol yang cantik. Padahal dalam kenyataannya sangat berbeda. Kita di tempatkan pada situasi genting. Apakah kita menendang langsung bolanya? Apakah kita harus mengoper ke teman kita? Apakah kita tetap berdiam diri sampai peluit wasit berbunyi bertanda waktu telah usai?. Timbullah sebuah keraguan dalam diri kita. Karena kita telah terbiasa atas sebuah hasil. Dan itu haruslah Gol. Padahal, jika kita yakin saja. Hanya dua kemungkinan yang terjadi dan itu selalu. Gol dan tidak gol. Namun, ada kepuasan tersendiri atas hasil yang kita yakini itu. Bukankah keraguan itu hal yang seharusnya dijauhi. Karena keraguan itu dekat dengan setan. Maka, ketika kita dalam situasi seperti bermain bola kaki ini. Apa yang kita lakukan?
Tetaplah berkeyakinan untuk menendang bola sendiri. Tidak perlu mengoper kepada teman atau hanya berdiam diri sampai waktu berakhir. Karena kita sudah berpikir dalam keyakinan, apapun hasilnya hanya ada dua jawabannya. Jika jawabannya seperti apa yang kita pikirkan, maka kita telah berhasil. Jika jawabannya tidak seperti apa yang kita pikirkan mungkin itu sebuah pelajaran bagi kita yang bukan untuk disesali.

Maka dari itu, ketika sudah ada keyakinan dalam diri kita. Maka percayalah pada keyakinan itu. Tak perlu memikirkan hasilnya. Karena kita sudah tahu sendiri hasilnya itu seperti apa. Jika ragu menerpa diri kita, segeralah menjauh sejauh-jauhnya dari rasa itu. Dengan cara berpikir "aku tahu hasilnya" kalau  tidak "No" ya pasti "Yes".

Kamis, 03 Desember 2015

Little to Hurt

Aku mempunyai seorang teman sejak kecil. Kami bermain bersama, selalu pergi sekolah bareng dan mengerjakan PR juga selalu sama. Namanya adalah Keyzan, aku memanggilnya Key. Dia adalah seorang anak laki-laki yang sangat menyayangi ibunya. Sejak Key berusia 5 tahun, dia harus tinggal berdua dengan ibunya. Dan kali ini, ibunya tinggal sendiri. Karena Key harus bekerja di luar kota tempat kami tinggal, dan tidak memungkinkan Key harus berulang dari tempat kerjanya.
"Tolong bantu aku jagain mama, ya!"
"Kenapa harus aku"
"Karena cuma kamu yang aku bisa percaya, bisa kan?"
"Hu um" aku mengangguk pelan dengan perasaan yang tak tentu, ketika Key mengaakan dia mempercayakan ibunya padaku.
Saat ini pekerjaanku hanya sebagai tenaga bantu pengajar disebuah TK. Dia terlalu sibuk, dan pekrjaanku tidak memakan waktu lama. Setiap pagi, aku selalu membuat sarapan untuk mamanya Key. Seusai pulang bekerja aku juga menjenguk mamanya hanya sekedar mendengarkan mamanya bercerita tentang masa kecilnya Key.
Jelas aku tahu semua tentang cerita itu, karena aku termasuk ambil peran dalam kisahnya.
"Kalau Key sudah banyak uang dan rumah, kamu maukan menikah dengan Key?"
"Pertanyaannya kok gitu sih, bu?"
"Memangnya kamu tidak suka sama Key"
"Ya ampun bu, aku dan Key hanya sekedar sahabat dari kecil"
"Tapi, ibu suka kamu"
"Lah, kalau gitu angkat saja saya jadi anak ibu. Hehehehe"
"Kalau ibu angkat kamu jadi anak ibu, kamu tidak bisa menikah dengan Key donk"
"Hehehe"
Percakapan tentang keinginan mamanya Key bukan kali ini saja, setiap kali mamanya bercerita tentang masa asmaranya dengan suaminya. Maka tercetuslah pertanyaan itu dan itu lagi. Aku sudah menganggapnya lelucon saja tidak lebih dari serius.
Malam tiba, Key selalu menanyakan mamanya. Kami selalu bercerita tentang kegiatan apa saja yang kami lakukan setiap harinya.
"Bagaimana mama?"
"Mama kamu itu kok seneng banget sih nanya hal yang sama terus setiap harinya"
"Tanya apa?"
"Masa' katanya dia pengen aku sama kamu itu nikah. Kan gak mungkin kan, Key"
"Ikh...mama itu suka becanda gitu, jangan kamu anggap serius ya. Ya jelas gak mungkin lah"
Dan ketika kalimat itu mengalir dari bibirnya Key, mengapa dadaku terasa sesak. Kata tidak mungkin, bukan itu yang aku tunggu dari bibirnya. Bukan seperti itu, seharusnya dia berkata apa yang tidak mungkin, jika Tuhan memungkinkan itu semua apa yang bisa lakukankan. Aku terdiam sejenak, ketika Key masih mengoceh tentabg pekerjaannya yang membuatnya lelah hari ini.
"Hehehehe" aku hanya bisa tertawa renyah, namun ada yang aneh dengan tawaku ini.
"Kok malah ketawa sih, bukannya memberi motivasi"
"Hehehehe" sekali lagi aku hanya tertawa renyah, seperti ada yang sakit tapi aku tak bisa merasakan bagian mana yang sakit. Dan hanya mataku saja yang berbicara.
"Udah dulu, ya. Makasi sudah mau bantuin aku jaga mama. Kamu sahabatku yang terbaik"
"Iya"
Aku mematikan telepon genggamku, dengan mata yang sembab. Ternyata aku terlalu banyak berharap dengan kepercayaannya itu. Dengan semua perlakuan istimewanya terhadapku. Ini tidak seperti perkiraanku. Tidak seperti apa yang aku pikirkan selama ini. Akankah ini berakhir disebuah kata terima kasih saja karena aku sudah menjaga ibunya.
Aku melamun dimalam berbintang sambil menatap langit dan memohon, apakah selama ini aku yang terlalu menganggap semua perkataannya serius dan berpikir dia memiliki perasaan yang sama.
Teringat ketika sekolah dulu.
"Eh, ntar pulang sekolah makan baso yuk" ajakku
"Hm...okelah apa sih yang gak buat putriku yang cakep ini"
"Idih...gombal kamu"
"Beneran juga kok, kamu itu cakep"
"Kalau aku cakep mungkin aku udah punya cowo"
"Loh, kamu anggap apa aku ini, aku ini kan cowok kamu"
Saat itu aku hanya tersipu malu, tak mampu menatap wajah Key. Karena wajahku merona begitu saja. Jelas aku malu sekali. Karena memang saat itu juga Key tidak pernah bercerita tentang gadis seperti apa yang diinginkannya. Yang aku tahu hanya akulah anak perempuan yang dekat dengannya.
Bukankaj itu cukup bukti jika memang Key mempunyai persaan berbeda terhadapku. Perhatiannya, perlakuannya, selalu ada kapan saja untukku. Tidak pernah berkata "tidak" kepadaku, selalu menyemangatiku ketika aku terjatuh dalam keterpurukan masalah. Memberikan senyuman terbaiknya untukku. Bukankah itu sudah cukup bukti, bahwa Key memang menaruh rasa lebih terhadapku. Tapi, mengapa malam ini dia berkata seperti itu, seolah-olah tidak menginginkanku lahi. Seperti ada wanita lain yang sedang didekatinya.
Sore ini, aku agak terlambat datang kerumah mamanya Key. Karena aku harus membantu teman kerjaku menyelesaikan tugasnya.
"Maaf, bu. Aku telat kerumah. Hehehehe"
"Iya tidak apa-apa. Tadi Key baru saja menelpon. Katanya hari jum'at ini dia pulang. Katanya mau ada kejutan untuk ibu"
"Dua hari lagi donk" jantungku berdetak kencang. Rasa senang bukan kepalang, mendengar berita kepulangan Key. Tapi, mengapa tadi malam Key tidak membicarakan kepulangannya. Karena ini kali pertamanya Key pulang sejak dia bekerja 5 bulan yang lalu. Bagaimana wajahnya sekarang. Aku hanya melihatnya dari video call yang sering kami lakukan setiap malam.
"Iya. Ibu sudah gak sabar kejutan apa yang di bawanya. Katanya buat ibu seneng"
"Hahahhahaha....semoga kejutannya membuat ibu senang ya"
Hatiku mulai bertanya, kejutan apakah itu. Nanti malam aku akan bertanya kepadanya kejutan untuk mamanya itu.
Seusai menatap bintang aku duduk memandang telepon genggamku yang tak berbunyi. Biasanya jam segini, Key sudah menghubingku. Sembari menatap langit yang hitam pekat tanpa bulan namun berbintang. Dalam hati terus bertanya kejutan apa. Benar saja, telepon genggamku berbunyi. Aku melihat kelayar telepon genggamku. Disitu tertulis Key. Dengan sebuah senyuman aku mengangkat teleponnya.
"Hallo!"
"Iya, hallo. Hm....mau pulang gak beritahu aku ya"
"Loh, pasti mama yang kasi tau ya"
"Katanya mau kasih kejutan. Emangnya kejutan apa sih"
"Ya rahasia donk. Ntar gak jadi kejutan"
"Kok gitu sih. Kasi tau donk"
"Ini kejutan buat kamu juga. Pasti kamu bakalan seneng deh"
Kejutan yang membuatku senang. Bahkan sepanjang malam ini, aku memikirkan kejutan yang dua hari lagi membuatku senang. Mungkinkah Key akan mengatakannya persaannya selama ini. Apakah Key akan memberitahunya bahwa kemungkinan yang dia sangkal itu salah. Apakah Key akan mengabulkan permintaan mamanya. Entahlah, aku juga tidak tahu kejutan apa itu. Tapi, kenyataannya aku kesiangan untuk pergi bekerja hari ini karena memikirkan kejutan itu.
Hari itu tiba, hari dimana Key pulang setelah 5 bulan tidak pulang kerumahnya. Rasanya ingin sekali aku segera menuju kerumah mamanya. Melihat senyumannya kembali, mendengarkan.suaranya secara langsung dan menatap wajahnya yang aku rindukan.
"Loh, Key belum sampai kerumah ya, bu"
"Belum, katanya sorean sampenya"
"Oh...masak bakwan yok buk. Key kan suka tu"
"Hehehe...yuk"
Dan kami menghabiskan menunggu Key memasak kue bakwan jagung, cemilam kesukaan Key sejak kecil.
Telepon genggam mamanya Key berbunyi. Aku ingin mendengarkan siapa yang telpon, tapi tidak terdengar karena aku sedang memblender bumbu. Lalu, mamanya datang dari ruang tengah setelah selesai mengangkat telepon.
"Dari siapa bu?"
"Dari Key. Katanya dia agak telat karena masih ditoko cincin"
"Toko cincin?"
"Iya" mamanya langsung masuk kekamar.
Sedangkan aku melanjutkan memasak bakwan. Dengan hati bertanya-tanya. Cincin apa yabg dibelikan Key. Dan untuk siapa?. Apakah kejutan itu yang akan ditunjukkan oleh Key untukku. Karena rasa tak sabar aku langsung mengirim pesan singkat pada Key.
"Hayo ya, cincin buat sapa itu?"
Tak lama dia membalas pesan singkatku.
"Kok kamu tau, gaj kejutan lagi donk"
"Hehehe, ditunggu ya"
Aku melanjutkan memasak, dan membuat sirup jeruk. Sudah pukul 5 sore. Mamanya Key belum juga keluar kamar. Dan tiba-tiba saja hujan turun. Aku mengetuk kamar mamanya Key.
"Bu, aku masuk ya"
Tak ada jawaban dari dalam. Aku khawatir, aku membuka paksa pintunya yang ternyata tidak dikunci. Aku melihat mamanya sedang terbaring diatas tempat tidur menghadap jendela.
"Hujan bu" tak ada jawaban.
Lalu aku mendekatinya. Dan mencoba melohat wajahnya. Aku terkejut sekali, mamanya sedang menangis. Matanya sembab. Aku heran apa yang terjadi.
"Ibu kenapa menangis?"
Tak ada jawaban hanya tatapan kosong.
"Bu...ibu kenapa?"
Sekali lagi aku mencoba bertanya. Namun mamanya Key tetap diam. Lalu , terdengar suara ketukan dari luar. Aku segera berlari. Itu pasti Key, dengan hati senang aku membuka pintunya.
Benar saja, dihadapanku seseorang yang aku ingin sekali melihat wajahnya telah tiba dihadapanku. Bajunya basah kuyup. Rambutnya basah karena hujan. Dengan sebuah senyuman aku menyambutnya. Dia juga membalas senyumanku. Sepertinya Key lebih tinggi beberapa milimeter.
"Hadus, baju aku basah , yang" aku mendengar suara wanita yang baru saja sampai dibelakang Key. Aku melihat dengan mata yang berkedip. Dengan sedikit memiringkan kepalaku untuk memastikan bahwa aku tidak salah dengar. Ternyata aku tidak salah dengar, itu benar suara seorang wanita. Mungkin wajahku seketika berubah. Tapi, aku mencoba tetap tersenyum.
"Eh..masuk..."aku mempersilahkan wanita itu masuk.
"Dia siapa, Yang"
"Dia yang jagain ibu disini" Key langsung menuju kamarnya diikuti wanita dengan fashion yang luar biasa cantik.
Aku kedapur menyiapkan apa yang telah aku buat. Sepiring bakwan jagung dan seteko teh hangat. Sirup jeruk yang aku buat aku simpan  dilemari es. Dengan hati yang tidak karuan aku masuk kedalam kamar mamanya.
"Bu, Key sudah sampai. Dia membawa kejutannya bu" aku menunduk
"Hiks..hiks..." mamanya Key kembali menangis.
"Ternyata ibu menangis karena ini. Aku gak apa-apa kok buk. Aku kuat kok. Temui Key ya buk"
Mamanya kembali menangis, dan memelukku erat sekali. Seperti memberitahukan kepadaku bahwa aku harus kuat. Lalu, mamanya mengelus lembut punggungku sebagai dukungan terhadapaku. Bahwa mamanya selalu ada untukku.
Aku keluar kamar, melihat wanita yang basah kuyup itu sudah kembali cantik bahkan lebih cantik lagi. Aku melihat Key sedang ada didapur, aku menuju kesana.
"Jadi , ini kejutannya?" Tanyaku yang aku tahu dia terkejut karena aku langsung menatap wajahnya yang berubah kaget.
"I...iya"
"Terima kasih. Aku benar-benar terkejut" Aku membubuhinya dengan senyuman sok tegarku.
"Iya" jawabnya
"Jadi, kapan kamu akan menikahinya" sebenarnya pertanyaan ini sangat berat sekali harus terlontar dari mulutku, tapi aku mengapa bisa bertanya seperti itu.
"Akhir tahun ini. Kami doain ya, semoga aku.langgeng"
"Pasti!!"
Apa-apaan aku ini, mengatakan pasti. Jadi, selama ini doa-doaku agar hubungan kita langgeng akan berkahir seperti ini. Tidak, tidak mungkin.
"Kami mau kemana?"
"Aku lupa angkat jemuran ibu"
"Masih hujan biarin aja"
"Gak apa-apa kok"
"Nanti kamu sakit"
Aku berlari saja keluar. Hujan, apa pedulimu, Key tentang aku sakit atau tidak. Toh , itu hanya basa basi saja. Dan semua hal selama ini hanya basa basi. Hujan, terima kasih engkau telah menyamarkan semua perasaanku selama ini. Aku menangis. Ini bukan seperti sinetron, ini kisah nyata yang aku kira hanya akan muncul di novel atau kisah fiktif lainnya. Aku meraih pakaianku, dan menunduk lesu dalam hujan yang sebenarnya tidak lebat ini. Pakaianku basah aku pasrah. Mungkin kekecewaan ini akulah yang membuatnya. Karena terlalu berharap penuh pada seseorang yang telah memberikanku harapan yang indah. Dan pada akhirnya aku yang kalah saat ini. Melihat senyuman indah itu tidak lagi milikku. Aku, aku yang terlalu berlebihan untuk memikirkan sebuah keindahan yang sebenarnya itu hanyalah sebuah khayalan untuk menyenangkan hatiku. Sakit, benar aku sakit. Tapi, bukan karena hujan. Namun, seperti sebuah kepingan hatiku retak dan serpihannya hilang entah kemana. Aku tak sanggup mencarinya. Ini begitu menyakitkan sekali. Dan aku harus menghadapinya.
Selama Key dirumah aku tidak pernah datang menjenguk mamanya dan Key. Aku belum sanggup menampakkan diriku yang berantakan ini.
Pagi itu, aku mencoba memberanikan diri keluar rumah. Dan menunjukkan wajahku yang kusam.
"Wajah seperti apa itu. Kusam!" Key dari seberang jalan meledekku.
Aku melihatnya, mengapa senyuman itu tak seindah dulu ya.
"Biarin saja" jawabku ketus
Key menyebrangi jalan dan menuju tempatku. Rasanya aku ingin berlari saja. Tapi, tidak bisa. Seperti ada yang memaku pergelangan kakiku.
"Kamu sibuk ya, kemana saja kok tidak pernah datang kerumah. Mia ingin berteman denganmu"
Ya, nama wanita itu Mia. Cantik sekali kan namanya.
"Iya aku sibuk kerja nyari uang untuk kado pernikahanmu"
"Aku gak minta apa-apa kok. Cukup kamu doain aku langgeng dengannya. Aku rasa itu cukup deh"
Apakah kau tau Key, doa adalah kado terindah daripada seperangkat coverbed yang harganua jutaan rupiah. Doa itu hal tersakral bagiku. Bagaimana bisa memberikan kado termahal itu untukmu dengan wanita itu. Bagaimana aku bisa. Apakah kau tahu Key, didalam hati ini tidak menerima mimpi buruk yang kau ciptakan ini.
Aku menunduk diam, tak ada yang bisa menghentikan keinginanmu itu. Bahkan mamanya sendiri saja menangis melihatnya. Ini adalah kejutan yang terindah bagiku.
Akhir tahun, aku masih belum bisa melupakannya. Bahkan sampai detik ini. Aku terpaksa membantunya menyiapkan seluruh pernikahannya. Aku masuk kekamarnya yang sudah disulap dengan penuh bunga-bunga. Indah sekali, sempat dulu terpikirkan olehku berharap ini semua terjadi padaku.
"Boleh aku bertanya?" Aku mencoba memberanikan diriku berbicara, karena hampir setengah tahun aku tidak berbicara dengannya. Secara langsung dan melalui telepon genggam lagi.
"Silahkan" Key mematung dengan kemeja putih.
"Boleh aku memakai dasi ini untukmu. Kamu tahukan, aku paling suka melihat laki-laki memakai jas dan berdasi"
"Iya aku tahu. Pakaikanlah"
Aku mencoba menahan airmataku. Ini adalah hal yang paling aku tunggu selama ini. Selama berpuluh-puluh tahun. Memakaikan dasi Key. Tapi, aku tak menyangka ini akan menjadi hal pertama dan hal yang terakhir untukku. Padahal bukan seperti ini yang aku inginkan. Tidak seperti ini. Aku mulai memakaikan dasi berwarna biru langit itu. Melingkarkan dasinya kekerah kemejanya yang harumnya sangat khas sekali, wanginya Key.
"Kamu tampan sekali hari ini"
"Tidak perlu memujiku seperti itu. Aku malu, tau!"
"Bahkan aku sampai jatuh hati padamu hari ini karena melihat aura ketampananmu"
"Hehehe....tidak perlu begitu memujiku"
"Apa kamu tidak pernah jatuh hati padaku?"
Key terdiam, aku tidak mampu melihat wajahnya. Aku menarik sedikit dasinya, dan sudah menjadi rapi.
"Kamu cinta pertamaku, dan cinta terakhirku. Mungkin Tuhan tidak mempersatukan kita saat ini. Tapi, kemungkinan itu aku tidak tahu kapan akan terjadi. Yang aku tahu, kamu itu istimewa"
"Tidak perlu segitunya. Cukup kamu bilang pernah. Aku rasa sudah menghiburku sepanjang tahun ini. Tapi, kenapa kamu tidak memilihku?"
"Aku takut menyakitimu. Sudah kubilangkan kamu itu istimewa. Ada ruang khusus untukmu di sini. Yang orang lain tidak bisa menggantikannya. Bahkan seseorang bernama Mia. Karena itulah, aku tak memilihmu karena aku takut sekali menyakitimu"
"Bahkan ini sudah sangat menyakitkan hatiku, Key"
Suasana hening seketika. Ruang kamar ini menjadi sempit sekali. Rasanya sesak sekali, aku harus mengeluarkannya. Ya, airmata ini aku harus mengeluarkannya.
"Maaf"
Akhirnya aku kalah oleh perasaanku. Aku menangis, membasahi kemeja putihnya. Membuat bercak aneh didasi biru langitnya.
"Sudahlah. Selamat bahagia"
Aku mengembangkan senyum tertegarku. Aku sudah bisa menerimanya. Setidaknya aku tahu alasannya mengapa dia tidak memilihku. Aku tahu itu sangat klise sekali. Tapi, aku sudah cukup senang mendengarnya.
"Ingat janjiku, aku selalu ada untukmu"
Key mengeluarkan kata-kata ajipamungkasnya yang membuat aku merasa nyaman jika berada ada didekatnya.
Aku akan mencoba kuat sampai kapanku, dan tidak akan pernah aku meminta kepada Tuhan untuk melupakannya dari dalam pikiranku.
Semenjak itu, aku pindah bekerja mengajar anak SMA.
"Selamat siang, buk. Saya murid pindahan"
Aku tercengang melihat wajahnya. Mirip sekali dengan wajah Key ketika masih SMA dulu. Setidaknya Tuhan tahu, apa yang aku inginkan. Cukup wajah yang mirip Key sudah menyenangkan hatiku selama mengajar ditempat baruku ini, selama 3 tahun berikutnya.
"Ok! Nama kamu siapa?"
"Mikey, buk. Panggil saya Key"
Aku tertawa dalam hati....
Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengirim supercopy Key kepadaku.

Selasa, 10 November 2015

Kisah sedih atau lucu

Kan gini...ini entah cerita sedih apa lucu...
Saya juga tidak tahu...
Tapi inilah mengapa saya memutuskan untuk jomblo sampe sengenes ini.... :D

Hari itu, siang menderang matahari bersinar terik macam tebakar kulit awak ini. Udahlah panas, jalan pulak. Tapi, ada yang buat adem. Disebelah awak, ada cowok yang awak taksir diam-diam. Eh....pucuk di cinta ulampun tiba. Si cowo itu juga naksir awak. Jadi, singkat ceritanya. Kami bedua sedang jalan di siang bolong. Cowok itupun mulai bersilat lidah ( istilah kerennya sekarang gombal ).
"Ghe, kau mau gak jadi cewek aku"
"Eh...maksudnya?"
"Iya, jadi pacar aku gitu"
Sok jual mahal lah awak ni. Ecek-eceknya sedang berpikir mencari jawaban. Padahal sonang betollah. Ada yang nembak awak ni. Ini momen langka. Kalok zaman dulu ada acara "katakan cinta" mungkin akulah termasuk didalamnya.
"Jadi, aku di terima gak?"
"Hehehehe...yauda deh!!"
Mantap....awak punya pacar sekarang. Hehehehe...sikit pamerlah ke kawan-kawan kalok awak punya pacar. Maklum abege ababil dan alay. Tapi, gak cabe-cabean.
Selang waktu sebulan, hubungan kami sedikit mengalami gonjang-ganjing. Pacarku itu mulai resah dan gelisah. Akupun juga bingung apa pulak yang diresahkannya. Kutanyalah sama dia
"Abang kenapa?" ( cieee...cie....manggil abang )
"Pusing akulah. Anehpun kurasa" katanya yang merasa galau.
"Ya ceritalah sama adek " ( cie...cie...adek adek )
"Jadi gini, tadi kawan abang nanya siapa nama adek. Abang jawablah Geo. Terus abang dibilang homo"
"Homo? Kok gitu pulak"
"Iya, katanya. Mana ada pulak perempuan namanya Geo. Itu nama laki-laki. Gitu kata orang itu. Makanya pening pala abang , dek"
"Alahmakjang cuma gara-gara itunya"
"Iya. Tapi, iya pulak lah dek. Nama mu itu memang bukan nama perempuan. Cocoknya nama laki-laki. Jadi, daripada abang dibilang homo. Mending kita putus ajalah ya"
Aiiikkkh.....apa ga cenat cenut kepala awak dengar kata putus itu. Cuma gara-gara nama awak disangka laki-laki. Tapi, iyalah pulak. Memang gak ada manis-manisnya namaku ini. Setelah aku berpikir-pikir pada suatu percakapan.
Kawan : sapa nama cewek kau, cuy!
Cowok : si Ayu
Kawan : aikh, cantik betol namanya, pasti wajahnya juga cantik tu. ( mantap (y) )
Nah tibanya cowokkulah yang ditanya :
Kawan : sapa nama cewek kau , cuy!
Cowok : si Geo
Kawan : kau becewek sama cowok, cuy. Lain selera sekarang ( -_-" )9
Cowok : #_&&((@_$($)$:&:;$?@;@?$&
Nah, dari situlah aku putuskan untuk tidak mau pacaran lagi. Sebab kasian banget cowoknya kalok ditanya nama pacarnya. Weh....suram....suram....

Eits...Eits...tunggu dulu...!!!
Apa saya pernah punya pacar????
Hm....hm....tanda tanya besar :p

Jumat, 02 Oktober 2015

Hard Heart

"Apa yang kau lakukan, Fin?" Tanyaku terheran melihat Fina sudah menangis di hadapanku.
"Tyan, ada apa dengannya? Aku pusing dibuatnya?"Fina masih terisak sedih.
"Ada apa? Apa yang terjadi pada Tyan" aku bertanya heran. Ada apa dengan hubungan mereka. Tanyaku dalam hati.
"Tyan, tidak pulang kerumah sudah 2 minggu. Tidak ada kabar" keluh Fina yang menghentikan tangisnya.
"Apa kalian bertengkar?"
"Tidak!"
"Lalu?"
"Aku tidak tahu, aku betul-betul tidak memahaminya. Padahal dia sudah menjadi suamiku. Aku heran!"
"Ya...setidaknya ada pemicu permasalahan kalian ini?"
"Aku tidak tahu, Vi. Makanya aku bertanya padamu. Kau yang lebih memahaminya"
Aku terkejut ketika Fini mengatakan hal itu. Benar sekali, akulah satu-satunya wanita yang memahaminya. Yang mengerti keadaannya. Tapi, mengapa Tyan tidak memilihku sebagai istrinya. Mulai terasa sesak didada. Ada sesal. Tidak.
Ini hanya mengingatkanku pada musim panas setahun yang lalu. Ketika aku masih dekat dengan Tyan. Kami bersahabat lama. Tidak ada ikatan khusus diantara kami. Yang aku tahu ketika Tyan ada masalah aku selalu ada untuknya. Ketika Tyan merengek karena urusan pekerjaannya aku selalu siap untuk menghiburnya. Jalinan itu sudah terhubung cukup lama sekali, sekitar 7 tahun. Aku sempat menganggap perasaan ini adalah cinta. Tapi, ternyata ini sebatas rasa sayang.
"Kau janji tidak akan meninggalkanku?" Tanya Tyan kepada pada suatu malam yang berbintang.
"Ya..aku janji tidak akan meninggalkanmu selamanya" aku menjawab dengan rasa yang berbeda.
Apakah ini sebuah janji diantara seorang sahabat atau lebih dari itu. Akupun tak tahu.
Setelah malam perjanjian itu, aku semakin dekat dengan Tyan. Bahkan banyak menyangka kami ini sepasang kekasih. Tyan, selalu saja menolak keras dengan sangkaan orang-orang itu.
"Aku hanya sahabatnya, kami tidak sepasang kekasih" selalu kalimat itu yang keluar dari dalam mulutnya. Aku hanya cukup diam. Tak banyak bicara. Karena aku takut salah dalam berucap.
Ya...malam yang panjang itu dimusim panas. Tyan mengajakku jalan-jalan ke sebuah kafe ditepi sungai. Malam yang berangin. Suasana romantis. Menurutku. Tapi, malam itu sebagai penentu kemana arah jalan hubungan kami ini.
"Ada yang mau aku katakan!"
"Apa itu?" Firasatku tak enak, namun aku mencoba untuk tetap tenang.
"Aku bingung dengan perasaanku!"
"Ada apa?"
"Aku bingung harus menempatkan dirimu dimana. Saat ini aku sedang dekat dengan seorang wanita"
Hancur, berkeping-keping. Ini untuk pertama kalinya Tyan jujur atas perasaannya.
"Terus masalahnya dimana?"
"Aku...aku bingung menempatkanmu dimana?"
"Kenapa harus bingung. Aku ini sahabatmu yang sudah berjanji tidak akan meninggalkanmu. Aku bukan seorang peningkar" walaupun aku tahu hal ini pasti akan terjadi lambat laun. Tyan akan meninggalkanku. Tapi, aku sudah berjanji tidak akan meninggalkannya.
"Aku masih bingung!" Tyan benar-benar seperti orang frustasi.
"Pergilah, temui wanita itu. Katakan padanya. Hanya dialah yang dihatimu. Tak perlu ka khawatirkan perasaanku, aku tahu itu yang kau bingungkan. Kau takut membuat aku kecewa dan sakit hati. Tyan, aku benar-benar memahimu. Tapi, kau tak pernah memahamiku. Maka pergilah, aku akan baik-baik saja" aku mencoba untuk menegarkan diriku sendiri. Aku tak ingin Tyan tahu betapa hancurnya perasaanku saat itu.
Angin berhembus pelan, Fini masih menangis dihadapanku, tapi isakannya telah berhenti. Apa yang harus aku lakukan terhadap istri orang yang aku sayangi ini. Apakah aku harus ikut campur dalam hal ini.
"Vi, mengapa Tyan tidak menikahimu saja. Aku terkadang iri melihatmu yang bisa memahaminya" pertanyaan Fini membuat dadaku panas.
"Apa yang kau bicarakan?Aku pun tidak akan mau menerima pria pengecut seperti dia. Pria yang hanya bisa bersembunyi ketika masalah datang. Pria pemalas. Pria yang tidak memiliki ambisi. Dia bukan tipe suami yang aku impikan" aku berbohong. Jelas sekali aku berbohong untuk menutupi betapa aku sebenarnya ingin sekali menghabiskan hidupku bersamanya.
"Kau tahu sekali bagaimana kelemahannya" Fini menuntaskan airmatanya.
"Sudahlah. Pulang sana. Aku akan mencoba menelponnya. Jika aku berhasil menemukannya. Aku akan segera menghubungimu"
"Terima Kasih"
Wanita itu baik sekali. Dia percaya sepenuhnya pada Tyan. Bahkan wanita itu selalu bercerita apa yang dilakukan Tyan terhadapnya. Apapun itu. Aku tidak pernah berpikir bahwa wanita itu hanya akan membuat aku cemburu. Awalnya aku merasa begitu. Tapi, pada akhirnya aku merasa wanita itu butuh aku juga. Seseorang yang sangat memahami suaminya.
Aku mencoba menelpon Tyan, tidak ada jawaban. Mungkin dia memang ingin sendiri. Setidaknya aku tahu dimana tempat persembunyiannya ketika terjadi masalah.
"Pulanglah, Fini menangis tadi. Gila saja kau, sudah 2 minggu tak pulang-pulang. Apa kalian ada masalah?. Ceritalah"
"Hubunganku baik-baik saja. Tidak ada masalah" jawab Tyan enteng.
"Kau boleh saja membohongi istrimu bahkan teman-temanmu yang lain. Tapi, aku. Masih mampu kau membohongiku"
"Hahahahahahahaha...." Tyan tertawa. Jelas sekali tawa itu yang aku rindukan. Tawa yang sudah hilang setahun lalu.
"Kenapa kau tertawa?"
"Entahlah. Rasanya jika aku berada didekatmu, tak ada yang bisa aku sembunyikan. Jikapun ada, kau langsung tahu"
"Sudahlah, sepertinya kau menyesal tidak memilihku?"
"Hahahahaha...." kembali Tyan tertawa.
"Pulang sana. Aku kasian liat Fini. Cintailah dia. Tak pantas wanita baik seperti dia kau tinggalkan. Dia itu rapuh. Tidak sepertiku" aku berbohong lagi. Mencoba membela diri agar aku tidak begitu kehilangannya. Namun, pada kenyataannya akulah wanita yang paling rapuh itu. Terisak sedih setiap malam. Tak ada yang mendengarnya, hanya hampa.
"Hm...itulah alasannya mengapa aku tak memilihmu. Kau pasti mampu bertahan hidup tanpaku, sedangkan Fini tidak akan hidup tanpaku"
"Bodoh!!! Jangan sok tahu. Pulanglah!!!"
Tyan, tahu apa dia tentang perasaanku. Aku hanya tak ingin membebani hidupnya. Mencoba untuk tegar dan kuat. Agar Tyan tidak mengkhawatirkanku. Ternyata, dia salah mengartikan ketegaranku. Dia anggap aku ini wanita super yang selalu bahagia tanpanya. Padahal, jika dia tahu betapa rapuhnya aku. Betapa ingin sekali aku katakan. Aku butuh dia. Percuma. Itu hal yang sangat sia-sia untuk saat ini.
Seharusnya aku tahu, dimana posisi Tyan berada. Dia tetap diposisi terdalam dihatiku, tak akan terganti. Jikapun ada yang masuk, maka posisi Tyan tidak akan berubah. Aku akan tetap memahaminya. Selalu ada untuknya. Karena aku sayang kepadanya.
"Vi...aku bicara denganmu!" Pinta Fina

Selasa, 15 September 2015

Dalam Mihrob Rindu

Tersujudku dalam syahdu malam berkabut
Lembaran hati mulai terasa asing
Akankah mati rasa yang pernah menepi
Atau hanya ilusi dalam sebuah mimpi
Terdudukku dalam diam menahan
Menikam lajunya angin rindu menggebu
Alunan nada yang menari lembut
Membisikkan bahwa ini adalah asap kerinduan
Doaku yang lirih terbaca oleh airmata
Harapku yang pasti terekam dalam ingatan
Inikah rasanya tertahan oleh waktu
Mengibaskan sayap kecil berteduh
Melambaikan syarat untuk menghibur diri
Aku...
Aku...
Sedang rindu
Rindu pada semuanya
Pada tetesan keringat itu
Pada peluh yang hadir di setiap dahinya
Rindu sekali
Tapi, Tuhan berkata lain
Bukan untuk pemimpi sepertiku
Ini hanya untuk cinta sejati selimut tidur
Merayu-rayu dalam angan semu
Ini tak tersampaikan
Lantunan nama tersebut disetiap aku menghadap hati
Tahukah...
Tahukah...
Ada sebuah judul yang selalu mengintai
Rindu...
Sungguh aku rindu
Jika Tuhan adalah satu-satunya yang bisa kupercaya
KepadaNyalah aku bercerita
Tentang serpihan gejolak jiwa
Tentang hirupan daunan asa
Terbang...
Terbang terbawa angin
Sampaikan
Sampaikan
Bahwa kata rindu sedang merajai pikiranku
Apakah dia tahu...
Bahwa aku merindukannya
Bibir ini basah oleh ingatan tali penghubung raga
Berkecamuk dalam-dalam
Aku rindu
Rindu
Rindu sekali
Beranjak bangkit
Tapi sulit

Senin, 14 September 2015

Sebuah kisah lama yang menjadi sebuah takdir

Begini kisah lama itu bisa menjadi sebuah takdir.... :v
Ada seorang ayah yang sangat menyayangi anaknya yang super duper nakal sekali. Walaupun nakal ayahnya selalu tahu kemana anak nakal itu pergi ketika pulang sekolah bahkan sudah hapal betul dengan siapa anak bandal itu bermain . Tapi, kita bukan membicarakan anak nakal yang di sayangi ayahnya itu. Kita sedang membicarakan seorang gadis kecil yang bertemu secara tak langsung dengan seorang pria kecil yang seumuran dengannya.
Adapun sore itu seorang ayah yang sangat menyayangi anak yang luarbiasa nakal itu menjemput kerumah dimana anak nakal itu bermain. Kali ini, seorang ayah itu tidak sendiri. Seorang ayah itu membawa pria kecil, ya pria kecil itu dibawa dan diboncengnya di keranjang sepeda tuanya. Dan ada Seorang gadis kecil itu sedang bermain dengan mobil-mobilannya yang baru saja dibelikan oleh ayahnya di pasar mingguan. Tibalah seorang ayah yang penyayang itu kerumah yang dimaksud. Seorang pria kecil itu juga diturunkan dari keranjang sepeda tua itu. Dengan mata bulat besar yang indah gadis kecil itu memperhatikan pria kecil yang terlihat malu-malu dengan postur tubuh yang kurus. Mereka saling pandang, gadis itu mencoba mengajak bermain mobil-mobilan. Namun, pria kecil itu malah bersembunyi dari balik kaki ayahnya. Gadis kecil itu tetap memandangi pria kecil yang pemalu itu. Sepertinya ayah yang penyayang itu tahu betul maksud gadis kecil itu. Lalu, ayah yang penyayang itu menyuruh pria kecil itu bermain dengan gadis kecil itu. Dan sembari sang ayah bercerita dengan ayahnya si gadis kecil itu. Gadis kecil dan pria kecil itu mulai akrab. Mereka bermain mobil-mobilan. Tertawa bersama. Seolah-olah pernah bertemu. Padahal itu pertemua pertama, akan tetapi siapa tahu bahwa itu bukan pertemua terakhir mereka.
Setelah mereka benar-benar meranjak remaja mereka bertemu ditempat yang sama namun diruang yang berbeda. Akan tetapi, mereka tidak saling kenal satu dengan yang lainnya. Tidak pernah mengira mereka pernah bertemu sebelumnya. Dan mereka biasa-biasa saja.
Namun, sebuah cerita takdir itupun dimulai. Disebuah pertemuan hebat. Si anak nakal yang disayangi ayahnya bertemu dengan gadis kecil yang sudah dewasa. Sianak nakal terkejut bahwa si gadis kecil itu sudah tumbuh besar dan matang. Dalam sebuah haru biru dia mengisahkan cerita ini kepada gadis kecil yang sudah dewasa itu. Ternyata pria kecil yang sudah dewasa juga itu adalah seseorang yang gadis kecil itu kenal. Bahkan sangat dikenalnya sekali. Anak nakal yang disayang ayahnya itu bercerita betapa akrabnya gadis dan pria itu pertama kali bertemu.
Dan siapa sangka gadis dan pria itu bertemu lagi. Setelah mereka sudah menjadi akrab diusia dewasa.....

Kisah ini hanya sepenggal kisah nyata yang diceritakan oleh seseorang kepadaku. Dan aku kira kejadian takdir seperti ini hanya ada disinetron....!!! :v
Inilah isi kombur2 malam ini dengan seorang sahabat lama....!!!

Jumat, 11 September 2015

Serial Ben dan Coki - ini urusanku juga -

"Ben...kau sebagai ketua osis harus bantu kami" Ajak Jefri yang merupakan teman sekelas Ben
"Ngapain?" Tanya Ben Heran
"Udah ikot aja kau. Ini membela nama baik sekolah"
Ujar Jefri yang segera menarik tangan Ben.
Ben masih bingung. Ada apa gerangan. Teman-teman sekelasnya sudah pada ngumpul di gudang olah raga. Ada juga beberapa para senior yang terlihat kekar, yang pasti mereka di  klub Karate.
"Ada apa sih Jef?" Tanya Ben masih heran.
"Nah...kau bawa ini" Jefri memberikan sebuat pemukul kasti.
"Kita mau maen kasti?"
"Pokoknya kau ikut aja, ini demi membela nama baik sekolah"
Ben mengira ini merupakan pertandingan kasti abtar sekolah. Dengan melihat mata Jefri yang berbinar-binar, tumbuhlah rasa semangat Ben. Padahal hari ini, Ben dan Coki sudah berjanji seperti biasa di tempat Wak Mail. Coki yang sudah menunggu dan memesan pisang goreng dan teh manis dingin masih bercerita dengan Wak Mail.
"Lama kali si Ben ini pulang!" Keluh Coki berbicara sendiri. Mendengar keluhan itu Wak Mail angkat bicara.
"Uwak tengok uda pulang dari tadi orang tu, Nak"
"Hah!!tapi, kok lama kali si Ben keluar"
"Tak tau lah wak Nak" jawab wak Mail yang sedari tadi juga tidak melihat keberadaan Ben.
Hari semakin sore, Coki merasa tidak enak hati. Ada apa gerangan. Tidak ada kabar. Bahkan sepucuk surat singkatpun tak ada. Masalah Handphone, mereka tidak tertarik dengan barang canggih itu. Bagi Coki uangnya bisa dibelikan makanan untuk sehari-hari saja sudah cukup. Karena Ben teman yang baik dan setia makanya tidak ikut membeli handphone.
Coki mulai gelisah, dia melihat-lihat kearah gerbang sekolah. Sepertinya penghuni sekolah sudah tidak ada lagi. Cokipun permisi pulang.
"Wak...aku pulang duluan ya. Nanti kalau-"
Suara sirine mobil polisi meghentikan Coki untuk melanjutkan pembicaraannya dengan Wak Mail. Matanya tertuju pada sebuah mobil yang mengangkut beberapa anak sekolah. Mata Coki terbelalak, dia sangat mengenal sosok yang sedang duduk lesu dengan tas ransel berwarna merah itu.
"Ben itu wak...itu Ben!" Teriak Coki yang masih berdiri di depan warung Wak Mal.
"Mana nak?"
"Itu wak, di mobil polisi tadi"
"Ngapain pulak si Ben di mobil polisi?"
"Aikh...tak taulah aku wak!! Aku kekantor polisi dulu lah kalok gitu"
"Iya...ati-ati kau nak"
Coki berlari menuju kantor polisi yabg jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah mereka. Dengan nafas yang masih ngos-ngosan akhirnya Coki sampai didepan kantor polisi itu. Terlihatnya begitu banyak siswa yang mukanya sembab, kepalanya berdarah dan beberapa tergelatak tak berdaya. Begitu matanya tertuju pada Ben, Coki langsung mendekatinya. Dan melayangkan sebuah tinju kemuka Ben.
"Sakit, gilak!"
"Lebih sakit lagi, kalok ayah kau liat keadaan kau sekarang, ngerti kau"
Ben hanya terdiam, tidak membela diri. Benar yang dikatakan sahabatnya itu.
"Ini bukan urusanmu, Cok" akhirnya Ben angkat bicara.
"Kau bilang ini bukan urusanku. Jelas ini urusanku juga. Apa yang kubilang nanti kalok jumpa sama ayah kau. Ku bilang kalok kau jatoh dari pohon sampek babak belur kaya' gini"
"Ini demi nama baik sekolah"
"Persetan itu semua, Ben. Nama baik sekolah. Jadi, masuk kantor polisi kaya' gini nama baik sekolah maksud kau. Ini namanya buat malu nama sekolah kau. Sapa yang maksa kau ikot?"
"Ga ada yang maksa"
"Gak mungkin, jujur kau. Biar kuhajar dulu orangnya"
"Ga ada yang maksa aku ikut loh"
"Masih bongak kau samaku" Coki semakin geram
"Udahlah, yang penting aku gak apa-apa"
"Gak apa-apa, gilak kau!!siapa yang ngajak kau, hah!!"
"Jefri" akhirnya Ben mengakuinya
"Mana orangnya?"
"Itu yang teduduk lesu disana" tunjuk Ben kearah Jefri yang mukanya penuh lebam dan beberapa luka ditangan dengan seragam yang berdarah-darah.
Coki mendekati Jefri.
"Oi...bos!" Sapa Coki dengan wajah geramnya.
"Oi..." jawab lemas Jefri memandang kearah Coki dengan mata sipit membiru.
"Kuperingatkan sama kau ya, gak usah kau ajak lagi si Ben tawuran kaya" gini. Berani-berani lagi kau ajak dia. Kau yang kucincang, bos! Ngerti kau!" Kepalan tangan Coki sebagai tanda peringatan keras untuk Jefri.
"Bukan urusan kau itu bos!"
"Hm....memang bukan urusanku nama baek sekolah kelen. Urusanku cuma si Ben. Ingat itu ya. Aku tak main-main!!!" Coki langsung berpindah ke Ben.
Membawa Ben masuk ke kantor polisi. Dan berbicara kepada beberapa petugas disitu. Coki membawa pulang Ben dengan persyaratan dan surat peringatan pertama. Coki yang mengaku sebagai abangnya Ben, mempercepat proses keterkaitan Ben atas tawuran antar sekolah.
"Udahlah, Cok. Aku bukan anak kecil lagi. Aku tak apa-apa"
"Kepala kau tak apa-apa!!udah pulang kita. Gak usah banyak cingcong kau"
Mereka berdua pulang. Sesampai didepan rumah Ben. Coki membiarkan Ben sendiri yang menghadapi orang tuanya. Coki tak ingin ikut campur, karena bagi Coki ikut campur dengan keluarga orang lain itu adalah hal yang tabu. Tidak baik. Biarlah Ben dihajar sampai babak belur oleh ayahnya. Biarlah Coki tidak melihat airmata ibunya Ben mengalir karena tingkahnya. Itu lebih baik untuk Ben, harga dirinya tidak tercabik-cabik.
"Kau...melalak kemana kau, hah!" Teriak ibunya Coki
"Dari kantor polisi aku"
"Hah!!! Ngapain kau dari kantor polisi? Buat masalah apa kau?"
"Gak ada, cuma maen-maen aja, mak" bohong Coki yang tidak ingin orang tuanya tahu kalau Ben yang bermasalah dengan kantor polisi.
"Yaudah....kau bantuin itu angkat batu ke mobil pick up-nya nkong Asun"
"Iya"
"Tapi, makan dululah kau"
"Iya, mak"
Memang segala sesuatu hal itu terkadang bukan merupakan urusan kita namun ada juga yang memang itu perlu kita ikut campur didalamnya. Pandai-pandailah memilih. Mana yang memang urusan kita, mana yang kita tidak boleh mencampurinya.

Serial Ben dan Coki - Galau -

Tak terasa sudah memasuki pembagian jurusan untuk Coki. Dia mulai bingung dengan pilihan yang ada, IPA atau IPS. Kepada siapalah dia bertanya. Ketika bertanya kepada orang tuanya.
"Mak, aku ngambel jurusan apa ya?"
"Jurusan apa maksud kau?"
"Jurusan sekolah lah mak, IPA atau IPS?"
"Akh...suka ati kau lah, cok. Yang penting bisa kau sekolah beasiswa kai gak dicabut. Uda syukur kali mamak kau ini"
"Aikh...si mamak inipun bukannya bantuin mikir"
"Eh...masih banyak yang harus aku pikirkan ,Cok. Abang kau udah sebulan tak ada kabar, adek kau yang kembar itu baru diskor dari sekolahnya karena buat onar. Jadi, mamak juga yang harus mikirkan soal jurusan kau. Kau tanyak sana sama bapak kau"
"Mamak aja malas bantu, apalagi bapak"
Keluh Coki kecewa.
"Cok" tiba-tiba ibunya memanggil memberhentikan langkah kaki Coki yang hendak kekamar tidur.
"Apa lagi, mak!"
"Apapun jurusan yang kau pilih. Yang penting kau bisa tamat sekolah, mamak uda senang, Cok. Kalau kau bisa dapat beasiswa lagi ke kuliah nanti makin tambah senang mamak kau ini" sebuah senyuman yang sudah lama tak terlihat dari wajah ibunya itu membuat Coki semangat untuk bersekolah.
Tapi, kepalanya masih dipenuhi sebuah pilihan IPA atau IPS.
Lain halnya, dirumah Ben sedang terjadi pertengkaran antara Abang dan Ayahnya. Membuat Ben tidak berkosentrasi mengerjakan tugas untuk kompetensi antar SMK. Ben mulai berang, dan keluar kamar melihat apa yang terjadi.
"Ayah, Bang Den. Uda besarnya kelen ini. Masih aja becakap ga bagus kelen. Aku mau belajar, ada kompetensi seminggu lagi antar sekolah, makin pening kepalaku liat kelen berantam"
Ayah dan Bang Den, langsung menoleh kearah Ben yang sedang berdiri didepan pintu kamarnya dengan wajah geram.
"Abang kau inilah susah dibilangin. Ayah suruh nyari kerjaan malah dikamar aja kerjanya"
"Ayah kira aku dikamar diam-diam aja. Aku sedang menulis untuk kujadikan buku"
"Apa pulak, gak usah ngayal kau tinggi-tinggi kali jatuh baru tahu kau sakitnya minta ampun"
"Kan...kan...mulai lagi kelen berantam. Tolonglah, aku mau belajar" wajah Ben berubah menjadi sedih.
"Ok...kita lanjutin lagi besok, yah. Kasian si Ben. Kaya'nya dia betol-betol mau belajar"
"Yauda"
"Huft" Ben menarik nafas lega. Setidaknya pertengkaran yang tidak jelas arahnya itu terhenti. Dan dia mulai kembali belajar.
Keesokan paginya....
Hari ini Coki lebih dulu datang ke rumah Ben. Ben telat bangun karena belajar hingga mendekati subuh.
"Kenapa mata kau itu, Ben. Uda mirip ikan gembung yang baru ditangkap sama Wak Ikal"
"Ngantok kali aku, Cok. Belajar sampe subuh tadi aku"
"Umakjang, belajar apa kau?"
"Ada kompetensi antar SMK"
"Kapan?"
"Minggu depan"
"Kau kok tumben kali datang cepat?"
"Iya, pagi ini mau cepat sampe sekolah. Ada yang mau ku bahas sama Putri"
"Apa itu?"
"Pilihan jurusan"
"Maksud kau? Apa hubungannya sama putri"
"Ya...aku ngikut apa yang dipilihh putri. Kan lumayan satu kelas dengan orang yang buat semangat aku belajar dan sekolah. Hehehe"
"Akh..kok kaulah ada-ada aja ide kau itu"
"Heleh, kau juganya kan. Ngapain kau semangat kali belajar buat kompetensi. Biar di lihat sama Ayu kan?"
"Mana pulak"
"Heleh...hahahhahahaha"
"Hahahaha....iya sedikit niatnya gitu"
"Hahhahahaha...aku uda kenal kau Ben. Mana mungkin mau belajar semangat kalau gak menginginkan sesuatu"
"Hahahahaha....gilak kau"
Sesampau disekolah Ben langsung masuk keruangan klub kompetensi. Langsung belajar disitu selama seminggu. Ben tidak menyangka ada Ayu disitu, sedang duduk dipojokan sendirian.
"Pagi, ayu" sapa Ben yang sebenarnya gemetaran.
"Eh...pagi Ben"
"Kamu ngapain disini?"
"Baru selesai beres-beres buat laporan untuk Pak Ahmad"
"Oh..."
"Oh...ya kamu juga ikut jadi peserta ya!"
"Iya" jawab Ben menelan ludah karena sudah tidak menahan gemetaran kakinya.
"Semoga sukses ya, aku mendukungmu"  senyum Ayu dipagi yang cerah itu.
"Iya" Ben langsung menunduk menghidari terlihatnya rona merah dipipu hitamnya. Walaupun itu tak mungkin terlihat.
Beda halnya di sekolah Coki. Coki yang masih uring-uringan harus memilih jurusan apa. Dan lebih membingungkan , kata pertama apa yang harus diucapkan kepada Putri untuk memulai percakapan ini. Coki menggaruk-garuk kepalanya, mencoba berdiri dan duduk seperti orang gelisah saja. Sengaja, untuk membuat perhatian Putri. Benar saja Putri langsung mendekat. Metode Coki berhasil menarik perhatian Putri.
"Kamu kenapa?kok kaya' orang lagi bingung gitu"
"Eh...iya ni put. Memang aku lagi bingung"
"Bingung kenapa?"
"Milih jurusan"
"Oh...memangnya kenapa?"
"Ya bingung loh...kamu pilih jurusan apa put?"
"Aku masuk IPA. Soalnya aku mau jadi dokter gigi sih" setidaknya dari percakapan ini, Coki tahu apa yang dicita-citakan Putri. Karena ketika kelas mereka membicarakan cita-cita giliran putri tak sempat.
Akhirnya Coki, memutuskan untuk memilih IPA agar sekelas dengan Putri. Seorang anak perempuan yang selalu membuat semangat untuk pergi sekolah dan belajar.
Kegalauan itupun hilang sudah. Ketika Putri mengucapkan kata IPA. Begitu juga Ben yang sedang kacau di rumahnya atas pertengkaran antara ayah dan abangnya. Sudah menjadi semangat kembali karena ada dukungan dari Ayu.

Kamis, 10 September 2015

Cinta Segi Tak Tentu

Alkisah...
Ada seorang cewek A, Cowok B dan Cewek C. Kisah ini sering terjadi dikehidupan sehari-hari kita. Bahkan mungkin pernah terjadi pada kita.
Begini ceritanya...
Pada suatu malam yang berbintang dan cerah. Angin menghembus pelan menyibak seluruh tubuh. Cewek A sedang berjalan-jalan kepasar malam. Tibalah dia disebuah toko makanan. Lalu cewek A itu masuk ketoko tersebut dan melihat makanan kesukaan si cowok B. Dengan cepat cewek A menelpon cowok B.
A : eh...ada toko makanan kesukaanmu ni?
B : dimana?
A : dipasar malam. Kapan-kapan kita kesini yuk!!
B : ayok!!!
Hati cewek A langsung berbunga-bunga. Pikirannya langsung melayang membayangkan apa yang terjadi ketika mereka jalan berdua. Bukankah ini yang selama ini diinginkan oleh si cewek A. Berjalan berdua di pasar malam. Dan makan bareng dengan cowok B.
Namun, disisi lain....
Cewek C menelpon cowok B....
C : malam minggu ini kita jalan, yuk!! ( sebenarnya ngarep diajak jalan )
B : ayok...
C ; kemana?
B : kepasar malam
C : ngapain?
B : ntar aku kasi tau makanan terenak deh!
C : hehehehe....makanan apa sih?
B : makanan kesukaanku
C : oke deh, jemput aku ya!
B : ya...!!
Cewek A masih menunggu jawaban cowok B. Kapan mengajak cewek A ke pasar malam. Tak lama, cowok B menelpon cewek A
B : malam minggu ini aku datang kerumah ya, sekalian jalan-jalan kepasar malam
A : eh..iya ( sambil senyum-senyum sendiri )
B : ok...!!!
Malam minggu itupun tiba. Benar saja cowok B datang ke rumah cewek A, namun tidak sendiri. Tidak seperti yang dibayangkan cewek A. Ini diluar perkiraan. Rasanya malas untuk pergi, tetapi tidak ada alasan yang tepat untuk menolak. Dengan senyum terpaksa cewek A tetap memaksakan pergi. Mereka bertiga kepasae malam untuk makan makanan kesukaan cowok B.
C : enak ya
B : iya donk, gimana A?
A : hu um
Cewek C merasa senang. Begitu juga cowok B tapi, mereka tidak tahu ada hati yang tersinggung malam itu yang hanya bisa diam saja.
Keesokan harinya....
Cowok B menelpon cewek A
B : makasi ya, uda mau ngajak jalan. Tadi malam menyenangkan loh
A : iya sama-sama
B : lain kali kita jalan berdua kesitu ya
A : hu um ( jawaban dengan rasa hambar ) ntar bohong lagi....
B : iya aku janji, kalo aku bohong bunuh aja aku
A : hehehehe, iya ( hatinya kembali senang )
Tak lama cewek C menelpon cowok B
C : makasi buat tadi malam...
B : iya....gimana enak kan makanan tadi malam?
C : iya, enak kali, kapan2 kita kesitu lagi ya. Berdua aja
B : iya, buatmu apa sih yang gak
C : hehehehe.....
Tak ada yang tahu cinta segi apalah ini. Cinta segitiga atau cinta segi tak tentu.
Apakah si cewek A yang terlalu ke GR-an atau cowok B yang suka ngasi harapan ke cewek A dan C atau cewek C yang keagresifan.

Rabu, 09 September 2015

Serial Ben dan Coki - arti sahabat -

Sudah hampir 10 tahun Ben dan Coki berteman. Mereka terpisah oleh sebuah keinginan orang tua dan nasib harus berpisah di sekolah lanjutan atas. Bukan berarti mereka menjadi malas untuk sekolah. Malah semakin semangat karena akan mendapat teman baru. Untuk selisih paham itu sering terjadi. Bahkan mereka pernah berkelahi. Tapi, setelah itu mereka berteman kembali.
"Akh tak terasa udah hampir sepuluh tahun kita bekawan, Cok"
"Terus mau kau apa?"
"Dirayakan yok"
"1 dekade perkawanan kita, gitu"
"Yaiyalah...masa' perkawanan berok sama monyet"
"Hahahaha....mau macam mana kita rayakan hari perkawanan kita ini"
"Besok malam jumpai aku diloteng rumahku" kata Ben semangat
"Mau ngapain?" Coki bingung
"Lihat bintang"
"Alahmakjang, mulai lebay kau Ben. Gak usah kau ikutin kelebayanku, Ben!"
"Udahlah datang aja kau ya!"
"Iya"
Benar saja perkiraan cuaca ini malam. Langit cerah, taka ada awan kelabu yang menghampiri. Anhin bertiup sepoi-sepoi. Ben sudah ada diloteng dengan beberapa cemilan dan minuman kaleng. Coki yang masih harus mandi karena baru saja selesai membantu orang tuanya membuat batu bata segera menyelesaikan mandinya.
Pertemuan untuk merayakan satu dekade persahabatan mereka judul cerita ini malam.
"Umakjang, banyak betol makanan kau , Ben!" Teriak Coki setibanya diloteng.
"Akh....kita habiskan malam minggu ini diloteng ya, Cok"
"Aikh...sedih kali aku dengarnya. Biasanya malam minggu orang lain maen-maen sama pacarnya. Kutengok kita ini ga normal, Ben. Hahahahhaha"
"Pacar? Sejenis bangke apa itu, Cok"
"Hahahhahahah...kurang ajar kali kau ya?"
Memulai ritual yang biasa mereka kerjakan disetiap malam minggu. Memandang langit yang beruntung lagi cerah. Biasanya malam minggu itu selalu mendung dan bahkan hujan. Akibat doa-doa para jomblo. Sekaleng minuman ringan mereka buka lalu mentoskan sehingga berbunyi kaleng yang saling beradu.
"Tos dulu, Ben. Biar kental kita"
"Oke, men!"
Mulai lah mereka mengenang masa -masa perkawanan mereka. Seperti Ben pernah kencing dicelana karena dikejar-kejar anjing Si Berta. Coki yang pernah kena siram kotoran manusia, karena sedang berada dibelakang mobil sedot tinja.
"Akh...!!! Entahlah Ben. Uda lama betol kita bekawan ya"
"Lama kalipun"
"Apa yang gak kau suka dari aku"
"Tak ada...aku suka semuanya"
"Ben...kurasa kita perlu ke psikiater"
"Ngapain"
"Jangan-jangan kau suka sama aku"
"Aish, Cok. Sikitpun tampang kau yang macam badak tekincit gitu manalah aku tertarik. Ayu, kau taulah masih dia yang kuincar. Eh...cemana si putri?"
"Hah!!!"
"Si putri, kau cemana sama dia?"
"Alah....putri itu cuma sebagai penyemangat aku aja Ben. Tak tepikir pulak aku buat pacaran sama dia. Kurasapun tak mau dia sama aku"
"Kenapa gitu?"
"Biarlah kaya' gitu dulu. Kau juga tak usahlah kau pacaran-pacaran. Si Ayu itu buat penyemangat aja kesekolah. Ada yang kotengok-tengok aja"
"Haahhahah....iya. Ngerti aku"
"Ingat kata wak mail. Niat utama sekolah adalah belajar biar sukses"
"Hahaahhahaha....iya ingat aku"
Kembali mereka berdua memandang langit yang berbintang. Menerawang entah kemana pandangan itu sebenarnya. Memikirkan cita-cita mereka, mungkinkah tercapai. Ben mulai memikirkan nasib Bang Den yang kerjanya setiap hari hanya dikamar dengan puisi-puisi tak jelasnya. Coki juga sedang berpikir bagaimana bisa mengembalikan senyum ibunya.
Dua anak remaja yang mungkin masa pubernya dihabiskan untuk hal yang berbeda dengan anak-anak remaja lainnya. Yang biasanya dimasa puber mereka ingin mencoba hal-hal yang merusak diri mereka sendiri, seperti.merokok, minum-minuman keras bahkan termasuk narkoba.
"Kau ingat ga Ben, waktu kita ditawarin sama abangnya Junet buat kumpul dimarkasnya orang itu"
"Hah!!! Kenapa rupanya?"
"Untung aja kita gak kesana ya waktu itu. Kaloklah kita kesana. Udah dipenjaralah kita"
"Iya, Cok. Ish....untung ajalah kita masih sayang orang tua"
"Ho oh..."
"Itu kan gara-gara kau juga, Cok"
"Kok aku pulak"
"Kaunya betingkah. Entah apalah kau mau bekawan sama si Junet"
"Aikh....ya gara-gara kau jugaknya. Suruh sapa kau merajok. Maa ada kawanku, ya junet pulak yang mau bekawan samaku"
"Merajok kenapa aku waktu itu ya?"
"Iya gara-gara aku ga mau ngawanin kau liat kibot yang ada mak lampirnya"
"Hahahahhahahha....iya...iya!"
Mereka kembali tertawa mengenang hal-hal lucu seperti itu. Persahabatan itu penting. Karena akan lebih menyenangkan jika ada seseorang yang paham betul tentang diri kita. Paham betul dengan keadaan kita. Paham betul tentang selera kita. Saling mengisi satu sama lain. Membawa kemanfaatan yang baik. Ada yang mengajak untuk selalu bersama. Itulah perahabatan.
"Pengen aku kita bisa bekawan selamanya Cok"
"Aku jugak Ben"
Malam yang berbintang....

Minggu, 06 September 2015

Puisi Kamu

Aku tahu kamu kesepian
Karena dikeramaianpun kamu masih merasa sendiri
Aku tahu kamu bingung
Karena dijalan yang luruspun kamu masih merasa harus berbelok
Aku tahu kamu butuh teman
Karena diantara mereka tak ada yang paham tentang mu
Aku tahu kamu rindu
Karena dihatimu masih ada sebuah celah yang harusnya terisi
Aku tahu kamu terasa hampa
Karena orang yang mengertimu mulai menjauh
Aku tahu kamu ingin bilang
Karena tingkahmu yang memberitahukan itu semua
Tapi, apakah kamu tahu?
Ada seseorang yang diam-diam memperhatikanmu
Diam-diam mendoakanmu
Diam-diam khawatirkanmu
Diam-diam mencoba melupakanmu
semua itu
Hanyalah alasan klise untuk tetap bisa bersamamu
Alasan diam itulah yang membuat bisa terus bertahan sampai sekarang
Mungkin
Mungkin saja
Malaikat sudah mulai merasa ingin terbang kelangit
Untuk menyampaikan apa yang aku harapkan
Cobalah
Cobalah untuk tetap dikoridor itu
Dijalan yang direstui Tuhan kita
Jika kau merasa ingin cerita
Ceritalah
Telinga ini siap mendengarkan segalanya
Jika kau merasa ingin bersandar
Bersandarlah
Karena sujudmu memberikan kekuatan besar di hidupmu
Jika ingin sebuah keyakinan
Beryakinlah
Karena setiap doa-doa yang kau lantunkan langit pasti mendengarnya
Tak ada kutipan yang bisa membuatmu bangkit selain dirimu sendiri
Dan aku hanya bisa memandangmu dari sebuah jendela yang kamu sendiri tidak tahu dimana jendela itu berada
Selalu dan selalu
Tetap dan tetap
Ada bersama mimpi dan harapanmu
Kembalilah
Jika kakimu sudah merasa lelah untuk berjalan
Datanglah
Jika apa yang kau rasakan itu sudah pasti
Aku akan selalu disampingmu sebagai bayangan yang menghiburmu

Senin, 31 Agustus 2015

Serial Ben dan coki - Petugas upacara -

Sambil berlari Ben menyusul Coki yang sudah hampir sampai kegerbang sekolah.
"Kenapa kau lari-lari?" Tanya Ben, yang ngos-ngosan kehabisan nafas.
"Aku hari ini baca undang-undang dasar. Kau tau kan itu penting kali kurasa" jawab Coki yang merapikan topi yang baru saja dicucinya hari minggu.
"Hahahaha...sok ganteng kau. Cuma baca undang-undangnya" Ben menepuk pundak Coki.
"Ish...itulah kau. Nanti kau bakalan merasa keren kalau kau jadi petugas upacara"
"Hahahaha....kelas kami uda minggu semalam. Tapi, aku cuma kena jadi petugas di ketua barisan aja"
"Ih...itu juga keren, Ben. Dengan membusungkan dada. Seolah-olah tentara yang hendak maju kemedan juang"
"Lebay, kau. Okelah. Nanti tempar wak Mail. Jangan lupa, kau ceritakan hasil pembacaan UUDnya"
"Oke!!"
Mereka berpisah digerbang sekolah Coki. Ben yang sangat ingin mendengar cerita sahabat karibnya itu. Karena dari sekolah dasar sampai SMP, Coki tidak pernah kebagian menjadi petugas upacara. Hanya karena dia selalu ketinggalan mengikuti upacara. Pernahpun ditunjuk menjadi petugas, Coki tak datang tepat waktu hingga membuat kesal teman sekelasnya. Tapi, kali ini sepertinya ada sesuatu yang beda dari Coki. Mungkinkah ada sesuatu dibalik semangatnya Coki menjadi petugas Upacara.
"Jadi, apalah motivasi kau jadi pembaca undang-undang?"
"Maksud kau apa, Ben. Gagal paham aku?"
"Iya, kok mau-maunya kau jadi petugas upacara. Biasanya gak mau kau".
"Hahaha...kenapa rupanya?"
"Kebiasaan kau. Ditanyak malah balik tanya. Aku uda kenal kau dari kecil. Pasti ada sesutu dibalik ini semua"
"Hahaha...tau aja kau ya. Mau tau kau??? Seseorang yang membaca janji siswalah yang buat aku mau membaca Undang-undang dasar"
"Siapa rupanya?" Tanya Ben penasaran.
"Putri" Coki menaik-naikkan alisnya semangat.
"Alahmakjang" Ben menepuk jidatnya
"Hahahaha....gerogi kali aku tadi. Banyak yang salah tadi aku bacanya"
Seluruh siswa sudah baris dengan rapi. Sang pembaca tata tertib upacara sudah memulai membaca butir pertama. Suasana hening tenang. Namun, lain halnya dengan Coki. Badannya panas dingin. Ini untuk kali pertamanya Coki menjadi bagian petugas upacara. Hanya karena seseorang yang membaca Janji siswa.
"Kamu sakit ya?" Bisik Putri yang melihat keringat Coki yang bercucuran seperti air terjun.
"Eh...gak kok!" Jawab Coki yang mencoba untuk tidak terlihat gerogi.
"Kamu gerogi, ya?"
"Eh...ga kok" Coki mengusap keringat yang bercucuran di dahinya.
"Hehehe...tenang aja. Jangan takut, ntar bacanya salah-salah loh. Tenang aja, ada aku disini" sebuah senyuman manis yang berlesung pipi itu tersembul dari wajahnya.
"Iya..." Coki mencoba untuk tidak gerogi.
Tapi, ternyata senyuman yang berlesung pipu itu tidak membuat Coki merasa tenang. Bahkan pada alenia pertama Coki sudah mulai tidak karuan membaca. Pembina upacara mulai risik mendengarkan kalimat yang tidak jelas Coki. Yang akhirnya Coki kena imbas dipanggil keruang guru.
"Kau bisa baca tidak?" Tanya pembina upacara tadi
"Bisa, Pak"
"Jadi kenapa pulak tadi membacanya kaya' orang mau mati!!!"
"Iya, pak. Namanya gerogi"
"Tak ada alasan gerogi itu. Macam baru pertama kali aja kau jadi petugas upacara"
"Ini yang pertama pak"
"Akh...yang parahan lah itu"
Wak Mail dan Ben yang menyimak cerita Coki. Tertawa terbaha-bahak. Wak Mail sengaja menghentikan menggoreng hanya untuk mendengarkan cerita sebagai petugas upacara yang pertama kali.
"Kaulah pulak gitu ajapub grogi"
"Kau kira, aku macam kau. Kok kau iyalah, udah biasa kedepan umum"
"Langsung gitu kau. Tapi, kan putri udah ngasi kata-kata mujarab. 'Tenang ada aku disini'. Apa gak paten kali itu"
"Hahahaha.....gak ngaruh"
Suasana hari yang bahagia. Tugas Coki selesai dengan mendapatkan senyuman termanis putri dan omelan yang guru pembina upacara. Tak masalah itu semua, asalkan kau mau mencoba. Salah itu biasa, yang salah ada yang tidak pernah mencoba sama sekali. Itu semua latihan untuk menumbuhkan percaya diri dan keberanian. Apapun yang ditugaskan haruslah dikerjakan sebagai rasa tanggung jawab. Bukan harus takut. Walaupun tidak ada yang memotivasi tapu, timbulkanlah sendiri rasa itu didalam diri sendiri.

Minggu, 30 Agustus 2015

Sorry, this is my fault

Sorry....
ini semua salahku
Membuatmu merasa nyaman kepadaku
Sorry...
Atas kenyamanan yang kuberikan
Yang ternyata berimbas kepada perasaanku
Sorry....
Aku yang telah membuat kesalahan yang terbesar
Sorry...
Yang akhirnya aku juga yang merasa tersakiti...
Sorry.... ^^

Kamis, 27 Agustus 2015

Serial Ben dan Coki - ketua OSIS dan Drama Teater -

"Selamat ya , Ben sudah terpilih menjadi Ketua OSIS yang baru" Ucap salah satu anggota OSIS yang terpilih untuk tahun ajaran ini.
"Makasi, ya" sambut Ben.
"Selamat, ya" sebuah uluran tangan mengarah ke Ben. Dengan sebuah senyuman manis.
"Makasi ya, Yu. Mohon kerja samanya" kata Ben yang juga memberikan senyuman ke sekretaris OSIS itu.
"Iya" Ayu mengangguk tersipu malu.
Terasa berbeda dengan Ayu yang pertama kali Ben jumpai ketika kepergok berduan dengan kakak kelas di gudang olah raga pada saat hari-hari masa orentasi siswa baru. Ayu terlihat lebih segar hari-hari ini. Dan dia mulai banyak teman. Ben juga senang akhirnya bisa berbincang-bincang dengan Ayu disekolah.
"Gimana, Cok. Mau ikutan Club Teater ga?" Tanya putri yang mendekati meja Coki.
"Hm...kapan latihannya?"
"Hari jum'at dan sabtu setelah pulang sekolah"
"Bukannya aku gak mau. Aku permisi dulu sama mamakku. Soalnya aku bantu mamakku buat batu bata dirumah setelah pulang sekolah"
"Oh...gitu. Pantesan aja"
"Pantesan kenapa?"
"Gak apa-apa!!" Putri tersenyum kearah Coki yang membuat Coki jadi salah tingkah.
"Hehehe"
"Pokoknya Club pengen kamu ikut gabung loh" Putri mengerlingkan matanya. Dan itu membuat jantung Coki mau copot rasanya.
Angin siang ini berhembus lembut. Bahkan dedaunan yang bergerak kesana kemari enggan untuk menjatuhkan dirinya. Suasana lembut seperti ini sangat jarang sekali ditemui di musim kemarau ini.
"Akkkkhhhh...kurasa indah kali dunia ini, Cok" kata Ben yang menelan sebiji kacang atom
"Kurasa iya, Ben" kata Coki meraih segelas teh manis dingin pesanannya.
"Aku terpilih pulak jadi ketua OSIS"
"Umaaaak...betolnya cakap kau tu,Ben"
"Iya...tadi aku dilantik jadi ketua OSIS"
"Kok bisa pulak kau yang terpilih"
"Mana tau aku. Kami disuruh ngerjain soal psikotes. Terus disuruh menggambar. Uda gitu diwawancarai. Uda gitu disuruh lari. Uda gitu disuruh buat cerita mengenai sekolah yang diidamkan"
"Terus"
"Diantara 500 siswa aku urutan ke 5"
"Terus"
"Dari 5 besar itu, ada tes lagi. Berbicara didepan siswa-siswa yang lainnya"
"Terus"
"Ya, disuruh nyari tema yang cocok untuk sekolah"
"Tema kau apa?"
"Aku buat kebersihan dan disiplin"
"Apalah yang kau cakapkan didepan orang itu"
"Haahahah....ya banyaklah"
"Asal kau tak berjanji aja orang itu"
"Tak ada janji di dalam pidato tadi. Takot aku ingkar. Bedosa itu, udahlah banyak dosaku makin pulak betambah"
"Hahahahhaha...kaya' nya kau semangat kali jadi ketua OSIS. Bisa sampe ke 5 besar"
"Karena ada Ayu, yang rupanya dia masuk jadi sekretaris OSIS"
"Umakjang...lengkap betollah bahagia kau tu ya"
"Hehehehe....eh....jadi cemana ikutnya kau club teaternya si putri"
"Nantilah, kutanyak dulu mamakku. Takotnya gak dikasi pulak aku"
"Iyalah...kau tanyakkam itu"
"Yoi....men!!!"
Wak Mail, keluar dari pintu warungnya. Dengan wajah sedikit lesu Wak Mail.meneruskan gorengannya.
"Kenapa, wak? Kutengok muakak uwak uda macam mau kebelet boker"
"Akh...kau ini. Inilah akibat tak kosentrasi itu. Bisa pulak kenak minyak panas tangan istriku. Akh....jadi pening kepalaku. Siapalah yang mau mengerjakan semuanya ini. Mencuci, menggosok....halah....buat makin runyam aja"
"Hahahahha...tak usah mengeluh wak. Kerjakan semua, beresnya itu"
"Mulai bijak kelen ya"
"Hahhahaha...namanya beguru sama uwak"