Jumat, 02 Oktober 2015

Hard Heart

"Apa yang kau lakukan, Fin?" Tanyaku terheran melihat Fina sudah menangis di hadapanku.
"Tyan, ada apa dengannya? Aku pusing dibuatnya?"Fina masih terisak sedih.
"Ada apa? Apa yang terjadi pada Tyan" aku bertanya heran. Ada apa dengan hubungan mereka. Tanyaku dalam hati.
"Tyan, tidak pulang kerumah sudah 2 minggu. Tidak ada kabar" keluh Fina yang menghentikan tangisnya.
"Apa kalian bertengkar?"
"Tidak!"
"Lalu?"
"Aku tidak tahu, aku betul-betul tidak memahaminya. Padahal dia sudah menjadi suamiku. Aku heran!"
"Ya...setidaknya ada pemicu permasalahan kalian ini?"
"Aku tidak tahu, Vi. Makanya aku bertanya padamu. Kau yang lebih memahaminya"
Aku terkejut ketika Fini mengatakan hal itu. Benar sekali, akulah satu-satunya wanita yang memahaminya. Yang mengerti keadaannya. Tapi, mengapa Tyan tidak memilihku sebagai istrinya. Mulai terasa sesak didada. Ada sesal. Tidak.
Ini hanya mengingatkanku pada musim panas setahun yang lalu. Ketika aku masih dekat dengan Tyan. Kami bersahabat lama. Tidak ada ikatan khusus diantara kami. Yang aku tahu ketika Tyan ada masalah aku selalu ada untuknya. Ketika Tyan merengek karena urusan pekerjaannya aku selalu siap untuk menghiburnya. Jalinan itu sudah terhubung cukup lama sekali, sekitar 7 tahun. Aku sempat menganggap perasaan ini adalah cinta. Tapi, ternyata ini sebatas rasa sayang.
"Kau janji tidak akan meninggalkanku?" Tanya Tyan kepada pada suatu malam yang berbintang.
"Ya..aku janji tidak akan meninggalkanmu selamanya" aku menjawab dengan rasa yang berbeda.
Apakah ini sebuah janji diantara seorang sahabat atau lebih dari itu. Akupun tak tahu.
Setelah malam perjanjian itu, aku semakin dekat dengan Tyan. Bahkan banyak menyangka kami ini sepasang kekasih. Tyan, selalu saja menolak keras dengan sangkaan orang-orang itu.
"Aku hanya sahabatnya, kami tidak sepasang kekasih" selalu kalimat itu yang keluar dari dalam mulutnya. Aku hanya cukup diam. Tak banyak bicara. Karena aku takut salah dalam berucap.
Ya...malam yang panjang itu dimusim panas. Tyan mengajakku jalan-jalan ke sebuah kafe ditepi sungai. Malam yang berangin. Suasana romantis. Menurutku. Tapi, malam itu sebagai penentu kemana arah jalan hubungan kami ini.
"Ada yang mau aku katakan!"
"Apa itu?" Firasatku tak enak, namun aku mencoba untuk tetap tenang.
"Aku bingung dengan perasaanku!"
"Ada apa?"
"Aku bingung harus menempatkan dirimu dimana. Saat ini aku sedang dekat dengan seorang wanita"
Hancur, berkeping-keping. Ini untuk pertama kalinya Tyan jujur atas perasaannya.
"Terus masalahnya dimana?"
"Aku...aku bingung menempatkanmu dimana?"
"Kenapa harus bingung. Aku ini sahabatmu yang sudah berjanji tidak akan meninggalkanmu. Aku bukan seorang peningkar" walaupun aku tahu hal ini pasti akan terjadi lambat laun. Tyan akan meninggalkanku. Tapi, aku sudah berjanji tidak akan meninggalkannya.
"Aku masih bingung!" Tyan benar-benar seperti orang frustasi.
"Pergilah, temui wanita itu. Katakan padanya. Hanya dialah yang dihatimu. Tak perlu ka khawatirkan perasaanku, aku tahu itu yang kau bingungkan. Kau takut membuat aku kecewa dan sakit hati. Tyan, aku benar-benar memahimu. Tapi, kau tak pernah memahamiku. Maka pergilah, aku akan baik-baik saja" aku mencoba untuk menegarkan diriku sendiri. Aku tak ingin Tyan tahu betapa hancurnya perasaanku saat itu.
Angin berhembus pelan, Fini masih menangis dihadapanku, tapi isakannya telah berhenti. Apa yang harus aku lakukan terhadap istri orang yang aku sayangi ini. Apakah aku harus ikut campur dalam hal ini.
"Vi, mengapa Tyan tidak menikahimu saja. Aku terkadang iri melihatmu yang bisa memahaminya" pertanyaan Fini membuat dadaku panas.
"Apa yang kau bicarakan?Aku pun tidak akan mau menerima pria pengecut seperti dia. Pria yang hanya bisa bersembunyi ketika masalah datang. Pria pemalas. Pria yang tidak memiliki ambisi. Dia bukan tipe suami yang aku impikan" aku berbohong. Jelas sekali aku berbohong untuk menutupi betapa aku sebenarnya ingin sekali menghabiskan hidupku bersamanya.
"Kau tahu sekali bagaimana kelemahannya" Fini menuntaskan airmatanya.
"Sudahlah. Pulang sana. Aku akan mencoba menelponnya. Jika aku berhasil menemukannya. Aku akan segera menghubungimu"
"Terima Kasih"
Wanita itu baik sekali. Dia percaya sepenuhnya pada Tyan. Bahkan wanita itu selalu bercerita apa yang dilakukan Tyan terhadapnya. Apapun itu. Aku tidak pernah berpikir bahwa wanita itu hanya akan membuat aku cemburu. Awalnya aku merasa begitu. Tapi, pada akhirnya aku merasa wanita itu butuh aku juga. Seseorang yang sangat memahami suaminya.
Aku mencoba menelpon Tyan, tidak ada jawaban. Mungkin dia memang ingin sendiri. Setidaknya aku tahu dimana tempat persembunyiannya ketika terjadi masalah.
"Pulanglah, Fini menangis tadi. Gila saja kau, sudah 2 minggu tak pulang-pulang. Apa kalian ada masalah?. Ceritalah"
"Hubunganku baik-baik saja. Tidak ada masalah" jawab Tyan enteng.
"Kau boleh saja membohongi istrimu bahkan teman-temanmu yang lain. Tapi, aku. Masih mampu kau membohongiku"
"Hahahahahahahaha...." Tyan tertawa. Jelas sekali tawa itu yang aku rindukan. Tawa yang sudah hilang setahun lalu.
"Kenapa kau tertawa?"
"Entahlah. Rasanya jika aku berada didekatmu, tak ada yang bisa aku sembunyikan. Jikapun ada, kau langsung tahu"
"Sudahlah, sepertinya kau menyesal tidak memilihku?"
"Hahahahaha...." kembali Tyan tertawa.
"Pulang sana. Aku kasian liat Fini. Cintailah dia. Tak pantas wanita baik seperti dia kau tinggalkan. Dia itu rapuh. Tidak sepertiku" aku berbohong lagi. Mencoba membela diri agar aku tidak begitu kehilangannya. Namun, pada kenyataannya akulah wanita yang paling rapuh itu. Terisak sedih setiap malam. Tak ada yang mendengarnya, hanya hampa.
"Hm...itulah alasannya mengapa aku tak memilihmu. Kau pasti mampu bertahan hidup tanpaku, sedangkan Fini tidak akan hidup tanpaku"
"Bodoh!!! Jangan sok tahu. Pulanglah!!!"
Tyan, tahu apa dia tentang perasaanku. Aku hanya tak ingin membebani hidupnya. Mencoba untuk tegar dan kuat. Agar Tyan tidak mengkhawatirkanku. Ternyata, dia salah mengartikan ketegaranku. Dia anggap aku ini wanita super yang selalu bahagia tanpanya. Padahal, jika dia tahu betapa rapuhnya aku. Betapa ingin sekali aku katakan. Aku butuh dia. Percuma. Itu hal yang sangat sia-sia untuk saat ini.
Seharusnya aku tahu, dimana posisi Tyan berada. Dia tetap diposisi terdalam dihatiku, tak akan terganti. Jikapun ada yang masuk, maka posisi Tyan tidak akan berubah. Aku akan tetap memahaminya. Selalu ada untuknya. Karena aku sayang kepadanya.
"Vi...aku bicara denganmu!" Pinta Fina