Kamis, 24 Januari 2013

Istikharah Sora

Sora masih bingung atas perasaannya sendiri. bagaimana tidak bungung atas tudingan teman-temanya, bahwa seorang dari temannya menyukainya. Sebenarnya Sora juga merasa tak enak hati. Dia yang di sebut-sebut ternyata seolah-olah sedang mempermainkan hatinya. Sora ingin bercerita kepada seseorang tentang kegelisahannya malam ini.Seoarang sahabat yang dikenalnya yang bisa diajak sharing.bertanya pada Ebert, salah satu sahabat yang bisa di percaya."bert...aku bingung"keluh Sora pada inbox Facebook Ebert."bingung kenapa?"Tanya Ebert membalas inbox Sora."haruskah aku menunggu lelaki pengecut itu?""halah...masalah itu lagi. aku sarankan tunggu namun tetap buka mata""buka mata???""iya...buka mata. aku sarankan untuk buka matamu lihat juga disekitar jangan terfokus dengan yang satu belum pasti""aku ngerasa gak enak aja kalau menerima yang lain""kalau memang belum jelas. Lebih baik menerima yang lain daripada harus menanti""gak enak tao!!!""kamu merasa gak enak. tapi dia enjoy aja kan. memangnya dia tau kalau kamu merasa gak enak??""sepertinya gak tau, bert""ok...kalau kamu menunggu harus siap akan konsekuensinya. kalau kamu lepaskan harus siap akan resikonya""sama-sama gak enak solusinya,bert"Sora dalam hati masih ragu. Ragu atas jawaban Ebert. Sedang asyik mengobrol dengan Ebert matanya mulai mengantuk. tertidur sejenak.Dalam mimpi yang kelihatan nyata. Sora sedang dikejar-kejar seekor ular besar. Sora berteriak sekeras-kerasnya. Namun, tak ada mendengar seorangpun. Sampai pada akhirnya seekor anjing besar cokelat datang menghampiri Sora dan mencoba menjauhkan Sora dari ular besar itu. Tangan Sora di gigit kuat oleh anjing itu. Sora menjerit kesakitan dan terbangun dari tidurnya. Dilihat jam pukul 3 malam. Sambil mengucapkan istigfar Sora beranjak kekamar mandi untuk sholat malam. Waktu yang tepat untuk curhat. Selesai sholat malam Sora berniat lagi untuk sholat Istikharah. Perasaannya yang tidak bisa dia sembunyikan dari Tuhannya. Jelas Sora berdoa dalam heningnya malam untuk diberi petunjuk. Atas kegelisahanya hari ini."Ya Allah, cobaan hati ini lagi yang Engkau berikan pada hambaMu yang jelas-jelas hamba tak sanggup menyikapinya. Ya Allah...berikan petunjuk terbaik atas kegelisahan hati hamba ini"tak terlalu panjang doa yang Sora pinta. cukup melalui hati ke hati saja yang tahu. Sehabis membaca Qur'an. Mata Sora terlelap masih dalam keadaan bermukena diatas sajadah. Cuaca indah pagi itu, tersontak Sora terbangun. Subuh...ya sudah subuh bahkan diambang akhir subuh. Bergegas kekamar mandi dan berwudhu. Dalam sholat yang sebenarnya setengah khusyu itu Sora terlintas mimpi setelah Istikharah itu. Wajah yang tak asing lagi terlintas dalam mimpi itu. Sesekali Sora beristigfar mengkhusyukkan sholatnya. Mencoba menangkis pikiran mimpi itu. Selesai sholat, Sora menyibukkan diri membereskan kamar kosnya dan membeli sarapan ke warung bubur ayam.Pikiran Sora jelas-jelas melayang ke dalam mimpi setelah sholat istikharah itu. apakah itu petunjuk atau sekedar penggoda iman agar Sora lalai. Kerjapun Sora tak menentu. Lalu melintas lagi mimpi dan sebuah wajah dalam mimpi. Sora membuka facebook dan melihat 1 inbox belum terbaca, ternyata dari Ebert teman maya Sora yang sudah kenal lama dan Sora menganggapnya seperti abangnya sendiri."coba kamu curhat dengan Allah, Ra. Insyaallah Allah memberi petunjuk"saran Ebert."aku uda curhat tadi malam, bert" sambil menceritakan kejadian mimpi sebelum sholat dan setelah sholat istikharah."kamu baru sekali mimpi itu kan. coba lebih khusyu lagi sholatnya. coba lebih fokus lagi" saran Ebert."insyaallah kalau aku terbangun lagi ntar malam"Sora masih berpikir tentang arti mimpinya tadi malam. Dia berharap ada seorang yang mampu menafsirkan mimpi Sora. Dan sebuah getaran handphone membuyarkan khayalnya. Sebuah nomor baru yang jelas nomor itu berasal dari sebuah teman di facebook. Karena dia mengirimkan ke nomor handphone Sora yang tertera di facebook. Hanya misscall geram Sora. Tak selang beberapa detik handphone bergetar pendek menandakan sms masuk. Sora membuka inbox handphonenya." hai...boleh kenal kamu lebih jauh gak?" Sora kaget dengan mata terbelalak membaca sms dari orang asing itu."maaf ini siapa?" tanya Sora sedikit aneh."ini Pino. Teman facebook kamu""nama akun facebooknya apa?""pentolan bakso"Sora mencoba mengingat dan berusaha mencari tau apakah ada akun pentolan bakso. Ternyata ada, dia yang mau dikenalkan teman Sora untuk PDKT. Sora tak membalas lagi sms dari Pino. Kepala Sora dipenuhi pikiran bercabang-cabang. Kerjaan dan soal mimpi tadi malam dan masalah baru lagi Pino.Sora yakin ini pasti berlalu cepat,seiring waktu dan Sora bisa melupakan dan menyelesaikannya.Malam ini sepi sekali. Hanya suara musik jepang yang menemani Sora malam itu sebelum ada masuk chat message facebook dari wajahnya yang muncul dalam mimpi Sora."malam ra" sapanya basa basi"malam""udah makan belom?""udah. kalau kamu?""udah juga. ini baru selesai""lagi paen?""lagi suntuk"mengobrol panjang dengannya hati Sora merasa senang. Dan sesekali Sora tersenyum-senyum sendiri. Apakah ini rasanya jatuh cinta? Sora berpikir panjang. Kapan terakhir kalinya dia merasakan hal yang seperti hari ini. Ketika SMA dulu. Diam-diam menahan rasa yang tak tersampaikan. Apakah kali ini akan sama dengan yang lalu. Sora kembali bingung atas keadaan perasaannya sekarang.Kembali terlelap setelah mengobrol panjang dengan wajahnya yang ada di mimpi Sora. Banyak anjing besar menghampiri Sora. Rasa ketakutan sampai keringat dingin membasahi seluruh tubuh Sora. Ingin berlari namun tidak tahu kemana arah yang aman dari kejaran anjing-anjing besar itu. sampai sebuah mobil datang menghampiri Sora. Dan membawa Sora berlalu dari kerumunan anjing-anjing besar itu. Seekor anjing putih yang berada dibangku belakang mobil menjilati tangan Sora. Terhenyak Sora kaget dan merasa jijik ketika anjing itu menjilati tangannya. Lalu sampai di sebuah rumah toko dipinggir jalan.Mobil yang Sora tumpangin berhenti dan sopirnyapun turun. Sora juga turun dari mobil diikuti oleh anjing kecil itu mencoba memaksa Sora untuk menggendongnya. Karena jijik Sora mengabaikan anjig putih itu. Namun anjing putih itu tetap berusaha ingin digendong Sora. Sora tetap menolaknya. Dan seekor anjing cokelat besar menghampiri anjing putih itu dan mengusirnya. Sora terbangun dari mimpi panjang itu. Dan tubuhnya basah oleh peluh. Kembali Sora bersholat malam dan Istikharah. Seperti malam kemarin Sora tertidur selesai membaca Qur'an. Dan mimpi yang sama lagi. Suasana yang sama dan wajah yang sama. Membuat Sora terhenyak dalam kesiangan subuh. Dan doa kali ini."Ya Allah...hamba tak mampu menafsirkan sebuah mimpi. Hamba juga tidak mengerti dari sebuah makna mimpi. Ya Allah mengapa Engkau kirimkan mimpi yang sama pada hamba yang jelas-jelas gamba tidak memahaminya. Ya Allah apakah mimpi tadi sebagai petunjuk atau hanya sekedar bunga tidur"Hari-hari dijalani Sora seperti biasa juga. Bekerja dan melakukan aktipitas lainnya. Mencoba melupakan tiap jengkal mimpi setelah istikharah. Mencoba tidak menerka-nerka mimpi yang membuat Sora bingung. Pino, pria itu masih berusaha mendekati Sora. Namun, Sora selalu terbayang dan mencoba menyakinkan diri bahwa mimpi itu petunjuk. Sora mengundurkan diri dari Pino dan memperjelas keadaan mengapa Sora tak ingin berkenalan lebih jauh dengan Pino. Dan banyak hal yang Sora tidak sukai dari Pino setelah mengobrol-ngobrol dengannya. Sora mulai terfokus pada mimpinya. Dan wajahnya yang hadir dalam mimpinya dua kali berurut itu sepertinya menaruh harapan pada Sora. Dan ini semakin membuat Sora kelimpungan. Apakah dia yang hadir dalam mimpi setelah istikharahku merupakan jawaban kebingungan Sora?. Dan Sora menetapkan bahwa mimpi itu petunjuk untuknya menunggu wajah yang hadir setelah istikharah."Ya Allah...Jika memang dia yang terbaik yang Engkau beri sebagai orang yang terakhir bagiku. Maka biarkanlah dia tetap berada dalam harapku dan nyataku. Ya Allah...berikan keberanian kepadanya untuk menyatakan apa yang dia rasakan. Apapun itu yang dia rasakan adalah hal yang terbaik buatku. Aamiin"bert....aku udah gak tahan lagi ni :("keluh Sora di inbox Ebert.Sora menunggu lama balasan dari Ebert. Sora yang tidak sabaran langsung meng-log out-kan akun facebooknya dengan sedikit kecewa. Dengan tampang masih manyun Sora membantingkan badan ke kasur empuknya. Betapa sepinya ini malam. Tak ada teman yang bisa di ajak ngobrol. Sora membuka akun chat facebooknya melalui handphone. Dan Sora melihat akun facebook Pino sedang online. Dalam hati Sora pasti bakalan ngajak ngechat si Pino. Pikiran Sora tepat kali ini. "malam neng...""malam""boleh gak aku dengar suara kamu?" pinta Pino."belom saatnya" jawab Sora malas."oke aku tunggu eah""hm" singkat dan malas.Sora pamit ingin tidur. Setelah seminggu yang lalu Sora mengalami mimpi yang aneh itu. Sora sudah tidak memikirkannya lagi. Biarlah dia menunggu sampai waktu yang tepat Sora akan mendapatkan jawaban tepat.Setelah pamit dari Pino, Sora bingung mau melakukan apa. Semua pekerjaan sudah selesai. Semua kewajiban sudah dikerjakan. Sora melihat nama-nama kontak di handphonenya. Dan melihat nama si wajah yang mampir kemimpinya. Tiba khayalnya memulai untuk membayangkan apakah benar wajah itu menjadi yang terakhir dalam pencariannya. Sedang asik dalam khayal Sora terkejut getaran handphonenya membuyarkan khayalnya. Mata Sora yang awalnya sudah mulai redup, kini terbuka lebar. Melihat tulisan yang tertera di layar handphonenya. Menarik nafasnya dan mencoba tenang dia menjawab sebuah telpon spesial bagi Sora."halo...!" dengan nada lemas."kok halo...assalamualaikum lah""oh..iya. Assalamuaikum" sapa Sora nurut."gitulah..wa'alaikumsalam" balasnya sedikit tertawa kecil."malah ketawa" kesal Sora."lagi ngapain dirimu?""gak lagi ngapa-ngapain"Obrolan ini malam sangat panjang dan terlalu singkat. Obrolan ngalur ngidul. Terkadang tertawa masing-masing dengan lelucon yang sebenarnya tidak terlalu lucu. Curhat masalah kerjaan. Bercerita tentang keadaan masing-masing. Perhatian dan nasehat dari masing-masing. Sungguh lekat dan dekat. Rasa Sora berbunga-bunga. Belum pernah ada pria yang mau berbagi cerita sepanjang malam ini. Keesokan paginya. Matahari sudah meranjak keatas. Hari ini libur, tidak ada teman untuk di ajak jalan-jalan. Dan Sora menghabiskan waktu hari ini di depan handphonenya berkelana di dunia google dan mendownload lagu-lagu kesukaannya. Tak lupa Sora membuka facebook dan melihat 1 inbox yang belum terbaca. Dari Ebert yang baru membalas beberapa j lalu."sekarang kamu sedang di uji kesabarannya. sampai kapan kamu akan bersabar menanti jawaban dari mimpi itu""jadi aku harus diam gitu" balas Sora.Kali ini Sora tak perlu menunggu lama. Kebetulan Ebert sedang online."ingat harga sebuah wanita itu dari rasa malunya. Semakin dia merasa malu maka semakin tinggi harganya""bert...jadi aku harus diam dan bersabar""yup...kamu cukup diam, rasakan dan tunggu hasilnya dengan sabar""makasi ya bert...kamu emang emakku yang paling baik""sejak kapan aki berubah jadi wanita Ra""hehehe...sejak kenal denganku".Sora tersenyum-senyum sendiri. Atas pendapat Ebert tentang sebuah diam. Kembali dia berdoa dalam hati, apapun hasilnya itulah yabg terbaik. Tak terlalu mengharap pada makhluk yang tak pasti. Sora tetap mengharap apa yang diberikan Sang Khaliklah jalan terbaik. Perhatian wajahnya yang terlintas dalam mimpi itu semakin rutin. Biasanya menelpon sebulan sekali ini menjadi seminggu sekali. Biasanya jarang terlihat di chat facebook sekarang sering online. Selalu menyapa Sora terlebih dahulu. Sering bercanda tentang, walaupun kelihatan sedang berlebihan. "lagi paen, Ra?" sapa wajahnya yang mampir kemimpi malam itu."lagi chating aja" balas sora."itu aja lah kerjaannya tiap hari""jadi mau ngapain lagi?""baca buku gitu"Sora tersenyum-senyum kecil. Rasanya Sora ingin mengatakan bahwa Dia sedang merasakan hal yang sama. Merasakan hal yang berbeda. Merasakan degupan jantung yang lebih kencang ketika berbicara atau sekedar ngobrol melalui online. Sampai pada suatu malam si wajah yang mampir dalam mimpinya mengatakan bahwa dia kangen dengan Sora. Hati Sora, bercampur aduk. Senang, terharu dan merindu. Sora juga ingin mengatakan bahwa dia juga merasakan hal yang sama. Betapa rindunya kepada wajah yang mampir di mimpinya. Namun, Dia masih malu, seperti kata Ebert diam menunjukkan harga seorang wanita. Sora hanya membalas dengan senyuman. Dan selalu mencoba tak percaya bahwa wajahnya yang mampir lewat mimpi merindukannya.Sora berdoa : "Ya Allah...jangan Engkau coba hamba dengan rasa ini. Hamba tidak tahu apakah rasa ini cobaan atau anugerah yang Engkau beri. Hamba memohon padaMu dan berikan petunjukMu.Hamba bingung Ya Allah"Pagi ini, seperti biasa. Angin berhembus pelan menerpa wajah semangatnya Sora yang hendak pergi kerja. Walaupun tak ada yang spesial dari hari ini. Namun, ada sebuah kejutan yang akan menantinya di tempat kerjanya. Dengan sepeda motornya Sora sampai di depan pintu gerbang tempat kerjanya. Sora di sambut oleh Mang Yudi sebagai penjaga kantor. Sora bekerja sebagai seorang staf di dinas sosial di pemerintahan kota. Suasana kantor sudah ramai. Sora termasuk junior dikantor itu. Semua staff senior selalu senang dengannya. Termasuk Bu Helena. Sora sedang berdiri di depan pintu kantor. Bu Helena menghampirinya. "Ra...ibu pengen ngobrol sama mu"pinta bu Helena sambil menarik tangan Sora kedalam bilik kecil."ngobrol apa buk?" tanya Sora heran."adalah...ayo duduk dulu" pinta bu Helen menyuruh Sora duduk di kursi sebelahnya."ada apa sih buk?" Sora makin penasaran."kamu uda punya cowok belum?""hehehe...kenapa ibu tanya itu?" Kata Sora agak kaget."ada ini cowo, usia 30 tahun nyari istri""kalo boleh tau kerjanya apa?""angkatan laut, gimana mau?" tanya bu Helena berapi-api."angkatan laut??"Sora berpikir panjang. Jika Dia menerima dan kemungkinan menikah. Lalu sebulan menikah dan seterusnya Dia pasti akan di tinggal-tinggal terus. Sora hendak menolak tawaran Bu Helena. Namun rasa segan dengan alasan klise itu. Sora hanya belum dapat menjawabnya. Pikiran Sora sekarang melayang pada sosok wajah yang lewat di mimpinya. Apakah dia harus bertanya pendapatnya. Apakah Sora harus menerima angkatan laut itu. Pikiran Sora bercabang-cabang. Tetap menunggu dan menanti seorang itu. Atau melaju ke orang yang baru di kenal. Sora masih bingung. Meminta ke bu Helena untuk menunggu jawaban dari Sora besok. Pekerjaan hari ini tidak berkosentrasi penuh. Masih terpikir oleh pilihan buk Helena atau menunggu jawaban istikharah Sora.Hari berganti malam...Malam ini Sora berniat istikharah lagi. Meminta petunjuk Sang Khalik atas kebingungannya. Sebelum tidur Sora selalu mengonlinekan chat Facebooknya. Dan melihat wajah yang mampir di mimpinya itu sedang online. Lalu wajah yang mampir lewat mimpinya itu menyapanya."kok belum tidur?"tanyanya."belom ngantuk" jawab Sora."uda jam berapa ni?" "iya sebentar lagi"jawab Sora agak malas.Dan Sorapun pamit untuk tidur. Karena memang Sora sudah berniat untuk istikharah lagi ini malam. Seperti biasa dalam istikharah Sora bermunajat :"Ya Allah...hari ini hamba dibingungkan atas sebuah pilihan. Pilihan yang hamba belum mampu memutuskannya sendiri. Hamba meminta pertolongan kepadaMu Ya Allah. Berikanlah petunjuk atas kebingungan hamba ini"Selesai Istikharah, Sora tak lanjut tidur. Dia masih mengusik tawaran bu Helena. Dan sebuah keputusan sudah tekad tidak menerima tawaran bu Helena. Lalu Sorapun tidur. Dan kali ini Sora bermimpi yang sama dengan wajah yang sama, namun ada sosok baru dalam mimpinya. Seorang yang dikenalnya yang merupakan temannya dari wajah yang sudah dua kali mampir dalam mimpinya. Namun wajah temanny itu hilang, dan wajah yang dua kali mampir dalam mimpinya itu terlihat jelas.Sora terbangun, dan terheran. Mengapa setiap kali selesai istikharah wajah yang sama masih muncul dalam mimpinya. Sora juga masih tak percaya, apakah ini sebuah petunjuk atau hanya membuat pikirannya buyar."bangun...pagi2 uda online" sebuah chat message masuk dan handphone Sora berdering."aku uda bangun dari tadi" Sora kaget melihat siapa yang menyapanya sepagi ini."pagi2pun uda online. Ga kerja hari ini?"tanya wajah yang mampir dalam mimpinya."kerja. Ini mau berangkat kerja""oh...hati-hati di jalan ya"Perhatian wajah yang mampir dalam mimpi itu, apakah sebagai basa basi atau sebuah perhatian. Sora terlihat bingung lagi.Sudah hampir 3 bulan Sora dekat dengan wajahnya mampir didalam mimpi Sora. Menelpon dan online bareng di chat facebook atau sekedar mengirim pesan melalui aplikasi chat lainnya. Sangat begitu dekat dan lekat. Mengetahui kebiasaan masing-masing. Namun, Sora mulai resah. Apakah benar wajah yang ada di dalam mimpinya itu benar-benar menaruh hati dan harapan pada Sora. Sora mulai bingung. Apakah wajahnya yang mampir dalam mimpinya itu adalah menganggap Sora adalah sebagai orang yang spesial dihatinya?. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di sekelebat pikiran Sora. Apakah mimpi itu cuma usikan hati yang merindukan seorang yang terakhir dalam menjalani hidup ini. Sora kembali bingung, karena sampai sekarang wajah yang mampir dalam mimpinya itu belum juga menyatakan langsung bahwa dia menyukai Sora. Pemikiran Sora kembali terusik ketika seorang rekan kerjanya menawarkan lagi seorang yang satu profesi dengan Sora. Pria itu mencari pendamping hidup secepatnya. Pria itu hanya butuh 2 bulan berkenalan dan akan melangsukan pernikahannya. Sora sebenarnya tak ingin menolak. Namun, ketika asik mengobrol dengan teman kerjanya itu. Handphone Sora bergetar, tanda pesan singkat masuk. Sora membaca pesan masuk itu. Ternyata sms dari wajah yang hadir dalam mimpi Sora. Rasa kaget Sorapun bangkit, apakah ini kebetulan atau sebuah takdir. Belum sempat Sora membalas sms dari wajah yang hadir dalam mimpinya. Rekan kerjanya bertanya."pacarnya eah?""hah...gak kok"jawab Sora gelagapan."lah...kenapa gitu ekspresinya wajahnya kalau bukan pacar?"ledek rekan kerjanya."teman buk"jawab Sora seadanya."teman apa teman?""hehehe...teman lah buk!" seru Sora makin gelagapan."jadi, gimana tawaran saya tadi?" tanya rekan kerja memastikan."kenalan aja dulu buk" jawab Sora agak ragu.Sora teringat bahwa dia belum membalas sms dari wajah yang hadir dalam mimpinya itu. Sebuah sms keluhan tentang dirinya yang wajahnya hadir dalam mimpi Sora."Ra...aku nelpon dari tadi kok ga bisa eah?"Sora membalas smsnya"bisa kok, ntar aku coba telpon ya""iya"Lalu Sora mencoba menelpon wajah yang hadir dalam mimpinya. Tidak ada tanda bahwa panggilannya telah masuk. Sora juga merasa heran. Lalu Sora meng-sms wajah yang hadir dalam mimpinya."iya kok gak bisa nelpon eah" Sora heran."itulah...kenapa tu?"balas wajah yang hadir dalam mimpi Sora."kurang tau aku. mungkin pengaturannya telepon handphonenya ada yang salah"jelas Sora singkat."betulin ntar eah""iya...insyaallah""gitulah...itu baru kawanku"Sliiiing...angin gurun tiba-tiba menampar hati Sora. Kawan! kata kawan itu sudah memastikan bahwa Sora hanyalah seorang kawan bagi wajah orang yang hadir dalam mimpi Sora. Hati Sora benar-benar terasa tercabik, seolah ada penghianatan dalam situasi ini. Rasanya Sora ingin menangis sekencang-kencangnya. Runtuh semua penantian itu. Runtuh semua hasil menunggu itu. Runtuh semua hasil dari diam itu. Sora antara menyesal dan lega. Tak ada yang tau kecuali Tuhan dan Ebert. Tangan Sora bergetar hebat menahankan rasa saat itu. Wajah yang hadir dalam mimpi Sora itu terngiang-ngiang. Menahan rasa yang begitu beratnya. Dalam hati Sora "Ya Allah...mengapa disaat seperti ini. Mengapa sekarang. rasanya hamba ingin menangis. rasanya hamba benar-benar tidak kuat lagi. Bantu hamba Ya Allah"Sepulang kerja Sora tidak berselara untuk makan. Mau melakukan apa saja juga malas. Berarti rasa yang telah tumbuh ini sepertinya tidak bersambut manis. Sora terombang-ambing dalam rasa kecewa yang dalam. Ingin mencurahkan semuanya dan bercerita. Dengan siapa. Ebert, masih ada Ebert."bert...rasaku tak bersambut"Lama Ebert membalas inbox facebooknya. Sora, Selesai sholat zuhur Sora bergegas makan, namun tak berselera. Lalu Sora mengurungkan niatnya untuk makan. Dan Sorapun tidur, sambil menahan perih rasa yang tak berbalas. Dan telah berprasangka bahwa rasanya itu terbalas.Pukul 4 sore...Sora terbangun dari tidurnya, langsung mandi dan sholat. Dalam akhir sholatnya. Sora curhat pada Allah, meminta diberikan kekuatan dan petunjuk. Ingin menangis sekarang, memohon ampun pada Allah.Selesai semuanya, Sora membuka handphonenya dan melihat sebuah sms masuk. Dari Ebert."setidaknya kamu udah berusaha untuk diam dan bersabar""iya bert, setidaknya aku tahu perasaanya terhadapku""kan kamu pernah bilang kalau buah sabar itu indahkan""iya bert. Hatiku sedikit lega tapi sakit""ingat...perempuan baik dapat yang baik. Berarti dia tidak baik buatmu Sora""hu um bert...makasi ya."Sora agak tenang sekarang. Nafsu makan mulai ada dan semakin lahap. Tak ada beban lagi sekarang. Tak ada yang harus di tunggu lagi sekarang. Sekarang Sora harus bangkit dari penantian semu itu. Sora harus bergerak kedepan. Dan mencoba berkenalan dengan pria siapa saja. Tanpa harus tidak enak hati kepada wajah yang hadir dalam mimpinya. Sora sudah bertekad dalam hati tidak harus mengingtnya dan memberikan perhatian. Walaupun sedikit kecewa setidaknya Sora sudah merasa melakukan yang menurutnya benar. Jika saja Sora mengatakan bahwa dia menyukai wajah yang hadir dalam mimpinya itu, betap malunya Sora.

Sang Pengembara


Seorang pengembara ingin pulang kekampung halamannya untuk bertemu dengan anak dan istrinya. Setelah sekian lama berkelana, akhirnya sang pengembara itu pulang juga. Dalam perjalanan sang pengembara itu dihadapkan beberapa rintangan untuk menuju ke kampung halamannya.
Rintangan yang pertama :
Sang pengembara menemukan jalan pertama menuju kampungnya, namun jalan itu penuh lumpur dan kubangan air dimana-mana. Padahal waktu yang ditempuh untuk menuju kekampung hanya sekitar 2 hari. Karena sang pengembara takut pakaiannya kotor, akhirnya sang pengembara itu menghindari lumpur itu dan mencari jalan lain.
Rintangan yang kedua :
Lalu, sang pengembara menemukan sebuah jalan kekampungnya. Dan kali ini jalan menuju kekampungnya di tumbuhi semak berduri. Padahal hanya butuh 1 hari mencapai kekampungnya. Sang pengembara itu takut dirinya terluka maka dia menghindari jalan itu.
Rintangan yang ke tiga.
Kali ini sang pengembara semakin dekat dengan kampungnya. Jika dia memilih jalan ini maka hanya butuh waktu 5 jam sang pengembara itu sampai di kampungnya. Tetapi jalan yang singkat itu harus melewati hewan buas pemangsa daging manusia. Dan kali ini juga dia harus menghindari jalan karena jika diteruskan dia akan mati di makan hewan-hewan buas itu.
Rintangan yang keempat.
Dan akhirnya sang pengembara mencari jalan yang tidak ada rintangannya. Sang pengembara menemukan sebuah jalan yang menurutnya lurus dan tak ada halangan apapun. Tetapi menuju kekampungnya butuh waktu seminggu lagi. Sang pengembara pun mengikuti jalan tanpa rintangan itu. Selama seminggu perjalanan sampailah pada ujung jalan yang dianggapnya lurus dan aman itu. Tetapi, sebuah jurang besar sedang dihadapinya. Tak ada jalan keluar dari situ. Jika dia berbalik arah maka akan memakan waktu yang lama. Apa yang harus dilakukannya????
SEHARUSNYA APAPUN RINTANGAN YANG ADA TIDAKLAH PERLU DI HINDARI. JIKA KITA SEMAKIN MENGHINDARINYA MAKA KITA AKAN MENEMUKAN MASALAH SEMAKIN BESAR. MAKA HADAPI SAJA MASALAH-MASALAH ITU. ^^
Selamat Bermasalah......

Rabu, 23 Januari 2013

9 jam bersamamu



Tik Tok Tik Tok...
Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi. Mata Gani masih tak mampu juga terpejam. Gani, sibuk membayangkan besok harus pergi dengan Mia untuk mendaftarkan ulang masuk ke perguruan tinggi. Sungguh tak pernah dibayangkan Gani, dia harus pergi bersama seorang yang diam-diam menyukai wanita itu. Gani memang tidak pernah menyatakan perasaannya ke Mia. Gani takut untuk mengungkapkannya. Mia yang begitu sempurna menurutnya. Mia yang cantik dan pintar. Sedangkan Gani yang jelek dan tidak ada sama sekali kelebihan. Itulah alasan mengapa Gani mengurungkan dirinya untuk tetap berdiam diri. Gani akan malu jika ditolak oleh Mia.
Gani, masih membayangkan besok jika berjalan berdua bersama Mia. Apa yang harus dilakukannya, ini pasti akan terasa canggung. Biasanya kalau sedang berkumpul dengan teman-temannya Gani tak merasa canggung harus berbicara dengan Mia. Tapi, kali ini beda Gani harus berdua dengan Mia.
"Akh...kenapa jadi ga bisa tidur begini?" Keluh Gani yang sebenarnua sudah mengantuk namun tak dapat memejamkan matanya.
Krrriiiiinnnngggg!!!!!
Jam weaker di kamar Gani berbunyi nyaring lantang. Membuat telinga Gani berdengung lama. Mata Gani yang masih menyipit memcoba melihat jam. Dengan malas Gani bangkit dari tempat tidurnya dan mengambil handuk hendak mandi. Sebelum keluar kamar, sebuah coretan kecil berbentuk hati tertera pada tanggal hari ini. Dengan sebuah catatan kecil 'ngedate bareng Miaku'. Gani tersenyum kecil dan hatinya mulai berdebar kencang.
"Hm...hari istimewaku" kata Gani, sambil senyum-senyum sendiri menuju kamar mandi. Gani memang benar-benar sedang jatuh hati pada Mia. Merasakan hal-hal yang indah saja. Harus keliatan cakep didepan Mia. Seluruh badan digosok sekuat tenaga, sabun yang biasa cuma pakai seadanya tapi hari ini hampir menghabiskan separuh sabun cair dalam botol kecil itu.
"Mmmm....harum!!!" Seru Gani mencium kulitnya yang harum sabun mandi. Dan tetap juga senyum-senyum sendiri.
Jam sudah menunjukkan pukul 7.30 pagi. Gani sudah berdandan serapi mungkin. Bahkan seganteng mungkin menurutnya. Mia belum juga datang, hati Gani mulai resah. Lalu Gani mengambil handphonenya dan mengirim pesan singkat kepada Mia.
"Jadi, pergi bareng ga, Mi?"
"Jadi, Gan. Ni aku uda uda jalan ke rumahmu" balas Mia.
"Ditunggu...!!!" balas Gani semakin deg-degan.
10 menit berlalu, dan Miapun telah sampai didepan rumah Gani. Mia berdandan biasa saja. Memakai celana jeans dan kemeja pink serta kerudung putih. Gaya simple Mia yang membuat Gani menyukai wanita itu. Dengan senyum sumringahnya Gani menyambut Mia yang sudah berdiri didepan pintu rumahnya. Mia sampai kaget melihat Gani terburu-buru membuka pintunya. Karena memang Mialah yang ditunggu-tunggunya dari tadi.
"Yuk...!" Ajak Mia.
"Ayuk...." Balas Gani.
Diam, hanya terdiam. Gani tak mampu berkata apa-apa lagi saat ini. Bibirnya kelu, percakapan yang sudah dipersiapkanpun dengan rinci buyar seketika. Betapa berantakannya hari itu. Sambil menunggu angkot, Gani hanya bisa menatap Mia dari samping. Tubuh kurus Mia yang ditatapnya membuat Gani panas dingin. Gani hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak ada ketombe atau kutunya bahkan sekedar gatal. Angkot yang ditunggu-tunggupun datang. Gani mempersilahkan Mia untuk naik terlebih dahulu. Hanya ada bangku dekat jendela dan itu sisa untuk dua orang. Terasa kebetulan sekali, semakin membuat hati Gani tak tenang, keringatpun bercucuran, bukan karena panas tapi karena tidak sanggup harus duduk berdekatan dengan Mia.
"Kamu dapat buku seperti ini, Gan?" Tanya Mia membuka pembicaraan.
"Da..paat" jawab Gani agak tergagap. Dengan menarik nafas panjang Gani menenangkan dirinya yang gugup.
"Liat donk?" Pinta Mia.
"Ni.." Kata Gani, sambil mengeluarkan buku yang dimaksud.
Lalu, terdiam lagi. Seperti hal yang tadi, cuma terdiam dan sangat garing. Sepanjang perjalanan hanya diam dan bingung harus berbicara apa.
'Goblok...goblok....ada kesempatan untuk ungkapin persaanpun ga bisa juga ni bibir gerak' gumam Gani dalam hati.
Lalu, datang penumpang yang agak gemuk dan membuat duduk mereka semakin rapat dan tanpa batas.
"Sempit eah..."Bisik Mia.
"Hu um" jawab Gani mencemberutkan bibirnya.
2 jam berlalu begitu saja. Sesampai dikampus, Gani menemani Mia untuk mendaftarkan ulang. Begitu selesai dengan urusan Mia. Gani beranjak ke fakultasnya untuk mendaftarkan dirinya ditemani Mia.
"Lama amat tadi didalamnya, Gan?" Tanya Mia yang sudah menunggu diluar biro fakultas Gani.
"Iya....antriannya udah panjang, Mi" keluh Gani.
"Gak apa-apalah, yang penting uda selesai urusannya" Mia memberikan semangat.
"Makan yuk....!!!"Ajak Gani.
"Yuk...dimana enak ni?"
"KFC aja yuk...."
"Bolehlah" jawab Mia ngikut.
Pukul sudah menunjukkan jam 13.00...
Perut terasa lapar. Mereka memutuskan untuk makan cepat saji saja. Cukup berjalan kaki menuju tempat makan yang dimaksud. Sepanjang perjalananpun Gani tak mampu berkata apa-apa lagi. Padahal ini kesempatan kedua untuk mengungkpakan perasaannya.. Tapi selalu bibirnya kelu.
Sesampainya di tempat makan itu, untung tidak mengantri terlalu lama. Gani langsung memesan dua dada ayam ori, dua nasi, 1 sup dan 2 pepsi. Makanan yang dimaksud sudah tepat berada di depan Gani, dan Mia sedang menunggunya di bangku yang sudah di tunjuk Gani.
"Laper berat ne" kata Gani sambil membagikan ayam dan nasi serta pepsinya.
"Iya...hehehe" jawab Mia sambil tertawa kecil.
"Selamat makan"
Kembali suasana hening.
Tiba-tiba Mia melihat sepasang wanita dan lelaki muda sedang memesan makanan kepada pelayan. Pasangan itu membawa anak 2 orang.
"Liat deh Gan!" Kata Mia sambil menunjuk dengan bibirnya kearah pasangan itu.
"Ya...kenapa, Mi?"
"Lucu deuh....masih muda uda punya anak 2, seru kaya'nya" seru Mia.
"Mau nikah muda ni, Mi?" Ledek Gani sambil senyum-senyum menahan detakan jantung yang berdebar tak karuan.
"Ga akh...masih banyak lagi target yang harus aku kejar, Gan" jawab Mia menyedot minumannya.
"Sama, aku juga gak mau cepat-cepat nikah" timpal Gani masih senyum-senyum kegirangan.
Pukul sudah menunjukkan jam 14.00. Mereka berduapun beranjak dari duduknya dan segera keluar dari tempat makan cepat saji itu. Hilang lagi kesempatan ketiga untuk ungkapkan perasaannya.
'Sekali lagi, goblok amat sih Gan, jelas-jelas tu cewe udah ngarah kesitu pembicaraannya' keluh Gani dalam hati.
Ternyata di sampaing tempat makan tadi ada departemen store. Mata Mia tak hentinya memandang pakaian-pakaian yang terpajang di etalase departemen store itu.
"Masuk yuk" ajak Mia kesenangan.
"Ayuk lah..." Nurut Gani.
Sesampai di dalam departemen storenya. Mia mengelilingi sebuah kawasan baju-baju wanita. Di lihat-lihatnya dan mencocokkan pakaiannya. Gani juga melihat-melihat pakaian pria. Mencari-cari kemeja untuk dipakai kuliah nanti.
"Gan...sini deh" panggil Mia. "Bagus ga?" Sambung Mia.
"Bagus, cocok sama kamu" jawab Gani mengacungkan jempolnya.
"Aku beli deh..." Kata Mia berlalu kearah kasir.
"Tunggu, Mi. Biar aku yang bayar" seru Gani.
"Akh...ga perlu Gan." Segan Mia.
"Gak apa-apa, Mi. Ucapana terima kasih udah nemenin aku"
"Tadi aku juga uda ditraktir makan, ini mau dibelikan baju lagi" papar Mia malu-malu.
"Iya...sini bajunya. Biar aku yang bayar" bujuk Gani sambil mengambil bajunya dari tangan Mia.
Ganipun berlalu kekasir untuk membayar baju tersebut.
'Mia...semoga kamu ngerti maksud perbuatanku ini' katan Gani lirih.
Tak terasa berkeliling departemen store cukup melelahkan. Sudah pukul 15.00, dan mereka harus kembali pulang kerumah. Dan ini menjadi kesempatan terakhir bagi Gani untuk ungkapkan perasaanya. Tapi bibir dan hati masih terasa kelu. Keberanian dipertaruhkan disini. Jika Mia menerima maka persahabatan ini tidak akan putus. Tetapi jika Mia menolak maka persahabatan ini akan buyar. Bukannya semakin berani, malah semakin pusing dengan kemungkinan-kemungkinan yang dibuat sendiri oleh Gani.
Didalam angkot yang sempit itu, mana mungkin Gani mengungkapkannya bisa kedengaran dengan penumpang yang lain. Waktu semakin dekat dengan sampainya Mia di depan rumahnya. Gani semakin keringat dingin dan Gani hampir lupa kalau dia ada hadiah spesial untuk Mia yang sudah dipersiapkannya sejak 5 hari yang lalu pas ketika hari ulang tahun Mia. Setelah Mia berkata "pinggir bang!" Maka kisah inipun berakhir dengan kehampaan. Sepanjang perjalanan Gani hanya diam dan merasa tubuhnya lelah.
"Gan, bangun. Aku hampir sampai ni" pukul Mia pelan membangunkan Gani.
"Oh...iya." Kejut Gani sambil melihat keluar jendela.
"Pinggir, Bang!" Seru Mia dari belakang bangku supir.
"Eh...tunggu dulu, Mi. Ni buat kamu, selamat ulang tahun" kata Gani mengeluarkan kado yang terbungkus rapi dari dalam tasnya.
Mia terheran "makasi eah, aku duluan turun" Mia turun dari angkot dan melambaikan tangannya. Seperti tidak akan bertemu lagi. Pupus sudah harapan Gani untuk mengungkapkan perasaannya. Gani merenungi dirinya sendiri. Betapa tidak ada keberaniannya untuk mengungkapkan perasaannya sendiri terhadap Mia.
'Laki-laki bodoh, laki-laki pengecut' keluhnya dalam hati sesal.
17.00...Adalah pembuktian bahwa waktu 9 jam itu tidaklah panjang, begitu singkat dan begitu buruk bagi Gani. Semunya benar-benar berakhir. Dan sampai detik terakhir itu juga Mia tidak akan pernah tau bahwa Gani mempunyai perasaan khusus dengannya.
The End...

Lonely River



Awal Pertemuan
Wajah kusut Mikaila menemaninya malam ini. Hari yang berat setelah seminggu latihan untuk pertunjukan di hall of show dipusat kota. Mikaila tak pernah menyangka bahwa pertunjukkan itu adalah menjadi pertunjukkan terakhir baginya. Air mata yang tak kunjung berhenti menetes, rasa kecewa yang mendalam. Betapa terpuruknya hidupnya saat ini. Namun, tak ada satu orangpun yang perduli atas apa yang dirasakannya malam ini. Angin yang menerpa wajahnya sehingga membuat beku tulang pipinya.
"Tak perlu disesali, Mikaila" katanya pada dirinya sendiri. "Ini sudah menjadi jalan hidupmu, yakinkan ini semua adalah jalan yang terbaik diberikan Tuhan untukmu, Mikaila" gumamnya dalam sepi.
Ditepi sungai ini, rasanya Mikaila ingin berteriak sekuat tenaga dan menghabiskan suaranya. Atau mungkin menerjunkan diri untuk menghilangkan rasa kecewa atas kegagalannya.
"Urrrrrrggggghhhhh" teriak Mikaila dalam hati.
Disisi lain tepi sungai itu.
Seorang pria tinggi dan gagah sedang merokok. Sudah hampir 10 batang rokok yang dihisapnya sejak pertama dia duduk ditepi sungai itu. Pria itu bernama Lika.
Lika menatap langit yang bertaburan bintang. Malam yang cerah, namun berangin pelan. Lika menghembuskan nafas panjang penuh sentak.
"Apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya dalam hati. "Jika kuterima maka akan ada yang pergi dari hidupku"
Malam yang panjang membuat Lika harus berpikir keras atas tawaran bosnya. Nominal rupiah yang sungguh funtastic membuat hati Lika terusik. Jika di hitung-hitung maka setahun bisa membangun istana. Jika dia terima tawaran itu maka orang yang disayanginya akan meninggalkannya.
Menit berlalu, dua insan yang berduskusi dengan dirinya sendiri itu menikmati malam panjang dalam pembicaraan yang sulit. Angin yang semakin dingin membuat cara berpikir mereka beku dan masuk kedalam titik buntu.
Tiba-tiba Mikaila membaringkan tubuhnya direrumputan tepi sungai itu. Kini tubuhnya benar-benar tak bisa menerima segala pemikirannya itu. Lelah, sangat lelah sekali walaupun peluh tak keluar. Begitu juga Lika menghempaskan tubuh besarnya kereumputan yang basah karena berembun sambil menatap langit yang mulai menghitam pekat.
Kekuatan langit siapa yang tahu, sepertinya langit sedang ikut berduka atas menimpa dua insan itu. Air yang jatuh dari langit dengan deras tanpa disadari dua insan itu. Mikaila yang tak beranjak begitu juga dengan Lika. Mereka membiarkan tubuh mereka basah oleh hujan.
Ketika Mikaila membalikkan badannya dan begitu juga Lika. Mereka terkejut ternyata mereka tak sendiri. Mikaila terbangun dari baringnya begitu juga Lika. Mata Mikaila tak berhenti memandangi sosok besar dihadapannya. Begitu juga Lika memandangi sosok bertubuh ramping.
"Siapa Anda?" Tanya mereka berbarengan.
"Hm...aku Lika" jawab Lika menundukkan kepalanya.
"Aku Mikaila"
Suasana hening sejenak, tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir mereka berdua. Terasa asing.
"kenapa anda disini?" Tanya Mikaila memulai percakapan.
"Aku juga tidak tau, kalau anda?"Jawab Lika sekaligus bertanya yang sama.
"Aku sedang kecewa terhadap diriku" jujur Mikaila.
"Pulanglah, sudah larut. Tidak baik wanita selarut ini masih diluar rumah"
"Aku tidak punya rumah lagi sekarang" jawab Mikaila sendu.
"Menginaplah dihotel terdekat" saran Lika lagi.
"Aku ti..."
"Tidak punya uang. Apakah anda seorang pengemis?"
"Entahlah" jawab Mikaila tertegun dan tertunduk lesu.
Lika terheran dengan jawaban Mikaila. Lika berpikir tidak mungkin dia seorang pengemis. Lika tau pasti pakaian yang dipakai Mikaila cukup berharga tinggi. Itu jaket kulit asli dan satu hal lagi mana mungkin pengemis memakai highheels. Analisis Lika benar adanya.
"Sudahlah, apapun yang terjadi pada anda sekarang ini terimalah sebagai jalan hidup yang harus anda lewati" nasehat Lika.
"Apakah semudah itu menerima semua dan menganggap ini sebuah takdir" isak Mikaila yang tak terdengar oleh suara hujan.
"Tidak" jawab Lika singkat.
Kembali mereka berdua terdiam, namun kali ini Lika beranjak bangkit dari duduknya.
"Pulanglah Mikaila" kata Lika terlihat agak gontai. Mata Mikaila melihat Lika tak berkedip.
"Bukankah anda sendiri sedang ada masalah, Lika. Bisa aku lihat dari gerak tubuh anda" papar Mikaila.
"Aku manusia dan wajar aku memiliki masalah" jawab Lika dan berlalu pergi.
Pertemua Kedua

Di sebuah hotel bintang lima yang berada ditengah kota yang berdekatan dengan kantornya Lika.

Mikaila yang sejak 3 hari menginap dihotel itu merasa hidupnya memang benar-benar sudah berakhir. Mikaila menonton tv acara pertunjukkan balet yang di siarkan langsung dari Hall of Show. Begitu riuhnya penonton menyaksikan pertunjukan terbesar itu.

"Seharusnya aku sedang berada disana sekarang" gumam Mikaila.

Mikaila memejamkan matanya dan merasaka teriakan dan tepuka meriah dari penonton. Cahaya lampu panggung yang menyinari seluruh penampilannya. Membuat penonton berdecak kagum. Setiap gerakan tak ada yang salah. Betapa lenturnya tubuh Mikaila saat menarikan Dance Swan dan dilanjutkan dengan alunan musik berirama sendu Mikaila melanjutkan gerakanya. Panggung begitu dikuasinya, penonton terdiam ketika Mikaila melakukan lompatan berputar dan mendarat dengan indah dan membentuk seperti angsa yang sedang mengepakkan sayapnya. Sempurna sangat sempurna. Penonton bertepuk tangan meriah dan menggema diseluruh Hall.

"Hiks....hiks....semua hanya khayalan, Mikaila. Kau tak mampu lagi berdiri diatas panggung itu" katanya dalam hati.

Untuk menghibur hatinya Mikaila keluar kamar hotelnya dan pergi restoran yang ada live musicnya.

Di lobi hotel Lika dan kedua temannya sedang check in. Lika yang belum memutuskan apapun, masih tetap bingung dengan keadaan. Makanya, Lika dan kedua temannya menginap dihotel dekat kantornya untuk menenangkan pikiran.

"Aku langsung ke restoran" kata Lika.

"Baiklah, mana tasmu"

Lika berjalan menuju restoran yang ada disebelah kanan Lobi. Mata Lika mencari meja kosong untuk 3 orang. Namun, mejanya hampir penuh semua, kecuali meja yang berada dipojok restoran itu. Hanya diduduki oleh seorang wanita cantik berdandan seperti artis. Lika mendekati meja itu. Dan mengahampiri wanita itu.

"Permisi" tegur Lika sopan.

"Ya" wanita itu terperanjak dari lamunannya dan melihat Lika sejenak.

"3 kursi itu kosongkan?"Tanya Lika sambil menunjuk kearah kursi yang ada didepan Mikaila.

"Ya" jawan Mikaila singkat dan sama sekali tak perduli.

"Boleh gabung, aku dan kedua temanku" pinta Lika

"Boleh" jawab Mikaila singkat lagi.

Seperti tidak pernah bertemu. Baik Lika maupun Mikaila tak pernah merasa pernah bertemu sebelumnya. Mereka tampak asing satu dengan yang lainnya. Dalam samar lampu restoran Mikaila hanya termenung sambil mendengarkan live music. Dan Lika yang sedang menunggu teman-temannya sesekali melihat jamnya dan mencoba menghubungi teman-temannya.

"Apakah anda pernah merasakan kegagalan?" Tanya Mikaila tiba-tiba, membuat Lika terheran.

"Anda bertanya kepada saya?" Lika bertanya balik.

"Ya" jawab Mikaila singkat sambil menyerut juice aneka rasa buah.

"Gagal, sangat sering sekali. Dan saat ini saya sedang menantikan kegagalan atau keberhasilan"

"Bagaimana rasanya gagal itu?" Tanya Mikaila lagi menunduk.

"Tidak ada. Saya tidak merasakan apa-apa ketika gagal itu berlanjut. Seperti sudah terbiasa saja"

"Awalnya"

"Pada mulanya saya selalu menyalahkan diri saya sendiri. Dan merasa terpuruk, bahkan lebih dari itu. Ingin rasanya pergi jauh dari dunia ini"

"Mati"

"Ya...ingin mati. Karena sebelumnya aku tidak pernah gagal. Tapi, sekarang aku mampu mengatasi itu semua. Gagal bagiku imun menuju keberhasilan"

"Anda mampu bangkit"

"Harus" jawab Lika terdiam sambil mendengarkan live music yang menderu di seluruh restoran.
Pertemuan 2/3

"Aku menerima tawaran bosku, sayang" kata Lika melalui handphone selularnya

"Apa kau sadar, kau sudah diperbudak uang sayang" jawab wanita dari seberang telepon.

"Ini demi masa depan kita"

"Bukan demi masa depan kita, tapi demi masa depanmu saja" teriak wanita itu membuat gendang telinga Lika berdengung.

"Aku mencari uang demimu dan masa depan kita, tidak lebih dari itu" jelas Lika.

"Lepaskan aku sekarang juga Lika, aku benar-benar tidak sanggup jika kau menerima tawaran bosmu"

"Kenapa?"

"Karena aku tak ingin terjadi sesuatu terhadapmu nanti. Karena aku begitu menyanyangimu dan bayi dalam perutku ini"

Mata Lika terbelalak mendengar pernyataan kekasihnya itu. Bayi, tak pernah Lika menduga kekasihnya sedang mengandung seorang bayi. Lika berpikir keras untuk itu. Rasanya tidak mungkin, dia akan menjadi ayah secepat itu. Apa yang harus dilakukannya.

Disatu sisi, Mikaila sedang berkemas untuk berpindah rumah. Suasana baru harus membuat hidupnya menjadi lebih hidup. Mikaila pindah kesebuah apartemen yang dekat dengan sungai yang mempertemukan dia dengan Lika. Mikaila membereskan perkakasnya. Merapikan isi apartemennya. Dibukanya gorden yang menghadap sungai itu. Mikaila mengernyitkan dahinya melihat kearah sungai itu. Sungai yang membawanya kedalam sebuah khayal dengan segala kemungkinan. Niat Mikaila disore itu adalah duduk sambil meminum kopi ditepi sungai itu.

Sesampainya ditepi sungai itu, Mikaila melihat seorang pria berjaket yang bertuliskan "persatuan tinju nasional". Pria itu sedang berdiri sambil memegang handphone dan sebatang rokok di tangan yang lain. Mikaila duduk direrumputan yang berjarak 2 meter dari pria itu.

"Indah ya sunsetnya" kata Mikaila.

"Ya..."Jawab pria tersebut tetap pada pandangan kosong kedepan.

"Tapi, tak seindah hidup ini pada kenyataannya"

"Tidak juga" jawab Lika sambil terduduk diatas rerumputan. "Hidup ini sangatlah indah, jika kita menikmati setiap detik persoalan dalam hidup" sambung Lika.

"Mudah berkata menikmatinya"

"Tidak mudah, perlu keputusan besar untuk berkata seperti itu. Rasanya tidak mungkinkan hidup ini terlalu buruk"

"Itu bisa saja terjadi"

"Ya...buruk dan indah itu adalah teman yang tak mungkin terpisahkan. Mereka dapat melarutkan diri kedalam setiap kehidupan manusia. Ibarat air dan tanah jika di satukan. Jika tanah itu buruk maka air sebagi pelarutnya dan mengubah warna airnya"

"Ya"

"Dan warna air itu lah sebagai kehidupan baru, yang kita tidak tahu rasanya"

'Ya tidak enak rasanya, karena tanah dan air itu jika dilarutkan beragam rasanya"

"Benar, tergantung yang merasakannya"

"Relatif"

Senja orange merendah diufuk barat. Dan. Pandangan kedua insan itu kosong menatap merahnya warna matahari sore itu.
Pertemuan 3/4

"Mikaila...!!!kau diterima lagi di kelompok ini" teriak teman kelompok baletnya.

"Aku tidak percaya, Shin" jawab Mikaila datar.

"Benar, Mikaila" seru temannya kegirangan sambil memeluk tubuh Mikaila.

"Bukannya Miss Artha sudah tak menginginkanku lagi?" Tanya Mikaila.

"Tidak, Miss Artha sangat menginginkanmu. Kata Miss Artha cuma kaulah yang mampu menarikan Dance of Swan secara sempurna." Jelas Shin.

"Tidak mungkin, bagaimana dengan Holisa. Bukankah dia yang tampil dalam pertunjukan itu"

"Apa kau tidak tau, Holisa terjatuh saat dia melakukan gerakan terakhir. Dia telah membuat malu pertunjukan"

"Apa katamu, Holisa terjatuh." Mikaila tak percaya, tapi Mikaila memang tidak tahu kelanjutan pertunjukkan itu. Karena dia pergi restoran untuk menghibur diri.

"Ya, Mikaila. Bergegaslah, teman-teman menunggumu di basecamp" suruh Shin kegirangan.

Diwaktu yang berbeda 5 menit dari berita Mikaila. Dikamar 560 hotel yang berada didepan apartemen Mikaila. Lika masih berpikir keras, waktu untuk menjawab sudah habis. Kali ini Lika harus memberikan keputusan terhadap pertanyaan bosnya itu. Jemari Lika memejet keypad handphonenya dan menghubungi bosnya.

"Bos...beri aku waktu sehari lagi. Aku benar-benar ingin mendapatkan keduanya"

"Bicara apa kau ini. Aku tunggu sampai pukul 23.59 ini malam"

"Tapi, bos??"

Tut...tut....nada pemutusan sepihak telepon nyaring terdengar ditelinga Lika.

Malam tiba...

Sungai yang sepi itu kembali berpenghuni. Lika dan Mikaila. Namun, kali ini Mikaila tersenyum indah mengembang. Hatinya penuh dengan kesenangan. Hal yang terbalik masih terjadi pada dirinya.

"Sepertinya anda suka pergi kesungai ini?" Tanya Lika.

"Ya...disini aku mampu berdiam diri dan memikirkan masalahku" jawab Mikaila.

"Anda wanita dimalam hujan itu?" Tanya Lika.

"Anda Lika?"

"Ya, Mikaila"

"Terima kasih telah memberikan motivasi terhadapku"

"Sama-sama" jawab Lika datar.

"Anda benar, ketika kita harus menerima ini semua jalan yang sudah ditentukan terasa ringan menghadapinya"

"Ya..."

"Ternyata sebuah keegoisan dan kesombongan itu merusak segala keindahan hidup"

"Egois??"

"Ya...betapa egoisnya aku memutuskan untuk tidak melanjutkan pertunjukkan itu karena keseombonganku yang tidak pernah tersaingi. Ternyata aku salah saat itu, telah mengambil keputusan yang membuat aku gagal tampil di pertunjukkan terbesar itu" Mikaila menarik nafas dan melanjutkan penjelasannya "aku memutuskan untuk keluar dan memilih tidak tampil dalam acara itu, karena aku tidak menjadi Centre Dance atau seorang penari utama saat itu, sombong sekalikan"

"Hm..."Lika tersenyum kecil.

"Dan akhirnya aku mampu belajar dari sikapku itu"

Malam panjang, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00. Lika sudah tau keputusan apa yang akan diambilnya. Lika agak menjauh dari Mikaila dan mencoba menelpon bosnya. Mikaila hanya memandang jaketnya yang bersinar ditengah gelap yang bertulisakan "persatuan tinju nasional". Lika mengambil keputusan berat pada malam itu.
Pertemuan 5

Suasana di basecamp begitu riuh sekali. Gelak tawa para penari balet membuncah. Mikaila mampu tersenyum kembali, ketika Miss Artha merujuknya untuk bergabung lagi dengan Kelompok Swan Ballet. Mikaila berterima kasih kepada teman-teman kelompoknya yang sudah memberikan pernyataan-pernyataan yang baik kepada Miss Artha. Yang sejak terakhir bertengkar dengan Mikaila yang egois. Namun, pagi itu senyum Miss Artha untuk Mikaila, menyambut kedatangan pebalet terhebat.

"Maafkan Miss, Mikaila"

"Tidak apa-apa Miss, dari sini aku belajar sebuah kegagalan dan membuang rasa sombong dan egoisku" jawab Mikaila sendu.

"Wanita yang kuat" puji Miss Artha sambil memeluk Mikaila.

Disebuah rumah kecil, Lika yang tertidur di sofa terhenyak bangkit dari tidurnya dan melihat Sophie istrinya sedang berdiri dihapannya. Senyum Sophie pagi itu sangat berbeda dari senyum-senyum hari sebelumnya.

"Sayang, terima kasih" kecup Sophie di dahi Lika.

"Demi kamu dan bayi kita" jawab Lika tersenyum.

"Kita tidak tau apa yang terjadi di masa depan sayang. Jadi, jangan pernah berkata demi masa depan lagi." Pinta Sophie.

"Aku mengerti, aku hidup hanya untuk dihadapanku saja. Kau dan bayi kita yang sekarang dihadapanku"

"Benar sayang" peluk Sophie erat.

Lonely River, dan secara kebetulan sekali Mikaila dan Lika bertemu lagi. Dengan suasana hati yang senang dan kali ini senyum merekah diantara bibir mereka.

Mikaila melempar senyum terindahnya dan Lika membalasnya dengan hal yang sama.

"Terlihat begitu gembira, Mikaila"

"Ya...aku telah kembali pada posisiku" jawab Mikaila.

"Kalau begitu kita telah kembali pada posisi seharusnya"

"Maksudnya?"

"Ya...anda telah kembali menjadi penari balet dan aku kembali menjadi..."

"Petinju" potong Mikaila.

"Bukan...aku tidak menerima tawaran bosku untuk keluar negeri. Karena aku takut kehilangan yang selama ini kujaga"

"Oh...begitu. Berarti anda telah kembali menjaga sesuatu yang seharusnya anda jaga"

"Ya..."

"Lika, berarti kau sedang tidak bekerja saat ini?"

"Ya..."

"Kalau begitu melamar bekerja sebagai bodyguard saja di basecampku. Kami lagi membutuhkan bodyguard untuk pertunjukkan diluar kota"

"Benarkah itu??"

"Ya, Lika" jawab Mikaila senang.

Sore itu, adalah sore yang begitu membahagiakan kedua insan tersebut. Dihembus angin yang purau terhadap rerumputan. Sambil memandangi sunset.

" Apa kau sudah mempunyai kekasih Lika?" Tanya Mikaila.

" Aku sudah mempunyai istri, Mikaila. Sesuatu yang kujaga dan kupertahankan adalah istri dan calon bayi kami"

"Wah...sayang sekali. Hahahaha"

"Mikaila, hahahaha"

Mereka tertawa lepas. Pertemuan di Lonely River membawa mereka pada sebuah hubungan persahabatan yang sebenarnya. Lika yang sudah bekerja sebagai bodyguard di basecamp swan ballet diterima dengan baik oleh anggota-anggota swan ballet lainnya. Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi dimasa depan anda. Maka cukup lihat yang ada dihadapan anda.