Senin, 25 Februari 2013

Aku Diam ( Deria ) IV


Yang kuharapkan pada saat itu, Haris menyatakan perasaanya kepadaku. Ternyata aku salah, dia sama sekali tidak merasakan apa yang aku rasakan saat itu. Dia tidak mampu membaca pikiran itu saat itu. Padahal hal itu yang aku harapkan dari seorang Haris disaat momen terindah itu.
Musim berlalu, dan akupun sekarang sudah duduk diakhir sekolah menengah atas. Hari-hari menjelang ujian sangat berat bagiku. Harus les tambahan, belum lagi membereskan rumah, belum lagi mengurus adik kembarku dan membantu ibu didapur. Semua itu harus aku bagi waktu semuanya. Dan targetku adalah harus menjadi nomor satu di ujian nasional. Aku berusaha keras untuk meyempatkan mengerjakan soal-soal. Penuh dengan kosentrasi dan disaat itu pula terdengar suara tangisan dari kamar sebelahku. Ria sedang menangis tersedu-sedu. Aku tak ingin kosentrasiku buyar gara-gara tangisan Ria.
"Ria...bisa diam ga sih! Seruku dari kamar sebelah yang memang terdengar oleh Ria.
"Ga usah ikut campur, bukannya menenangkanku malah buat keributan aja, kakak macam apa kau" marah-marah Ria dari dalam kamar. Sontak aku kaget mendengarnya, apa aku ini pernah dianggapnya kakak, dan sampai saat ini saja aku tak dianggapnua sebagai seorang kakak. Aku memberanikan diri untuk masuk kekamarnya.
"Eh...sebulan lagi aku ujian nasional. Bisa tenang ga sih" kataku ketus.
"Kan uda kubilang ga usah ikut campur. Kau ga pernah merasakannya sih. Gimana mau merasakan pacar aja ga punya" cibirnya.
"Diputusin pacar kau kan" kataku marah.
"Aku yang mutusinnya, selingkuh dia dibelakangku"
"Makanya ga perlu pacaran kalau akhirnya kaya' gini. Sungguh tersia-siakan tu airmata" kataku membanting pintu kamarnya. Aku benar-benar emosi, ketika ingin ketenangan malah keributan ga jelas aku dapatkan. Beginilah hidupku penuh dengan ketidak tenangan.
Pagi yang menurutku indah, dan sangat sejuk sekali. Dan sudah seminggu ini Haris tidak menungguku di parkiran. Ada apa dengan Haris. Akh, ga perlu aku pikirkan itu semua. Yang aku fokuskan sekarang adalah nomor satu ujian nasional. Sesampai dikelas aku bertemu Tata, senyum-senyum manis. Sepertinya dia sedang senang sekali. Dan aku tidak perduli dengan kesenangannya itu, tapi entah mengapa perasaan senangnya itu membuat aku menjadi merasa tak enak. Apakah desas desus itu benar, kalau Tata jadian dengan Haris. Tapi, kenapa Haris ga da memberitahukanku?. Tanda tanya besar.
"Der...aku uda jadian loh" kata Tata yang memang tidak bisa menyembunyikan apapun.
"Dengan siapa?" Tanyaku yang semakin membuat dadaku sakit.
"Haris" jawabnya ringan.
Haris, nama itu begitu indah sebelumnya, tetapi ketika nama itu disebutkan oleh Tata, rasanya langsung membusuk sudah.
"Selamat ya" jawabku mencoba tenang tanpa mengeluarkan airmata.
"Kamu, ga suka kan sama Haris, Der?" Tanyanya agak sedikit bersalah.
"Ga" jawabku yang membohongi diriku sendiri. Betapa pengecutnya aku ini. Disini bukan Haris yang salah, tapi aku yang pengecut, yang tidak berani mengakui kepada Tata bahwa aku lebih mengetahui Haris, bahkan aku lebih paham Haris. Aku salah selama ini, aku benar-benar tidak tahu Haris. Siapa Haris itu? Siapa dia sebenarnya. Terguncang, kosentrasiku terguncang hebat. Ingin marah kepada diriku sendiri. Dan aku hanya bisa diam untuk kesekian kalinya.
Dan aku tahu bagaimana perasaan Ria dan Tata ketika selingkuhannya adalah teman akrabnya sendiri. Tapi, kali ini sakit yang kurasakan tak separah yang mereka rasakan, namun ini bagiku begitu menyakitkan. Merasa terkhianati oleh semua, terutama Haris yang kuanggap sebagai pahlawanku.
Dua minggu berlalu dari kejadian yang mengguncang hati dan pikiran serta kosentraskiku. Akhirnya aku mampu bangkit dan oragn lain tak ada yang tahu soal keterpurukan itu. Biarlah aku yang merasakan itu sendiri. Seminggu lagi ujian nasional dan targetku harus terwujud. Aku tetap pada jalur kosentrasiku untuk belajar dan mengerjakan soal-soal ujian. Dan Harispun berubah terhadapku. Dia hanya menegurku ketika bertatap langsung dan kali ini dia tidak mengantarku pulang. Aku harus membiasakan diri tanpa itu semua. 

Mungkin untuk waktu yang singkat ini aku belum terbiasa, mungkin setelah aku mendapatkan semua yang kuraih maka aku akan melupakannya segera.
Ujian akhir nasionalpun terlaksanakan, dan pengumumanpun kelulusanpun segera di bacakan.
"Yang mendapatkan peringkat 1 dari sekolah kita adalah Deria Yatama" teriak kepala sekolahku dibalik microphone yang suaranya membahana keseluruh sekolah. Usaha-usahaku untuk mengabaikan kerikil-kerikil tajam itu berhasil. Aku, aku mampu meraihnya. Usahaku untuk belajar giat berhasil. Semua usahaku bekerja dengan baik.. Aku menitiskan air mata kegembiraan yang tak terhingga. Teman-teman memberikan selamat padaku. Tata memeluk erat, seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa antara kami berdua, dan itu hanya aku yang tahu. Haris juga memberi selamat padaku. Yolli juga begitu. Semuanya mengucapkan selamat padaku. Dan tugas akhirku memberikan pidato diacara kelulusan.
Sesampai dirumah, aku memberi kabar kepada ibu bahwa aku mendapatk ranking 1 di ujian nasional ditingkat sekolah.
"Syukurlah, nak. Ibu senang dengarnya" kata ibu sambil mencium pipiku.
"Selamat eah, Der. Itu baru anak ayah" kata ayahku bangga. Sejak kapan aku pernah dianggap anak ayah. Akh...sudahlah aku tak ingin momen bahagia ini terjadi keributan lagi dirumah ini.
Hari kelulusan, aku sudah menyiapkan sebuah pidato yang singkat dan berarti.
"Selamat pagi semua, yang saya hormati bapak kepala sekolah dan guru-guru serta wali murid. Dan saya sayangi teman-teman sekalian."
"Terutama Haris" sebuah suara berteriak dari arah bangku penonton. Aku tersontak kaget, apa teman-teman tidak tahu kalau Haris dan Tati sudah jadian. Fokus membaca pidato.
"Disini, saya diberikan kesempatak untuk menyampaikan beberapa ungkapan rasa terima kasih saya kepada seluruh orang-orang yang telah mensuport saya untuk mendapatkan hasil yang sangat memuaskan ini.
Saya pernah dikatakan Goblok oleh orang yang saya hormati dan saya sayangi, saya juga pernah dikatakan Dungu oleh teman yang selalu saya berikan contekan ketika mengerjakan PR, kalau saya goblok dan dungu mengapa saya bisa berdiri disini sekarang"
"Hahahaha" semua pendengar tertawa mendengarkan lawakan yang kutahu itu sebuah tamparan untuk orang-orang yang kumaksudkan.
"Dan ketika saya ingin meraih sebuah keberhasilan, ada kerikil tajam yang menusuk seluruh persendian saya, sehingga membuat saya tak mampu untuk bergerak cepat, namun hal itu mampu saya hadapi semua dengan usaha dari orang-orang yang saya sayangi, ibuku dan ibuku" mataku meleleh ketika mengingat selama aku belajar semalaman, ibu selalu membuatkan susu dan cemilan roti untukku. Dia selalu menemaniku sampai dia tertidur pulasnya dikasurku. Dan keesokan harinya dia harus mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.
prok..prok....prok, tepuk tangan dari wali murid dan teman-temanku menggema seluruh gedung.
"Terima kasih untuk seseorang yang awalnya sudah mendukungku memberikanku semangat namunpada akhirnya membuat luka yang dalam" dan aku melihat ke Haris, dia kelihatan tenang, dan aku tahu pasti dia sangat terpukul atas pernyataanku itu.
Intinya aku berterima kasih kepada orang-orang sudah menilaiku salah selama ini. Dan kali inipun aku hanya diam, karena aku tak ingin semua kebahagian ini berkahir begitu saja. Aku bahagia dengan hidupku. Aku Deria Yatama, adalah seorang gadis kuat dan mampu berdiri tegar walaupun sedang rapuh. Dan aku tetap menyimpan rahasia-rahasia yang orang lain tak tahu. Dan aku mengetahuinya dalam sebuah kebetulan semata.
Akhirnya selesai juga tulisan malam ini. Thanks untuk manusia yang sudah menganggap aku telah melakukan hal yang sia-sia ini hari. Kau lihat apa yang kulakukan ini sebuah kesia-siaan.
Senandung yang mengantarkan tulisan ini : *sawakaze by tanizawa tomofumi (ost kimini todoke) dan *mother by mucc (ost naruto shippuden)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar