Kamis, 28 April 2016

Numeral

Malam ini, Jiro tidak bisa tidur dengan nyenyak. Memikirkan perbedaan yang terjadi pada dirinya. Dia berbeda dengan kelima temannya. Kepada siapa dia harus berbicara. Malam yang tetap terang itu oleh cahaya lampu, membawa Jiro kesebuah taman yang tadi siang dia kunjungi bersama Panca. Tak ada suara burung berkicau. Yang ada hanya suara burung hantu dengan cahaya yang menderang. Tak ada matahari. Tak ada bulan. Semua hanya kamuflase untuk menambah keindahan. Bahkan burung-burung yang berterbangan hasil dari sebuah proyeksi gambar yang terpantulkan. Suara burungnya hanya rekaman.
Inikah dunia palsu yang diciptakan manusia. Virus Sulfur Acid sangat mengerikan, virus yang menyebar melalui hujan dengan kadaral asam yang luar biasa.
Jiro sedang duduk dibangku panjang, berbahan kayu buatan. Memandangi pohon besar yang berada ditengah taman.
Seorang wanita paruh baya mendekatinya.
"Sedang apa kau disini?bukankah ini waktunya untuk tidur!"
Suara wanita itu membuyarkan lamuyanan Jiro.
"Anda siapa?" Tanya Jiro tidak mengenal wanita itu
"Aku Numeral. Pemilik klan ini. Dan orang yang pertama kali suaranya kau dengar"
Jiro terkejut. Dia bertemu dengan Numeral. Dengan memasang wajah tegang. Jiro mulai memberanikan diri untuk bertanya banyak hal kepada Numeral.
"Boleh aku bertanya?"
"Silahkan!" Numeral mencari posisi duduk yang berada disamping Jiro.
"Mengapa aku berbeda dari Sijji, Duwo, Tilluh, Ampex dan Panca?"
"Kau spesial Jiro. Kau yang dilindungi. Sedangkan teman-temanmu bertugas melindungimu"
"Ada berapa orang seperti ku disini?"
"Hanya satu. Hanya kau saja"
"Lalu, aku ini apa?"
"Kau berharga, kau sangat berharga. Aku tidak akan membiarkan orang lain melukaimu"
"Berharga?"
"Pada saatnya kau akan tahu sendiri betapa berharganya dirimu. Lebih dari 1000 nyawa. Baiklah, Jiro. Saatnya kau istirahat. Kembalilah ke ruanganmu. Tidak perlu kau pikirkan tentang perbedaan itu. Kau spesial"
Numeral beranjak bangkit dan pergi.
"Numeral!" Panggil Jiro yang menghentikan langkah Numeral.
"Apa ada orang sepertiku di Klan lain?"
Numeral hanya menganggkat bahunya, Dia juga tidak tahu jawabannya.
Suara bel nyaring tiga kali, bahwa itu menandakan sudah pagi. Hari masih sama, keadaan yang sama tetap terang menderang. Sijji sudah berada di ruang A. Menyusul Duwo yang tidak tidur semalaman memperbaiki transportasi baru. Panca dan Tilluh masih dikamarnya masing-masing. Amoex sudah bersama Prof Komplex. Sedangkan Jiro masih menatap keluar jendela kamarnya yang terlihat hanya cahaya putih yang menderang.
"Bagaimana transportasi baru itu, Duwo?"
"Aku sudah memperbaiki sistem kemudinya. Aku menambahkan persenjataannya juga"
"Aku yakin transportasi itu bisa membantu kita untuk menolong manusia disana"
"Aku harap begitu"
Wajah Numeral memucat setelah membaca pesan singkat yang dikirim oleh Klan Semesta. Otaknya tak berhenti berpikir. Kepalanya sakit, bahkan beberapa camilan yang berbentuk tablet itu tidak disentuhnya dari tadi malam sejak meninggalkan Jiro ditaman itu, pikirannya semakin tidak tenang.
Sebuah ketukan dari luar ruangan Numeral.
"Masuk!" Bangkit Numeral dari kursinya.
"Presiden, saya ingin melaporkan. Bahwa Klan Semesta mengirimkan tanda ini" kata Prof Riil.
"Aku sudah tahu, Riil"
"Jadi apa yang harus kita lakukan, Presiden?"
"Tenanglah dulu. Aku juga sedang berpikir"
"Bagaimana kalau kita mengadakan rapat darurat. Hanya pemimpin bagian saja"
"Ide yang bagus, Riil. Baiklah. Kumpulkan semua pimpinan bagian"
"Siaaap!!! Presiden" Prof Riil meninggalkan ruangan. Segera mengirim pesan singkat ke seluruh Pimpinan bagian. Tak boleh ada yang tahu soal rapat mendadak ini.
Sijji melihat, alat komunikasinya berkedip-kedip warna hijau. Itu bertanda penting dan segera. Sijji melihat kewajah Duwo.
"Ada apa?" Tanya Duwo menjadi penasaran.
"Rapat penting dan rahasia"
"Pergilah, aku yang akan mengatur jadwal hari setelah mereka semua kumpul"
"Terima kasih, Duwo"
Sebuah ruangan berwarna putih besar dengan meja bulat ditengahnya. Seluruh pimpinan bagian masuk kedalamnya. Ada 20 pimpinan bagian. Mereka berkasuk-kusuk. Saling berbisik mengenai rapat penting dan rahasia serta mendadak ini. Numeral datang dengan jas gagahnya. Pemilik klas sekaligus menjadi presiden.
"Terima kasih telah berkumpul. Ada yang ingin aku sampaikan mengenai sebuah peringatan dari Klan semesta"
Semua yang berkumpul saling pandang. Tidak mengerti maksud Numeral. Numeral menekan tombol open yang berada di bawah meja. Muncullah sebuah layar transparan ditengah-tengah meja dengan tulisan yang begitu membuat terkejut seluruh peserta rapat.
"Presiden. Ini sebuah ancaman. Sebaiknya kita terima tantangan mereka" seru Pimpinan Bagian kelistrikan.
"Aku belum bisa memberi keputusan seperti itu, Positive"
"Ya, persenjataan kita masih kurang . Presiden. Aku sudah mencoba menghubungi klan yang lain untuk membantu. Tapi, mereka juga masih kurang persenjataannya" jelas pimpinan bagian persenjataan
"Aku tahu itu. Aku tak ingin perang lagi antar klan. Aku hanya ingin menolong mereka yang disana" Numeral menundukkan kepalanya sambil berpikir jalan terbaik untuk tidak saling perang lagi. Karena tidak ada gunanya mereka saling menyerang klan lain yang memiliki satu tujuan untuk membantu manusia disana yang sedang membutuhkan mereka.
"Aku akan melatih Jiro, Presiden!" Sijji berdiri dengan tegap dan pasti. Matanya yang berapi-api bersemangat.
"Sijji, kuharap Jiro tidak boleh mebgetahui ini. Dia harta karun yang dimaksud Klan Semesta"
"Siap, Presiden" Jiro duduk kembali
"Baiklah. Kita tidak perlu terfokus dengan pesan singkat ini. Sebaiknya kita membenahkan diri untuk membawa Jiro ke sana dengan begitu kita bisa membantu mereka disana"
"Iya . Betul itu. Betul...." semua menyetujui maksud Numeral.
Ruang A begitu sepi, hanya Duwo yang sedang membaca buku panduan mengenai transportasi. Datang Tilluh membawa sarapan untuk Duwo.
"Mengapa kau tidak sarapan bersama di kantin , Duwo?"
"Aku sedang sibuk, Tilluh. Tidak sempat sarapan"
"Makanlah. Aku membawanya dari kantin"
"Bagaimana kau bisa membawa makananku. Kau membobol mesin vending foodnya?"
"Hahahaha....Aku Tilluh seorang ahli pembobol. Kau harus tau itu, Duwo"
Lalu, Panca datang bersama Jiro. Dengan wajah masam Panca mencampakkan papan transparan yang berisi hasil uji coba Jiro.
"Aku heran apa yang istimewa dari Jiro. Lihat hasil tesnya. Semua di bawah rata-rata"
Duwo dan Tilluh melihat hasil uji coba Jiro. Dengan mata yang melotot tak percaya, semua angka yang tertera berwarna merah. Jiro hanya tertunduk lesu atas hasil yang membuat Panca marah-marah pagi itu. Menghilangkan mood baik Panca adalah kesalahan terbesar. Panca mulai uring-uringan. Mondar-mandir didalam ruangan A.
Sijji membuka pintu Ruang A.
"Semua sudah berkumpul" kata Sijji langsung menuju kursinya.
"Ampex belum kelihatan"
Kata Duwo.
"Mungkin dia sedang sibuk di laboraturium bersama Prof. Komplex" jelas Panca memindai keberadaan Ampex yang berada di Laboraturium bersama Prof. Komplex.
"Baiklah, kita ada tugas tambahan" kata Sijji menekan tombol open dibawah meja dan muncullah layar yang terpantul ke arah papan putih yang berada dihadapan mereka.
Disana tertulis jadwal yang sudah di selesaikan oleh Duwo tadi. Terlihat bahwa Sijji akan mengajarkan Jiro mengenai Latihan fisik. Duwo akan mengajarkan Jiro dalam hal kreatifitas merakit. Tilluh akan mengajarkan tentang teknologi kepada Jiro. Panca akan mengajarkan Jiro tentang strategi.
"Tugas Ampex apa?" Tanya Tilluh mengernyitkan dahinya setelah membaca penuh tugas mereka.
"Tugas Ampex sangat berat. Tugasnya diakhir tugas-tugas kita selesai" jelas Sijji.
Jiro sebagai objek dalam tugas itu hanya diam. Tak banyak tanya. Hanya sedang memikirkan sesuatu.
Sesuatu yang pada awalnya hanya pertanyaan yang biasa yang dijawab dengan biasa pula. Tapi, kali ini berbeda.
Jiro yang duduk disudut kanan memperhatikan keempat temannya yang sedang berdiskusi mengenai jadwal yang tepat dan pembagian waktu agar tidak terbentur dengan pekerjaan mereka.
Pintu ruangan terbuka, Ampex dengan kacamata yang berada diatas kepalanya masuk dengan wajah yang sudah tampak lelah sekali.
"Sebaiknya kau istirahat, Ampex" usul Sijji memberikan selembar tisu basah.
"Terima kasih, Sijji. Aku ingin bertemu dengan Jiro"
Sijji menolehkan kepalanya kearah Jiro yang masih duduk termenung di sudut ruang.
"Hai, Jiro" Ampex mendekati Jiro sambil menempuk pelan bahu Jiro
Hanya sebuah senyuman penuh tanda tanya yang besar Jiro membalas sapaan Ampex.
"Kita belum pernah bertemu sebelumnya. Aku ampex bagian tim ini. Senang bertemu dengan mu!" Wajah Ampex sudah kembali seperti semula setelah mengusap tissu basah ke wajahnya.
Kembali Jiro membalas hanya dengan sebuah senyuman saja.

Selasa, 26 April 2016

Numeral

"Kau lama sekali, Jiro!" Kesal Panca melihat jam digital ditangan kirinya.
"Aku...hosh....aku...hosh....!!" Belum sempat Jiro menyelesaikan penjelasannya. Panca sudah memukul perut Jiro.
"Ooouuuuggghhh" Jiro mengaduh kesakitan.
"Kau lambat! Aku masih bingung apa yang spesial dari kau, Jiro"
"Aku pun juga tidak tahu"
"Apa yang kau lakukan sampai terlambat"
"Aku harus memcari Sijji. Aku melihatnya di Map. Dan dia terus bergerak. Aku harus menyampaikan pesan ketua dari klan Alphabet"
"Lalu, apa kau sudah menemukan Sijji?"
"Belum" Jiro menundukkan kepala.
"Mengapa?"
"Aku harus menemuimu"
"Hahahaha...seharusnya kau tahu mana yang prioritas, Jiro"
"Tapi...."
"Ya sudahlah. Kita lajutkan perjalanan kita"
Panca mengajak Jiro kedepan pintu gerbang pelataran timur. Ini adalah tempat terluar dari klan Numeral. Disini alat transportasi keluar masuk, termasuk Jet Super Satu. Jet terbesar dan tercanggih yang mampu menempuh 60 menit keruang angksa. Lalu ada Tank Amphibi Atom. Tank yang ringan mampu berada di darat dan di air. Dan ada banyak kendaraan yang bertengger. Ada yang sedang di perbaiki. Ada yang sedang diperbaiki. Ada juga yang sedang merakit transportasi baru.
"Hai, Panca. Kau sedang bersama siapa?" Tanya Kapten Binomial.
"Hai, Kapt. Aku sedang bersama Jiro. Jiro, ini Kapten Binomial, dia pemimpin disini"
"Hai Kapten" Jiro menjulurkan tangannya, namun Kapten Binomial meletakkan tangan disamping dahinya tanda hormat. Jiro, sektika mengukuti gerakan Kapten Binomial.
"Maaf kapten, kami tidak bisa mengobrol lama. Aku harus membawanya kembali keperjalanan kami"
"Tidak masalah, Panca. Silahkan"
Panca dan Jiro kembali keperjalanan. Mereka ke Pelataran Selatan. Yaitu, pelataran terbawah Klan. Dimana semua sistem berada disini. Sistem komunikasi. Sistem kelistrikan dan seluruh tenaga daya di Klan.
"Panca, boleh aku bertanya?" Jiro tiba-tiba bertanya, membuat langkah Panca terhenti.
"Apakah mereka semua manusia?"
"Jelas, Jiro. Hanya mereka berbeda dari kau dan aku"
"Bedanya?"
"Nanti kau akan tahu sendiri. Kita lanjutkan perjalanan kita. Ok"
Jiro mengangguk pelan, menurut apa yang dikatan Panca. Mereka melanjutkan perjalanan ke Pelataran Barat. Pelataran paling indah. Disana ada taman dan air mancur. Beberapa burung berterbangan, bunga-bunga tumbuh mekar. Kupu-kupu hilir mudik diatas bunga yang berwarna warni. Ada pohon besar ditengah taman itu. Pohonnya bercahaya dengan akar yang menjuntai-juntai kebawah, seperti pohon beringin.
"Ini tempat favoritku, Jiro. Aku menyukai tempat ini. Karena damai sekali. Tanpa kebingan suara listrik dan mesin" Panca merentangkan tangannya menikmati udara disana.
"Masih ada oksigen disini?"
"Hahahaha....jelas ini oksigen buatana. Oksigen palsu"
Jiro tercengang. Sudah sejauh inikah perkembangan teknologi di bumi ini.
Mereka kembali ke koridor A. Disana sudah ada Sijji dan Tiluh sedang bermain pedang. Sijji melompat menghindar dari tusukan pedang Tiluh. Namun, Sijji hampir tertusuk ketika Sijji kurang jeli atas pedang kedua yang berada ditangan kiri Tiluh.
"Wow...wow....kau curang Tiluh" kata Sijji menghindar.
"Dalam hal ini tidak ada kata curang, Sijji"
Tiluh kembali menyerang setelah terhenti dengan teriakan Sijji yang hampir terkena tusuk pedang.
Prok...prok....tepukan dari Panca menghentikan permainan mereka.
"Kalian hebat sekali. Kau tadi terbang ya , Sijji?" Tanya Jiro dengan mata berbinar binar.
"Aku hanya melompat" kata Sijji yang berjalan kearah lemari tempat baju mereka di gantungkan.
Sijji membuka bajunya. Ada tanda aneh dibelakang leher Sijji, warna hitam, seperti tahi lalat.
"Ada serangga di lehermu, Sijji!" Teriak Jiro yang hendak memukulnya.
"JANGAN.....!!!!" Teriak Tilluh dan Panca.
"Ada apa?" Jiro menghentikan langkahnya dan melihat wajah aneh di antara mereka.
"Jika kau ingin tahu kematian, kau cukup telan tombol itu"
"Tombol?"
"Buka bajumu, dan lihat lah. Kita semua memiliki tombol itu"
Jiro membuka bajunya dan, dia tidak mendapati benda yang sama dengan mereka. Panca, Tilluh dan Sijji tercengang. Mereka memelototkan matanya. Rasa tak percaya. Seorang Jiro tidak memiliki tombol yang sama dengan mereka berlima. Suasana menjadi tegang. Keringat dingin mengucur di tubuh mereka. Namun, Jiro lebih merasa heran atas reaksi mereka yang mematung tiba-tiba.
"Apa ada yang salah?" Tanya Jiro memecahkan patungan mereka.
"Kau ini apa?" Tanya Sijji.
"Aku ?" Jiro kembali bertanya, tidak paham dengan maksud kata 'apa'.
"Ya. Tombol power kehidupanmu tidak ada. Bagaimana kau bisa bernafas disini. Kau tahu kan Jiro, disini kita menghirup oksigen palsu" Panca merinding menjelaskannya.
"Bagaimana kau bisa bertahan?" Tillu mencoba mencari tombol power kehidupan di seluruh tubuh Jiro. "Aku tak menemukannya" Tilluh menyerah.
Pertanyaan besar semakin besar tertanam di pikiran Jiro. Ada apa dengan semua ini. Mengapa dia berbeda dari kelima rekannya. Dia harus bertanya kepada siapa.
Sebuah suara bel berbunyi 2 kali. Itu bertanda bahwa hari sudah pukul 12 siang. Saatnya untuk makan bersama di kantin klan. Tempat yang menjadi pusat berkumpulnya seluruh bagian-bagian dari klan.
Suara sepatu yang bersamaan, membentuk sebuah irama yang membunyikan rasa semangat. Langkah yang tidak terburu-buru namun terkesan keras.
Beberapa orang dari bagian mesin sudah sampai terlebih dahulu, karena kantin memang dekat dengan koridor bagian mesin. Tak berapa lama kemudian kantin sudah dipenuhi orang-orang dengan seragam warna warni sesuai bagian yang di tempatinya.
Mereka mengatri mengambil makanan dari mesain vending food. Menyediakan banyak makanan, minuman, buah-buahan dan makanan penutup. Namun, ada yang aneh disana. Semua jenis itu berbentuk pil dan tablet. Kecuali minuman. Setelah mendapatkan pil dengan rasa sesuai dengan keinginan mereka langsung memakannya di kantin yang tidak memiliki meja panjang dan bangku panjang itu.
Kantin disini hanya sebuah ruang berukuran 6 x 6 meter, yang berisi 2 mesin vending makanan, 2 mesin vending minuman, 1 mesin vending buah-buahan, dan 1 mesin vending makanan penutup.
Seseorang berkacamata menghampiri Sijji.
"Selamat siang, ketua!" Sapa pria berkacamata itu.
"Ampex. Kemana saja kau?" Tanya Sijji
"Aku menemani profesor Komplex"
"Aku tahu dia pamanmu, tapi tadi kita sednag bertugas menguji Jirro"
"Aku tahu"
"Ada yang aneh dengannya?" Bisik Sijji ketelinga Ampex
"Apa itu?"
"Dia tidak memiliki tombol power kehidupan"
"Apaaaaaaaa!!!!!!" Pekik Ampex yang membuat pandangan mata kearah Sijji dan Ampex
"Aku juga tidak yakin"
"Gila...! Numeral memang gila. Aku akan bicarakn soal ini dengan Numeral setelah makan siang"
"Baiklah. Aku pergi dulu, ada yang harus aku kerjakan dengan Tilluh"
"Ok!" Ampex tersenyum kepada Sijji.

Minggu, 24 April 2016

Numeral

"Selamat datang Jiro" sebuah suara perempuan menggema diruangan dingin itu. Mata Jiro terbuka pelan-pelan. Mencoba mencerna sedang berada dimana dia sekarang.
"Jiro"
Suara perempuan itu kembali memanggil sebuah nama Jiro.
"Apakah yang anda maksud saya?" Jiro telah membuka mata sepenuhnya.
"Iya, anda adalah Jiro. Anak manusia yang selamat dari Virus Sulfur Acid"
"Virus?"
"Baiklah. Anda harus melihat video ini"
Sebuah layar besar berwarna putih turun berlahan-lahan dari atas. Selanjutnya cahaya proyektor memantul kearah layar tersebut. Muncullah sebuah video yang sangat mengerikan disana. Rumah-rumah hancur. Pepohonan mengering. Dan hewan-hewan mati dengan cara yang mengenaskan, hitam seperti terbakar. Lalu, dimana manusia?. Makhluk yang tak terkalahkan itu.
"Apakah anda sudah paham maksud video ini?"
Jiro hanya melongo sambil menggelengkan kepalanya. Terkejut dengan apa yang dilihatnya. Sebegitu hancurnya dunia yang dia tempati.
"Anda adalah orang yang selamat dari virus Sulfur Acid"
"Aku tidak paham. Virus sulfur acid itu apa?"
"Virus yang disebabkan oleh hujan asam. Sebuah virus yang tercipta dari gugusan air yang terkontaminasi asam yang terlalu banyak. Yang disebabkan oleh sampah manusia. Lalu menguap keudara dan terjadilah hujan Sulfur Acid. Virus yang mematikan untuk semua makhluk hidup"
"Apakah semua manusia mati"
"Tidak"
"Lalu dimana mereka?"
"Kami sedang mencari"
"Apakah anda manusia?"
"Ya, aku manusia. Hanya saja aku berbeda dengan anda"
Jiro semakin tidak paham. Virus Sulfur Acid, manusia berbeda. Memangnya dia bukan manusia. Memangnya ada berapa jenis manusia di muka bumi ini.
"Jiro, anda boleh meninggalkan tempat ini. Pergilah ke koridor A. Disana anda akan menemukan apa yang harus anda lakukan"
Jiro bangkit dari tidurnya. Tanpa mengenakan sehelai benangpun Jiro melewati pintu menuju kekoridor A. Meninggalkan ruangan yang dingin itu. Dalam pikiran Jiro masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Tapi, entah mengapa susah untuk di ucapkan. Sebuah papan penanda Koridor A sudah terlihat. Jiro masuk kedalamnnya. Dan, ternyata bukan ruangan kosong. Disana ada 4 manusia yang sejenis dengan Jiro.
"Hai, Jiro. Aku Sijji. Pemimpin klan ini" seorang pria brewokan dengan tinggi 185 cm. Perawakan seperti pemimpin.
"Hai"
"Hei, jangan memasang wajah bodoh seperti itu" celetuk Tiluh
Jiro melihat kearah Tiluh, seorang anak gadis yang berusia 14 tahun dengan perawakan yang menyenangkan.
"Namanya Tiluh, anggota termuda disini. Aku Duwo. Wakil ketua di klan ini"
"Dari tadi kalian membicarakan Klan?klan apa?" Tanya Jiro
"Sebaiknya kau dibimbing oleh Panca"
"Panca?"
"Hei, namaku panca. Sekretaris di klan ini. Aku akan mengajakmu untuk berkeliling klan dan memberikan jawaban dari seluruh pertanyaanmu?tapi sebaiknya kau harus memakai baju terlebih dahulu" Perempuan itu langsung berbalik arah, gayanya yang arogan sekali.
"Hei , kawan. Setidaknya kau tutupi bagian itu" kata Duwo yang memberikan sebuah handuk putih. Mereka berempat berlalu dari ruangan itu. Kembali tanda tanya besar berkecamuk dikepala Jiro.
"5 menit Jiro. Aku tunggu di pelataran utara" teriak Panca menutup pintu ruangan.
Jiro segera memakai bajunya yang sudah tergantung didalam ruangan itu. Dengan papan nama Jiro. Baju biru tua itu sangat berat sekali. Terbuat dari baja ringan yang dilapisi anti air sulfur. Lalu, ada bagian tombol power yang tidak tahu apa fungsinya. Rasa penasaran Jiro ingin menekan tombol itu.
"Hei, bung lama sekali" tiba-tiba panca masuk kembali.
"Baju ini berat sekali"
"Kau cukup menekan tombol hijau ini. Untuk memudahkanmu bergerak"
"Sudah kuduga, kau pasti akan kebingungan menggunakan baju ini. Mengapa Numeral memilihmu Jiro. Aku juga tidak tahu, apa kelebihanmu"
"Numeral, siapa dia?"
"Wanita yang menyapamu pertama kali diruangan dingin itu"
"Oh"
Panca selesai memakaikan baju anti sulfur acid itu. Bajunya kembali ringan. Seperti tidak memakai apa-apa. Bebas bergerak.
Perjalananpun dimulai, Panca membawa Jiro ke pelataran utara. Pelataran paling tinggi. Pelataran yang mampu menjangkau seluruh area klan. Mata Jiro melihat kebawah. Megah sekali. Disana ada 5 menara terbesar menjulang tinggi. 1 menara lebih tinggi. Dan beberapa menara kecil. Semua saling terhubung oleh pipa-pipa besar. Panca mengajak Jiro untuk duduk sambil minum teh.
"Silahkan duduk. Kau suka teh?"
Jiro mengangguk
"Rasa apa?"
"Original"
"Kuno sekali" Panca tertawa kecil "padahal sekarang sudah banyak rasa"
Jiro mengernyitkan dahinya. Yang dia tahu hanya teh rasa teh. Tidak ada yang lain.
"Baiklah Jiro, sambil menunggu teh datang. Silahkan kau bertanya apa saja yang ingin kau tanyakan. Karena aku tahu, didalam kepalamu ada seribu macam pertanyaan. Silahkan!" Panca menyandarkan tubuhnya ke badan kursi yang empuk itu.
"Siapa aku"
"Kau Jiro. Manusia yang selamat dari Virus Sulfur Acid"
"Aku tidak ingat. Masa laluku bagaimana?"
"Masa lalu. Diklan ini, tidak ada masa lalu. Disini kita hidup untuk hari ini saja bukan untuk masa lalu ataupun masa depan. Pertanyaan lain?"
"Aku hanya ingin tahu masa laluku"
"Hei, Jiro. Aku sendiri saja tidak tahu masa laluku. Dan aku tidak perduli dengan  hal itu. Kau tahu Jiro, kita ini manusia yang beruntung"
"Manusia beruntung?"
"Ya, manusia yang masa lalunya terhapus dan kembali hidup. Kau sudah melihat video yang diberikan oleh Numeral. Itu asli. Tak ada manusia disana. Hanya saja, sebuah makhluk aneh yang terkontaminasi oleh virus sulfur acid. Manusia yang hidupnya hanya menunggu kematian. Bahkan kau bisa tahu kapan harus mati. Bukankah itu mengerikan?"
Jiro tercengang atas penjelasan Panca.
"Jadi, apa tujuan kita dihidupkan kembali?"
"Untuk menjadi seorang pahlawan Jiro. Klan ini bernama Numeral. Ada 5 klan besar di bumi ini. Klan terbesar adalah Klan Alpabet yang dipimpin oleh A. Klan terbesar kedua adalah klan yang kau tinggali sekarang. Lalu klan ketiga Klan Flora dipimpin oleh Rose. Klan keempat adalah Klan Fauna dipimpin oleh Jati. Dan klan yang kelima Klan Semesta di pimpin oleh Fear"
"Semua klan mempunyai tugas masing-masing. Klan Alphabet mengurus tentang hukum. Klan Flora mengurus tentang transportasi. Klan Fauna mengurus tentang ketahanan. Klan semesta, klan paling sedikit peminatnya mengurus barang-barang yang akan dikirim ke markas besar. Dan klan kita sendiri adalah klan pengetahuan"
Jiro menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kau sudah paham Jiro, apa tugas kita disini. Aku harap kau cepat menangkap apa yang aku katakan tadi"
"Jadi...?"
"Jadi apa?"
"Hm...tidak ada apa-apa"
"Baiklah, kita lanjut keperjalanan berikutnya. Tapi, habiskan terlebih dahulu tehmu"
Jiro menyeruput setengah tehnya. Penasaran ingin ke cerita selanjutnya.
"Sekarang kita menuju ruang kerja kita"
Panca mengeluarkan tanda pengenalnya yang tersimpan di bagian telapak tangannya. Berupa sensor garis tangan yang terhubung dengan sidik jari.
"Kau akan mendapatkan tanda pengenal ini, setelah kita selesai menghabiskan perjalanan ini" Panca menunjukkan telapak tangannya yang terlihat seperti transparan. Jiro hanya mengangguk pelan. Sebuah pintu terbuka. Ini seperti lift. Tapi tidak lift biasanya yang naik dan turun. Lift ini adalah pintu yang menghubungkan menara satu dengan menaran lainnya. Panca menekan tombol "ruang kerja" maka Panca dan Jiro meluncur kerdepan pintu ruang kerja. Kecepatannya tidak perlu diragukan lagi. Jarak dari menara kemenara lainnya 2 kilometer dan itu ditempuh selama 30 detik. Tak ada guncangan didalamnnya. Sangat nyaman.
"Selamat datang diruang kerja"
Sebuah ruang berbentuk bulat, seperti bola besar. Disana ada beberapa alat canggih yang digerakkan oleh mesin. Ada beberapa manusia yang memakai helm astronot. Ada juga yang sedang mengelas besi. Ini seperti hangar pesawat terbang.
"Selamat datang, Panca" seseorang berkacamata menyapa Panca
"Siang, Prof. Aku membawa Jiro"
"Hai, Jiro" Profesor itu menjulurkan tangannya dan Jiro menyambutnya.
"Hai"
"Jangan sungkan, Aku Profesor Komplex. Proyek yang sedang ku tangani saat ini adalah jet pembuat hujan anti sulfur. Kau akan menyukainya, Jiro"
"Aku harap begitu, Prof"
"Baiklah, Prof. Aku dan Jiro melanjutkan perjalanan kami"
"Semoga hari kalian menyenangkan"
Panca melambaikan tangannya kearah Prof Komplex.
Kembali Panca dan Jiro melanjutkan perjalanan mereka. Panca mengajak Jiro kesebuah ruangan yang terdapat meja bundar. Meja sekaligus layar monokrom yang merupakan alat komunikasi antar klan.
"Disini kita akan melakukan rapat penting"
Panca menunjuk meja bunda itu.
Tiba-tiba alarm berbunyi. Suaranya sangat kencang, tapi hanya sekali. Itu bertanda bahwa bagian komunikasi sedang mengalami kerusakan.
"Jiro, bisakah kau menungguku di pelataran timur. Ini kartu identitasmu. Masuklah kepintu yang tadi. Aku segera menyusul"
"Kau mau kemana?"
"Aku harus membantu bagian alat komunikasi. Karena aku pencipta alat itu"
Panca berlalu dengan terburu-buru. Berlari kearah pintu yang sama dengan tadi mereka masuk. Jiro harus segera menuju pelataran Timur. Sebelum keluar terdengar suara musik seperti lagu ulang tahun. Awalnya terdengar lirih, lalu lama kelamaan terdengar jelas sekali. Itu lagu ulang tahun. Warna meja berubah menjadi biru terang bercahaya. Sebuah tulisan keluar dari sana.
'Ada paggilan" begitu tulisannya.
Jiro mendekat, dan mencoba membaca petunjuk lainnya. Ada 3 tulisan yang harus dipilih. Diangkat, Diam dan Alihkan. Jiro tidak tahu menahu soal itu. Tapi, pikirannya penasaran. Jiro memberanikan diri mengangkat panggilan itu.
"Hallo!" Sebuah suara terdengar dari balik speaker yang berada disisi kanan meja.
"Ha...ha...halllo!" Jawab Jiro terbata-bata.
"Siapa disana?Suara asing. Jangan bermain-main. Disini darurat. Sijji apakah itu kau?"
"Bukan"
"Ayolah, Duwo jangan bercanda"
"Aku bukan Duwo, aku Jiro"
Terlihat wajah mengejutkan dari seberang komunikasi itu
"Kau, Jiro?"
"Iya. Ada apa anda memanggil markas kami?"
"Baiklah, ini darurat Jiro. Kau harus menemui Sijji dan beritahu kepadanya bahwa Aku A telah menghubunginya untuk kepentingan darurat. Secepatnya"
"Tapi aku..."
"Segera berangkat Jiro. Waktuku tak banyak hanya 60 menit"
"Tapi...tapi..." Jiro bingung harus menjawab apa. Dia tidak mengetahui keberadaan Sijji dimana. Bahkan dia harus degera menenmui Panca di pelantaram timur. Apa yang harus dia lakukan saat. Jiro berlari keluar pintu. Bertanya kepada Profesor Komplex. Bagaimana cara menemukan Sijji.
"Kau lihat saja di kartu identitasmu, tanda biru itu adalah tanda keberadaan Sijji"
Jiro membalikkan telapak tangannya dan melihat peta keberadaan ke lima temannya. Terlihat warna biru itu berada di ruang penelitian kimia.
"Bagaimana aku bisa kesana, Prof?"
"Masuklah kepintu itu, lalu tekan tombol kemana arah tujuan mu"
"Baik, prof. Terima kasih"
"Iya"
Jiro berlari kearah pintu itu dan menekan tombol buka. Seketika pintupun terbuka.
"Apa secepat itu mereka harus menguji ketangguhan manusia bernama Jiro itu?" Seseorang memakai baju yang sama dengan Jiro sudah berada dibelakang Profesor Komplex.
"Hehehe....ayolah Ampex. Jangan seperti itu. Bahkan kau sendiri belum terbangun saja sudah diuji, bukankah begitu?"
"Karena aku jenius prof. Hahahaha"

Kamis, 07 April 2016

Si Bika

Perkenalkan namaku Bika, seorang cewek jones yang "tidak laris" selaris Bika-bika yang dijual oleh ibuku. Aku lahir kedunia 30 tahun yang lalu. Tepat dihari kamis tengah malam. Dan itu sudah dipastikan malam jum'at kliwon ( serrreeeem ). Ayahku seorang guru yang terkenal sangat kejam dan hobi melihat muridnya menangis. Sedangkan Ibuku adalah seorang chef kue. Dan kue yang paling bisa diandalkan adalah Bika Ambon. Mungkin dari situlah namaku tercipta, Bika Andita. Untung saja namaku bukan Bika Ambon. Kan gak lucu, aku lahir di Medan kenapa harus Ambon. Kehidupanku biasa-biasa saja. Namun, sedikit tidak normal.
Setiap harinya aku bangun tidur, lalu mendekatkan diri kepada penciptaku dan lagsung sarapan pagi. Itu masih pukul 06.00 pagi. Belum mandi. Disitu sudah terlihat tidak normalnya diriku ini. Jam 06.00 pagi sudah sarapan dan belum mandi. Biasanya kan, mandi dulu baru sarapan sekitar jam 07.00 pagi. Ini terjadi ketika asam dilambungku naik seketika diudara pagi hari dan itu membuat cacing-cacing langsung memberi sinyal ke sarafku untuk segera mengisi perutku.
Tepat, habis mandi aku langsung pergi bekerja. Aku bekerja di sebuah badan milik negera. Ya, aku seorang pegawai yang digaji dari pajak negara. Tugasku melayani masyarakat dan satu lagi melayani rekan-rekan kerjaku dengan sangat ikhlas sekali. Akh....!!!sebenarnya aku tidak suka penindasan ini. Hanya karena aku masih single dan belum ngurusin ini itu, mereka seenaknya saja menyuruhku. Tapi, bukannya aku malah benci mereka. Aku malah senang, bisa berguna untuk mereka. Ini juga termasuk tidak normal.
Setelah usai, bekerja aku langsung pulang. Pukul 17.00 tepat, aku meluncur kerumahku. Nongkrong bareng teman, aku bukan orang semacam itu. Tidak mau menghabiskan uangku hanya untuk hal-hal tidak berguna seperti itu. Tapi, kalau ada yang ngasi makan gratis siapa yang menolak. Ini juga termasuk tidak normal, karena selalu mau makan gratisan.
Hobi, berbicara hobi. Aku mempunyai hobi terbesar yaitu, tidur. Hobi keduaku adalah menonton. Hobi ketiga membuat kamarku berantakan. Itulah hobiku yang tidak normal.
Padahal aku sudah mencoba hidup senormal mungkin. Tapi, tetap saja tidak bisa. Sudah banyak cara aku lakukan untuk menghentikan hal-hal yang tidak normal itu.
Misalnya sarapan pagi dikantor, yang ada perutku malah sakit. Nongkrong bareng teman-teman kantor , yang terjadi malah aku tertidur disana dan aku selalu dibiarkan tidur sendiri disana. Ketika aku tidak tidur siang saja sehari kepalaku terasa sakit. Dan yang terkahir ketik kamarku rapi, badanku terasa gatal-gatal.
Oh iya, hobi diatas hobi adalah aku jarang mandi. Hahahahahahaha.....!!!

Senin, 04 April 2016

Suara Harapan

di persimpangan aku mendengar
sebuah suara yang aku tidak tahu
darimaa asalnya
suara itu datang tiba-tiba
membentur semua yang mengahalanginya
aku takut
aku takut
jika aku meneriakkan segalanya
ditepi akhir sebuah jalan itu
aku menemukan seberkas sinar
yang membawaku kesebuah pintu
kegenggam jiwaku
kubulatkan tekad untuk melampui pintu itu
tapi yang aku dapatkan hanya kosong
dan suara itu mulai terhenti
aku mencoba mencarinya
nyanyian lagu harapan itu
yang membawaku kepintu penuh sinar
ingin ku meraih harapan yang hilang itu
dengan sebuah lagu semangat
yang tercipta aku menundukkan kepalaku
aku kembali kepersimpangan
mencoba mendengarkan suara itu
ternyata aku bermimpi
suara itu tidak benar ada
seseorang menepuk pundakku
segera menyadarkanku
memberitahunya ada yang sedang aku cari
sebuah suara lagu harapan
matanya berbinar
dia menunjuk dadanya
suara itu berasal dari sini
tidak jauh darimu
aku memejamkan mataku
mencoba mendengarkan kembali suara itu
benar saja, angin yang berhembus membuyarkan suaranya
aku percaya pada diriku
yang membawa sebuah lagu harapan yang indah
melantunkan nada-nada kehidupanku
itulah lagu-lagu harapan
percayakan kepadanya