Jumat, 08 Februari 2019

Cinta Bagaikan Angin -ch 1-

                     Cinta Bagaikan Angin
                                  Chapter 1
                Angin membawa kebetulan
                         By : gherimis kecil
=================================
Awal masuk sekolah, aroma seragam baru dan udara pagi yang menyatu dalam semangat menyambut hari baru, kenangan baru dan rutinitas baru. Murid-murid baru yang masih malu-malu, canggung dan merasa kikuk melihat pemandangan sekolah. Tingkat dua yang harus berkutat dengan pemilihan jurusan. Sedangkan tingkat tiga harus berjuang untuk menyelesaiakn segala tugas-tugas yang akan menumpuk setiap harinya, memilih universitas yang diinginkan dan belajar lebih keras untuk mendapatkan tropi kemenangan bahwa sudah selesai melaksanakan kewajiban belajar.
Pagi yang indah, dengan angin yang menyapa mereka-mereka yang sedang duduk diantara kursi-kursi kebahagiaan. Suara bel berdering kencang, seperti dijadwal hari ini adalah upacara penyambutan murid baru. Hara, sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memperkenalkan club baseball yang dirintisnya sejak tingkat satu. Berjuang bersama teman timnya meraih piala tertinggi tahun lalu menjadi beban yang menambah berat dipundaknya. Hara berjalan menuju ruang belakang panggung.
"Kai, sedang apa kau disini?" Tanya Hara kepada sahabatnya yang sedang berdiri dengan tangan yang masih diperban.
Kemenangan mereka tahun lalu harus mengorbankan tangan Kai yang tidak ikut dalam kompetensi dimusim pertengahan tahun ini.
"Aku ingin membantumu" jawab Kai mencoba meraih tongkat pemukul dengan tangan kirinya.
"Sudah...sudah...mereka sebentar lagi datang. Kau duduk disitu, dan perhatikan caraku menarik adik-adik kelas nanti. Ini tahun terakhir kita disini. Aku tak ingin tahun ini menjadi tak berkesan untuk kita" Hara begitu bersemangat, namun semangat Hara begitu hampa ketika sahabatnya tidak bersamanya tahun ini.
"Mengapa kau selalu bersemangat, Hara. Aku terkadang iri denganmu"
"Karena aku tidak tahu bagaimana caranya aku bisa menghentikan api yang membara di setiap semangatku. Baiklah, kau tetap disini, duduk dan lihatlah aku. Aku akan sepertimu ditahun lalu. Pesonamu, bisa merekrut banyak anggota. Begitu juga tahun ini, percayakan padaku"
Kai hanya mengangguk takjim pada sahabatnya Hara. Akan tetapi didalam hatinya dia merasa bersalah telah membuat Hara harus lebih bekerja keras sendirian. Tak tahan melihat Hara dengan semangatnya, Kai diam-diam meninggalkan Hara di belakang panggung dan memilih untuk pergi kesuatu tempat yang tak seorangpun tahu keberadaannya.
Disebuah taman dekat sekolah, Kai duduk disebuah bangku kayu yang lembab karena embun pagi. Sekotak minuman rasa apel dan sebungkus roti menemani Kai dengan rasa kesal dihatinya.
"Hei...anak muda. Apakah kau sedang membolos dihari pertamu masuk sekolah?" Tiba-tiba terdengar suara wanita dari sebelah kanan Kai.
Kai terkejut melihat penampilan wanita itu. Berkacama hitam, bertopi dan membawa kamera. Kai berpikir bahwa wanita itu adalah seorang paparazi yang menyembunyikan jati dirinya.
Kai tak membalas pertanyaan wanita aneh itu. Dia memalingkan wajahnya ke arah lurus yang dia tidak tahu kemana jalan pikiran dan hatinya melangkah.
Wanita itu masih tetap duduk disebelah Kai sambil memotret langit, awan, serta pemandangan taman bunga yang indah dipenuhi bunga warna-warni serta kupu-kupu yang sedang menari-nari mengitari cerhanya bunganya.
Mata lensanya mengarah kepada Kai, dengan lensa yang digerakkannya tanpa sadar wanita itu memotret wajah Kai dari samping. Kai beranjak pergi, hatinya sudah mulai membaik. Rasa kesal yang menyulutinya hari ini sudah mulai tergerus oleh angin pagi.
Wanita aneh yang memotret Kai sedang asik melihat hasil jepretannya pagi ini. Ketika dia melihat pada sebuah foto terakhir, wanita yang sudah berumur 40 tahun itu terkejut. Ternyata dia menangkap momen yang membuat dirinya terharu. Dilihatnya punggung Kai semakin menjauh.
"Ternyata dia sedang bersedih" gumamnya sendiri setelah melihat airmata Kai yang mengalir dipipinya.
Wanita aneh itu membuka topi dan kacamata hitamnya. Menggeraikan kunciran rambutnya dan memoles bibirnya dengan lipstik merah.
"Aaaakkhhh....saatnya bekerja. Semangat!!!" Asha, mencoba menyemangati hari-harinya sebegai manejer disebuah kafe keluarga milik temannya.
Sesampainya di sekolah Kai langsung menuju kelas. Disambut oleh Poppy dengan wajah cerianya.
"Kai, darimana saja kau?" Tanya Poppy dengan manja. Teman sejak TKnya ini memang sangat populer. Tak sedikit, dan hampir semua murid di SMA ini pernah mencoba mendekatinya. Namun, tak satupun yang Poppy terima.
"Tidak kemana-mana" jawab Kai seadanya.
"Kai, bukannya hari ini kau berjanji padaku untuk menemaniku belanja kue ulang tahun Papaku?" Poppy meruncingkan bibirnya, cemberut.
"Maaf, aku lupa"
"Kau membolos satu harian ini, dan sekarang sudah pukul 3 sore. Jam belajar juga sudah selesai. Mengapa kau kembali lagi ke kelas?" Poppy sedikit kesal karena Kai melupakan janjinya yang mereka sepakati tadi malam.
"Aku harus mengambil tasku" jawab Kai semakin terlihat dingin.
"Kai, kau kenapa hari ini? Kau terlihat dingin sekali" kata Poppy menaruh curiga kepada teman TKnya itu.
"Tidak apa-apa. Aku pulang duluan. Maaf aku tidak bisa menemanimu hari ini. Salam untuk Paman Bram, selamat ulang tahun" Kai berlalu keluar kelas meninggalkan Poppy dengan rasa yang amat kesal menyelimuti diri Poppy.
Sebuah kafe keluarga terlihat sepi, pengunjung hari ini tidak terlalu banyak. Mungkin karena cuaca yang cukup panas membuat mereka enggan untuk makan diluar rumah. Asha yang masih berkutat didepan layar komputer milik kafenya itu masih sibuk dengan angka-angka yang harus dia masukkan kedalam kolom-kolom. Asha harus mengisi semua pemasukan dan pengeluaran kafe yang bersama Family itu selama sebulan.
Tok...tok...sebuah ketukan pintu terdengar dari luar.
"Masuk!" Kata Asha yang masih menatao layar komputernya.
"Buk Menejer, ada masalah dikafe" kata Cerryl gugup.
"Ada apa?" Tanya Asha dengan wajah heran.
"Itu...itu....Arga membuat menu yang salah. Pelanggan marah-marah. Merasa tidak terima Arga juga marah-marah. Cepat buk...."
Mendengar penjelasan Cerryl itu, Asha meninggalkan pekerjaannya untuk sementara dan berlari kedalam kafe. Suasana kafe yang tidak banyak pengunjung membuat Asha merasa sedikit lega. Karena tidak banyak yang akan melihat kejadian ini.
"Anda menejernya disini?" Tanya pelanggan itu dengan wajah marah-marah.
"Iya benar"
"Anda harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh karyawan Anda. Dia menumpahkan makanan ini kemuka saya."
"Maaf sebelumnya" Anda membungkkukkan dirinya. "Saya tidak tahu apa yang terjadi disini. Sebelumnya saya mohon penjelasan Anda, mengapa karayawan saya sampai menumpahkan makanan ini ke wajah Anda"
"Saya tidak mau tahu, Anda harus memecatnya sekarang juga"
"Maaf, Pak. Saya butuh penjelasan dari Anda" Asha melihat kearah Arga, wajah pucat terlihat jelas diwajah Arga.
"Buk Menejer saya tidak sengaja menumpahkan makanannya" Arga memberanikan bicara.
"Awal kejadiannya bagaimana, Pak? saya tidak bisa sembarangan memberikan keputusan. Sebaiknya Anda ceritakan lebih dahulu" Asha mencoba menahan emosi pelanggannya itu dengan cara membungkuk rasa bersalah.
"Karyawan Anda tidak bersalah, bapak ini yang tidak tahu diri. Dia memesan menu sesuai yang dicatat karyawan Anda. Mungkin dia ingin makan gratis makanya dia marah-marah kepada karyawan Anda karena telah salah membuat menu dan meminta menu lain. Ketika karyawan Anda ingin mengambil menu yang salah, pelanggan Anda ini tidak rela makanan itu diambil kembali, terjadilah rebutan piring sehingga menunpahi wajah pelanggan ini" sebuah suara datang dari bangku pelanggan. Seorang berseragam SMA, bertubuh tinggi mencoba membela Arga yang tidak dikenalnya.
"Kau siapa anak ingusan!!" Tampak kesal diwajah pelanggan itu dan berlalu pergi keluar dari kafe dengan wajah kesal dan malu.
Asha masih mematung memandang wajah anak berseragam SMA itu.
"Bukankah kau yang tadi pagi bolos sekolah?" Mata Asha mendadak membesar karena terkejut.
"Aku yakin kau anak SMA tadi pagikan??" Asha mulai berteriak riang.
"Buk Menejer, sebaiknya anda ucapkan terima kasih kepadanya terlebih dahulu" Cerryl mengguit siku tangan menejernya itu.
"Ah...iya...iya...aku lupa. Terima kasih banyak. Hm...silahkan duduk. Aku akan mentraktirkmu es cream yang paling enak di kafe ini. Duduklah...duduk" Asha segera ke dapur dan meminta Leon membuatkan es cream andalan kafe Family.
Kai masih kebingunga melihat tingkah Asha. Bagaimana bisa dia begitu tenang tadi menghadapi pelanggan yang sudah marah-marah. Harus meminta maaf atas kesalahan orang lain, Kai mulai terpesona dengan kemampuan Asha itu.
"Silahkan, dimakan" kata Asha sambil menyunggingkan senyumannya. Ada rasa manis disana.
"Aku tidak suka es cream"
"Makanlah, es cream bisa menyembuhkan kesedihan yang tak terlihat" kata Asha sambil memakai kacamata hitam, dan topi yang dia kenakan tadi pagi sebelum berangkat kerja.
"Anda...Anda yang tadi pagi di taman"
"Hehehehe....iya benar sekali. Makanlah, agar airmata sedihmu membeku" Asha berpamitan dan menyelesaikan tugasnya yang tertunda tadi.
Kai terdiam, bagaimana dia  tahu bahwa Kai sedang bersedih?. Bagaimana dia tahu bahwa Kai sedang menangis?. Kai mencoba mengingat runtutan kejadian tadi pagi. Kai yakin tak seorangpun melihat airmatanya pagi tadi.

Bersambung Chapter 2....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar