Senin, 03 April 2017

Teman yg hilang

"eh, ngapain sih ngikutin aku terus!" Kesal Reo kepada Asha.
Langkah Asha terhenti seketika. Dia tak punya teman lagi di sekolah barunya ini. Hanya Reo, teman kecilnya dulu.
"Kamu malu?" Tanya Asha menundukkan kepalanya.
"Aku gak mau orang lain menganggap kita pacaran"
Deg....
Hati Asha terasa sakit.
Reo melanjutkan langkahnya menuju kantin, meninggalkan Asha yang sedang bermuram hati karena perkataan Reo. Asha kembali ke kelas, duduk melamun menatap keluar jendela. Berpikir dan bertanya.
'Apa salahnya dengan anggapan orang lain. Bilang saja malu berteman denganku'.
"Sha!" Panggil Nimo, cowok keren yang kepopulerannya melebihi justin biber.
Asha menoleh, Nimo tersenyum.
"Ada apa?"
"Jadi ikut club teater kan?" Tanya Nimo sembari memberikan formulir pendaftaran anggota teater.
"Aku masih bingung, Nimo. Tahu sendirikan jadwal teater itu padat dan disiplin lagi. Takutnya aku gak mampu"
"Ya, ampun. Kan ada aku. Kita sama-sama masih junior"
"Tapi, kamu uda terkenal duluan. Jadi, mereka harap maklum dengan kepopuleranmu"
"Jangan ngaco akh. Isi formulirnya. Aku tunggu pulang sekolah di ruangan club teater"
Kesedihan yang terjadi tadi hilang sudah dengan kedatangan Nimo, yang tidak malu menjadi temannya.
Harapan muncul untuk mempunyai teman baru akan segera tiba. Asha tidak akan sendiri lagi. Dengan wajahnya yang sangat cantik itu, Asha amat tidak disukai oleh teman-teman perempuan. Asha begitu mendominan ketika berkumpul dengan mereka, sehingga teman-temannya merasa minder dan tak berarti. Itu bukan maunya Asha untuk terus-terusan didekati oleh teman-teman prianya. Mereka sendiri yang datang menghampiri Asha hanya untuk sekedar menyapa.
Bel pulang sekolah telah tiba. Nimo yang sudah menunggu Asha di dalam ruangan teater terlihat gusar. Sesekali melihat kearah pintu. Namun, Asha tak kunjung datang. Nimo hampir putus asa. Ketika pintu ruangan terbuka, terlihatlah Asha memasuki ruangan. Nimo bangkit dari duduk, semangatnya tumbuh dan segera Nimo melambaikan tangannya. Asha segera menuju ke arah Nimo. Mereka saling lempar senyuman.
"Terima kasih, ya!"Kata Nimo. Asha hanya mengangguk pelan. Acara penyambutan anggota baru di club begitu antusias. Banyak siswa baru yang mendaftar sebagau anggota teater. Karena club teater di sekolah ini sudah terkenal dan memiliki banyak prestasi. Jadi, untuk bisa memasuki clubnya harus memiliki tingkat disiplin yang tinggi, loyalitas terhadap club dan harus memiliki semangat yang tinggi serta bisa bekerja sama dengan tim.
Ketua club, Kak Vero memberikan kata sambutan kepada para pelamar anggota club. Kak Vero memiliki wajah yang tegas dan berbadan tegap. Sesuai dengan posisinya sebagai ketua club.
"Kita adalah tim, ingat T.I.M. Bekerja sama, loyalitas , disiplin dan semangat yang tinggi. Itulah sebabnya kita mampu meraih semua prestasi-prestasi itu" Kak Vero menunjuk kearah foto-foto seluruh anggota teater sedang memegang piagam kemenangan mereka setiap tahunnya.
Dan kata-kata motivasi itulah menjadi penutup pertemuan pertama ini. Dan akan dilanjutkan ke sesi berikutnya. Penyeleksian anggota baru.
Nimo tampak senang, karena dia sudah terbiasa berakting. Karena dia juga merupakan selebritis dan model terkenal. Sebab itulah, kepopuleran Nimo bisa menjadi kelebihan untuk diterima di club teater ini.
Sekarang giliran Asha memasuki ruangan. Disana sudah duduk Kak Vero, Kak Dila, dan Buk Kyle merupakan pembina club teater juga pemain teater nasional. Asha gerogi. Tangannya tak henti-hentinya berkeringan. Kepercayaan dirinya sedang diuji.
"Oh, ini si Ratu Asha"
Asha menoleh kearah Kak Dila. Perkataan itu bukan pujian, melainkan cibiran bagi Asha.
Julukan Ratu itu tersemat indah sejak SMP, hingga kini masuk ke SMA julukan itu masih tersemat dengan rapinya.
"Silahkan ambil, skripnya. Lalu tempo 1 menit kamu bisa melakonkan apa yang diperintakan skripnya" kata Buk Kyle menunjuk skrip yang ada dihadapannya.
Asha memilih lembar skrip yang paling bawah. Lalu Asha membaca isi skripnya. Ada kelegaan diraut wajah Asha. Ini kemampuannya sejak dulu. Bernyanyi. Asha diperintahkan untuk bernyanyi dengan penuh penghayatan sehingga pesan yang dinyanyikannya tersampaikan kepada semua orang.
Asha menarik nafas pelan, lalu menghembuskannya cepat. Asha langsung menumukan lagunya britney spears yang lucky. Dengan penuh percaya diri Asha mulai bernyanyi dan bersama gerakan-gerakan tubuh yang dramatis.
Susasan hening ketika Asha menyelesaikan tugasnya. Kak Vero dan Buk Kyle bertepuk tangan dan seraya berdiri. Terkagum-kagum melihat gadis yang berbakat.
"Kenapa gak jadi artis saja?" Tanya Kak Vero.
"Reo melarang saya jadi artis" jawab Asha.
"Siapa Reo?pacar kamu?" Tanya Buk Kyle.
"Teman saya"
"Oh, baiklah. Dua hari lagi pengumumannya. Semoga kamu lulus" kata Kak Vero tersenyum manis kearah Asha.
Asha keluar dari ruangan dengan wajah yang memuaskan.
"Jangan kegenitan kepada anak baru, Vero. Aku gak suka" kesal Dila.
Nimo melambai-lambaikan tangannya kearah Asha.
Asha melihatnya , segera saja dia mendekati Nimo.
"Gimana tadi?"
"Hm" Asha mengacungkan jempol keudara.
"Hahahaha....semoga kita lulus ya" kata Nimo kesenangan.
Mereka berjalan menuju gerbang sekolah. Sore ini terlihat cerah, matahari masih melukiskan semburat oranye di tepi barat. Angin yang sejuk. Ditambah dengab suasana hati yang sedang bergembira.
"Asha!" Panggil Reo dari parkiran motor guru.
Asha menoleh kearah Reo.
"Ada apa?"
"Maaf yang tadi ya"
"Gak apa-apa kok"
"Yuk, pulang bareng" Ajak Reo
"Kita pulang bertiga ya. Nimo juga naik bus yang sama"
"Nimo" Nimo mengulurkan tangannya.
"Reo" Reo menyambutnya.
Sembari menunggu bus datang. Nimo dan Reo saling bercerita. Ternyata mereka cocok. Memiliki hobi yang sama, tae kwon do. Reo merupakan asisten pelatih di club tae kwon do, sedangkan Nimo sudah lama berlatih tea kwon do di kalangan selebritis. Jadi, Asha hanya mendengarkan pembicaraan laki-laki pecinta tae kwon do. Terkadang mereka melakukan gerakan-gerakan aneh menurut Asha. Sesekali mereka tertawa terbahak-bahak. Dan tak terasa buspun tiba. Sesampai didalam bus, mereka sengaja duduk paling belakang hanya untuk menyambung cerita mereka.
"Asha, kamu kok diam saja?" Tanya Nimo
"Aku gak ngerti apa yang kalian bicarakan"
"Hahahaha, Asha ini memang cantik. Cuma ya gitu, tahunya hanya nyanyi saja" celetuk Reo.
"Udah berapa lama kenal dengan Asha?" Tanya Nimo.
"Sudah 15 tahun. Dari oek-oek, bahkan kami lahir dirumah sakit yang sama, diruangan yang sama. Untung saja tidak tertukar. Hahahahahah"
"Kebanyakan nonton sinetron kamu" kesal Asha.
"Jadi sudah seperti teman dekat ya"
"Dekat banget , hahahahahhaha" Reo masih tertawa.
"Terus apa kamu pernah suka dengan Asha?" Tanya Nimo.
Pertanyaan Nimo itu membuat Asha terdiam dengan wajah kaget. Pertanyaan yang keluar dengan polosnya dari bibir Nimo. Asha merasa sesak didadanya. Pikirannya mulai bertanya-tanya. Jawaban apa yang akan di katakan Reo.
"Gak lah. Hahahahahha. Gadis cengeng seperti dia tidak cocok denganku. Dia terlalu manja. Hahahahaha" kembali Reo tertawa terbahak-bahak.
Asha menahan sesak didadanya. Jadi , selama ini pertolongan-pertolongan itu hanya sebagai rasa kasihan dan kecengengan Asha semata. Asha menahan airmatanya. Rasa sedih itu menjalar keseluruh tubuhnya. Wajahnya merautkan kesedihan yang terdalam.
"Bagaimana kalau aku suka dengan Asha?" Tanya Nimo. Kembali lagi Asha kaget dengan perkataan Nimo.
Reo terdiam, tawanya tercekat oleh pertanyaan Nimo. Ingin rasanya Reo meminta Nimo untuk kembali mengutarkan pertanyaannya. Namun, bibirnya langsung berkata.
"Silahkan. Tapi, kamu harus siap mental. Karena Asha itu seperti hantu yang selalu mengikutimu. Hahahaha" dibalik tawa ada keganjalan di hati Reo.
Bus berhenti, perbincanganpun tehenti. Nimo permisi untuk turun duluan. Karena harus berganti bus lagi. Tinggallah Asha dan Reo yang saling diam. Tak ada percakapan hari ini setelah turunnya Nimo dari bus. Bahkan setelah mereka turun dari bus dan menuju kerumah hanya derapan langkah kaki mereka yang terdengar. Kecuali pernyataan terakhir Reo sebelum masuk kedalam rumahnya.
"Sha, mulai besok kamu pergi dan pulang sendirian ya. Aku merasa tidak enak dengan Nimo yang sudah blak-blakan mengatakan perasaany tadi di bus"
"Tapi..." Asha terhenti. Itu permintaan yang diinginkan Reo selama ini. Menjauh dari Asha.
"Sudahlah. Selamat sore, dah!!!" Reo masuk kedalam rumahnya dengan dada yang penuh sesak.
Begitu juga Asha berlari ke kamar tidurnya dengan isakan tangis yang menyedihkan. Sahabatnya memintanya untuk menjauh darinya.
Ini, hari yang menyenangkan sekaligus menyedihkan.
********
Pagi beranjak, dua hari berlalu. Sembari menunggu pengumunan seleksi anggota teater. Asha duduk di depan mading. Membaca satu persatu pengumunan. Dan Asha melihat pertandingan Tae Kwon Do antar sekolah yang akan diadakan minggu depan di SMA timur. Melihat pengumuman itu, Asha teringat dengan Reo yang sejak saat itu tidak pernah lagi pulang bersama mereka. Ternyata Reo sibuk latihan untuk pertandingan Tae Kwon do antar sekolah.
"Hai Lucky" sapa Kak Vero yang membawa kertas pengumuman.
"Eh....Kak Vero" Asha yang sedang melamun terhenyak melihat Kak Vero yang sedang berdiri didepannya.
"Selamat ya, Lucky" Kak Vero tersenyum manis.
"Aku lulus ya, Kak?" Tanya Asha penasaran.
"Iya. Hanya 10 orang yang lulus"
"Nimo bagaimana?"
"Mana mungkin dia tidak kami luluskan. Aktor berbakat. Hehehehe. Sekali lagi selamat ya"
Setidaknya kabar gembira ini mampu menghibur kesedihan hatinya.
"Kapan mulai latihan kak?"
"Sudah kakak tulis di lembar pengumunan. Sudah ya. Kakak kembali ke kelas dulu"
"Iya" Asha tersenyum senang membaca hasil pengumumannya. Kabar gembira ini harus segera sampai kepada Nimo.
Asha kembali ke kelas, tidak melihat Nimo disana. Ke kantin juga tidak ada. Ke perpustakaan juga tidak ada. Ke toilet, sengaja Asha menunggu di depan toilet pria. Bahkan dari beberapa siswa pria menggodanya untuk masuk saja.
Nimopun muncul dari dalam toilet, dengan hati yang sedang senang. Asha meraih tangan Nimo dan bersorak.
"Kita lulus"
Nimo masih bingung.
"Kita lulus apa?"
"Lulus masuk teater"
"Apaaaa????"
"Iya beneran"
Asha dan Nimo melompat-lompat gembira. Namun, dibalik pintu toilet ada mata yang sedang memandang iri dengan kegembiraan mereka berdua. Rasanya dia tidak rela melihat kegembiraan itu muncul di wajah mereka.
Nimo dan Asha kembali ke kelas dengab wajah gembira. Setelah Asha membertahukan bahwa besok jadwal latihan mereka kepada Nimo, datanglah Kak Dila dengan wajah cemberut dan kesal.
"Asha, aku peringatkan ya. Jangan pernah menggoda Vero. Ok"
"Eh...." Asha terkejut.
"Ada apa sih?" Tanya Nimo heran.
"Kasi tau temenmu ini ya, Nimo. Jangan genit dengan pacar orang lain"
Asha terdiam.
Plaaaak....sebuah tamparan melayang kearah Dila. Tangan besar Reo menempel keras dan membekas.
"Asha tidak serendah itu, Veromu saja yang kegenitan. Ingat itu" Reo murka melihat Asha diperlakukan seperti perempuan rendahan. Memang, Asha selalu di kelilingi laki-laki. Akan tetapi Asha selalu berusaha untuk menjauhi mereka yang genit-genit.
Suasana sekolah mendadak senyap. Hanya terdengar rintihan sakit yang dirasakan Dila.
"Daaasaaar preman gila" Kesal Kak Dila yang langsung pergi karena malu.
Nimo merasa terkejut melihat tindakan Reo yang akan membuatnya diskorsing selama 3 hari.
Suasana hening berubah menjadi haru ketika Asha menitiskan airmatanya.
"Sudahlah jangan cengeng" Reo megusap-usap kepala Asha. Dan berlalu pergi.
"Sha, sudah jangan nangis lagi" kata Nimo.
Nimo membawa Asha kedalam kelas dan menenangkan hati Asha.
"Aku keluar saja ya dari teater. Belum apa-apa, aku sudah punya musuh. Memang aku tidak pernah cocok dengan perempuan"
"Sudahlah. Gak perlu dipikirkan. Kamu harus tetap ikut teater. Temanin aku disana. Ok!" Kata-kata Nimo itu memang jitu untuk meredakan hati Asha yang bersedih. Namun, dibalik itu semua pembelaan Reo merupakan bertanda bahwa Reo masih ada disekitarnya untuk membelanya selalu. Tapi, lain halnya dengan Nimo. Ada rasa kesal yang mendalam , mengapa dia tidak begitu sigap melawan cercauan seniornya itu. Ada rasa takut untuk menghentikan cercauan itu.
*********
3 hari Reo tidak bersekolah. Ada rasa tidak enak mengganjal di hati Asha. Sepulang sekolah ini, Asha akan menemui Reo dirumahnya. Dan meminta maaf atas kejadian tempo hari..
"Reo gimana kabarnya?"tanya Nimo didalam bus.
"Aku belum ada menjenguknya. Rencana hari ini"
"Aku ikut ya!"
"Eh...." Asha bingung harus menjawab apa.
"Boleh ya. Ada yang mau aku berikan juga kepadanya. DVD pertandingan tae kwon do tingkat nasional. Beberapa hari yang lalu dia minta tolong kepadaku untuk mencarikan DVD pertandingan nasional. Ternyata pelatihku menyimpan DVDnya. Makanya hari ini ingin aku berikan"
"Baiklah" Asha mengangguk pelan sambil tersenyum.
Sesampai di depan rumah Reo. Asha memberanikan diri melangkahkan kakinya ke rumah Reo. Ini untuk kali keduanya Asha datang ke rumah Reo. Biasanya Reo yang selalu datang ke rumah Asha. Reo tinggal bersama ayahnya yang merupakan mantan atlit tae kwon do tingkat nasional. Namun, sekarang ayahnya menjadi pelatih dan menjual perlengkapan tae kwon do yang berada ditengah kota. Ayahnya seminggu sekali akan pulang untuk menjenguk Reo.
Ketukan demi ketukan tak ada sahutan dari dalam rumah.
"Sebentar" kata Asha masuk melalui samping rumah. Benar feeling Asha, bahwa pintu samping tidak pernah dikunci oleh Reo.
Asha masuk melalui dapur, dan menuju keruang depan lalu membukan pintu untuk Nimo.
"Loh kok bisa?"
"Pintu samping selalu tidak dikunci"
"Kok kamu tahu"
"Reo selalu bilang padaku. Kalau ke rumahnya masuk dari pintu samping. Karena dia selalu di kamar atas untuk latihan"
Nimo masuk sambil melihat sekeliling. Wajahnya tercengang. Banyak sekali piagam penghargaan milik keluarga Reo. Ternyata Nimo mengenal ayah Reo yang pernah menjadi pelatih di klub selebritis itu. Asha mengajak Nimo keatas. Rumah yang sepi.
Reo terlihat sedang latihan dilantai dua. Ruangan besar itu memang khusus untuk latihan tae kwon do. Reo menghentikan latihannya setelah melihat Asha dan Nimo berada di bibir pintu ruang latihan.
"Hai..." sapa Nimo
"Hai, bagaimana permintaanku"
"Ini aku bawakan" Nimo membongkar tasnya dan memberikan DVD pertandingan tae kwon do yang Nimo janjikan.
"Aku akan membuat minuman dan cemilan" kata Asha kembali kebawah dan menuju dapur.
Sedangkan Reo dan Nimo mulai menonton video pertandingan tingkat nasional itu.
30 menit berlalu, Asha selesai dengan pekerjaannya membuat minuman dan cemilan. Asha kembali ke lantai dua. Dan tangannya bergetar melihat tangan Reo sudah ada dileher Nimo yang kesakitan.
"Hentikan...hentikan....ada apa dengan kalian" Asha heran dan ketakutan.
Reo dan Nimo tidak menghiraukan Asha yang mulai gemetaran ketakuan.
Sekarang Nimo membalas dengan mengunci kaki Reo sehingga ada celah untuk melepaskan diri dari capitan lengan Reo. Ini sesi duel antara Reo dan Nimo. Tidak tahu permasalahannya apa, yang Asha tahu itu merupakan tindak kekerasan kepada manusia.
"Hiks...hiks...hikss...sudah hentikan. Aku mohon"
Reo dan Nimo melihat ke arah Asha yang menangis. Tampang heran mereka mendadak berubah menjadi tawa menggelegar.
"Hahahahaha...." mereka tertawa bersama.
Asha mengusap airmatanya.
"Kami hanya sedang latihan" kata Nimo menepuk bahu Reo.
"Dasar cengeng. Heran juga mengapa ada cowok yang suka dengannya. Hahahahha"
Wajah cemberut Asha terihat jelas. Menambahkan kegemasan dengan pipinya yang tembam memerah menahan marah.
Seusai latihan dan makan cemilan serta meminum teh buatan Asha. Nimo langsung berpamitan pulang karen hari sudah semakin sore. Asha mengantar Nimo sampai depan pintu rumah Reo. Dengan senyuman termanis Nimo berpamitan seraya mengingatan Asha.
"Minggu depan temanin aku casting model ikan ya" kata Nimo mengerlingan matanya.
Asha tak menjawab segera hanya senyuman yang terpancar dari wajahnya. Punggung Nimo sudah tak terlihat lagi, Asha kembali masuk ke dalam rumah Reo. Menapaki anak tangga. Suasana menjadi berubah. Kecanggungan antara mereka terlihat jelas sekali. Reo yang sedari tadi melanjutkan melihat video pertandingan tae kwon do. Sedangkan Asha berpura-pura melihat video juga, padahal pikirannya entah pergi kemana-mana.
"Minggu depan datanglah ke pertandingan"
Asha masih pura-pura melihat video,  dia juga mendengar apa yang dikatakan Reo. Namun, dia tidak mau menjawab. Masih ada rasa kesal dihatinya. Rasa kesal itu tidak tahu tumbuhnya darimana. Sudah sejak kapan rasa kesal itu muncul juga Asha tidak tahu. Segera Asha bangkit.
"Maafkan aku" kata Reo digemangnya nada suara yang dia getarkan.
Asha terhenti. Tangannya mengepal erat. Ubun-ubunnya tiba-tiba memanas.
"Buat apa belain aku. Buat apa? Kasian. Aku gak perlu dikasianin. Kalau pembelaan itu buat kamu di skor 3 hari begini. Lebih bai tidak perlu kamu bela. NGERTI" amarah Asha memuncak. Matanya menguraikan airmata yang tak terbendung. Asha menangis.
"Sudah kubilang jadi cewek jangan cengeng" Reo bangkit dan mendekati Asha.
"Apa pedulimu!" Asha mulai berteriak.
"Jika Nimo tak sanggup membuatmu bahagia dan mengusap airmatamu kembalilah kepadaku. Kamu harus merasakan hal yang lain, maka kamu akan tahu rasa apa yang kamu berikan kepadaku apakah melebihi rasamu ke Nimo. Aku akan memiliki rasa yang tetap sampai kamu menua nanti. Ini bukan gombalan, ya" kata-kata Reo membuat isakan Asha terhenti. Walaupun di tidak mengerti apa yang dikatakan Reo. Namun, ketika Reo mengusap-usap kepalanya itu bertanda hubungannya dengan Reo tidak akan berubah.
Ada yang merasa dia telah tiba diwaktu yang salah diantara orang yang salah.
"Sorry, tapi ini perasaanku. Aku akan berusaha mewujudkkannya" katanya dalam hati. Segera dia keluar dari rumah itu dan tidak jadi mengambil kunci kamarnya yang tertinggal di ruang latihan Reo.
Sore yang berat untuk perasaan yang terbagi-bagi. Ada semburat kebahagiaan , namun ada juga secercah kesedihan.
*****
Nimo berjalan lunglai menuju kelas. Hari dimana masih mengingat perkataan Reo di ruang latihan. Perkataan yang seharusnya tidak didengarkannya. Sesampai dikelasnya, Nimo langsung memilih tidur dibangkunya. Melupakan kata-kata itu, kata-kata yang membuat hatinya tidak enak. Nimo kembali mengingat pertemua pertamanya dengan Asha di lapangan sekolah yang penuh keriuhan. Dia melihat Asha yang sedang duduk sendiri. Seperti tidak ada teman, maka segera dia menghampiri gadis manis itu. Mereka mengobrol panjang. Mengenai sekolah dan hobi mereka. Ternyata mereka memiliki hobi yang sama, yaitu Teater. Sejak saat itu ada getaran aneh merasuki hati Nimo. Takdir begitu mudah mempertemukan mereka berdua di dalam keramaian.
"Nimo!" Panggil Asha yang sudah di sebelah bangkunya. Nimo mengangkat kepalanya.
"Ada apa?"
"Jawaban kemarin, aku tidak bisa menemanimu casting model iklan"
"Baiklah"
Asha heran melihat raut wajah Nimo, tidak seperti biasa.
"Kamu baik-baik saja?"
"Apa aku terlihat baik-baik saja"
"Tidak. Ada apa denganmu?"
Nimo tidak menjawab. Perasaan tak enak hati juga merasuki Asha saat itu.
"Apa kamu marah dengan jawabanku"
"Hm...gak kok" akhirnya Nimo menyungingkan senyumannya. Nimo tahu kalau Asha menjadi tak enak hati kepadanya.
"Maaf ya"
"Tak perlu minta maaf. Memangnya kamu mau kemana minggu depana"
"Aku mau menemani Reo ke pertandingan tingkat sekolah"
Nimo sudah menduga jawaban itu. Nimo hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
" Kalau aku sempat aku akan datang kesana juga"
"Terima kasih" senyun Asha mengembanng. Ada rasa kelegaan dihatinya. Semua berjalan baik-baik saja. Tidak bagi Nimo, sesak sekali. Apakah begini rasa cemburu. Membanding-bandingkan dirinya dengan Reo. Nimo itu kurang apa. Cerdas, tampan dan populer. Tak ada lecet sedikitpun. Tapi, mengapa wanita itu lebih memilih tetap bersama Reo yang begitu urakan dan bergaya preman. Bahkan untuk menandingi dibidang akademik jelas Reo jauh berada dibawah Nimo yang mendapatkan peringkat kedua juara umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar