Jumat, 08 Februari 2019

Cinta Bagaikan Angin - ch 4 -

                     Cinta Bagaikan Angin
                               Chapter 4
                      Merasa Canggung
                      By : gherimis kecil
================================
Hari libur seperti ini Asha lebih banyak menghabiskan waktu untuk bersama anaknya yang berusia 12 tahun. Anak remaja yang sedang duduk dibangku SMP. Seorang gadis manis mirip dengan Asha.
"Mom...hari ini kita mau kemana saja?"
"Hm....enaknya kemana ya!!!" Asha berpura-pura berpikir.
"Ayolah , Mom....waktuku hanya 18 jam bersama Mommy. Nanti malam Papi akan menjemputku dan mengantarku ke asrama"
"Bagaimana kalau kita berbelanja ke Mall membeli buku, terus makan, lalu nonton bioskop, dan malamnya kita melihat festival obor bersama. Bagaimana?"
"Waaah...seru...seru....!" Teriak Molly, anaknya.
Segera Asha mengambil kamera dan kunci mobilnya, lalu mereoa pergi berdua menghabiskan waktu bersama disebuah Mall dan melakukan hal yang sesuai dengan rencana mereka hari ini.
Hara menunggu Kai dan Poppy untuk nonton bersama. Sedari tadi Hara terus melihat jam tangannya. Beberapa Hara menghubungi Kai, namun tak ada jawaban. Terlihat Poppy melambaikan tangan dari kejauhan. Hati Hara merasa senang melihat kehadiran Poppy tanpa Kai. Hara berpikir inilah saat yang tepat untuk melancarkan keegoisan perasaannya.
"Maaf terlambat, ini semua salah Kai. Dia meninggalkan ponselnya di rumah. Terpaksa kami harus kembali lagi ke rumah"
"Lalu, dimana Kai?"
"Sedang membeli minuman"
Ada celah merasa tidak nyaman dihati Hara.
Kai datang membawa tiga minuman kotak rasa buah. Lalu dibagikannya kepada kedua sahabatnya itu. Dan mereka melanjutkan perjalanan bersama menuju bioskop. Sebelum menuju bioskop Hara meminta ditemani ke toko olahraga untuk membeli glove baseball baru kareba miliknya sudah mulai tidak nyaman dipakai. Ditempat itu, Kai merasa tidak nyaman. Bagian hatinya terasa sakit, menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu egois untuk digemakan namanya pada saat pertandingan dilapangan. Ingin dianggap sebagai pahlawan bagi teman satu timnya, sehingga membuat cedera ditangannya.
"Aku temanin" Kata Poppy senang.
"Aku menunggu disini saja" kata Kai.
"Ayolah...bantu aku mencari glove yang bagus, Kapten!" Kata Hara mencoba bercanda kepada Kai. Namun, Kai tetap dingin tidak bersemangat. Poppy mengguit tangan Hara dan mengajaknya masuk ke dalam.
Asha melihat adegan itu langsung menghampirinya.
"Mengapa tidak ikut masuk?"
"Kapten Kai" teriak Molly melihat Kai yang sedang berbicara dengan Ibunya.
"Molly mengenal Kai?"
"Aku fans beratnya, Mom. Hai, Kapten Kai senang bertemu denganmu" Molly mengulurkan tangannya, tanpa senyuman Kai bangkit dari duduknya dan berlalu meninggalkan Asha dan Putrinya. Kedua orang yang memiliki ikatan darah itu saling pandang. Ada rasa tidak enak yang muncul dihati Asha.
"Molly, bisakah kau membeli buku sendiri. Ibu harus menelpon seseorang dulu. Dan penting" kata Asha tersenyum pada Molly.
"Pekerjaan. Ini liburan Mom...." Molly kesal.
"30 menit saja. Bisa!"
"Oke...oke" Molly menghempaskan kekesalannya dengan wajah cemberutnya dan berlalu ke toko buku sendirian. Waktu 30 menitnya akan terasa sepi tanpa ibunya.
Asha berlari menuju arah Kai yang punggungnya sudah menghilang. Dia tidak melihat lagi jejak langkah Kai yang berlalu tanpa permisi itu. Sekali lagi, Asha merasa kesal terhadap dirinya sendiri. Mengapa dia tidak menambahkan segera semua daftar kontak karyawan di Kafe Family. Asha mencari dilantai bawah, Mall sebesar ini mana mungkin dia menemukan Kai yang berada dilautan manusia yang sedang menikmati hari libur.
Suasana hiruk pikuk seperti ini bukanlah tempat yang cocok untuk bersemedi. Asha langsung berfikir bahwa Kai akan pergi ketempat yang sepi. Taman Atap, dilantai paling atas. Mall ini menyediakan sebuah lahan lantai paling atas tanpa atap untuk dijadikan taman bunga. Hanya untuk sekedar bersantai disore hari atau berbincang-bincang dengan seseorang. Segera Asha menuju lift dan menekan tombol Taman. Lift melaju sedang kelantai paling atas. Terbukalah pintu lift tersebut, cahaya sinar matahari menyilaukan itu membuat Asha harus mengernyitkan matanya sembari mencari keberadaan Kai. Benar saja, Kai berada disebuah bangku yang terletak disudut taman. Dibawah pohon buatan yang rindah itu Kai melamu menuju arah yang tidak dia ketahui.
"Berlari tanpa permisi itu tidak baik. Jika kita tidak merasa nyaman dalam situasi, seharusnya yang kita lakukan itu belajar mengendalikan rasa egois kita" Asha mendekati Kai dan duduk disebelahnya.
"Maaf bu menejer"
"Sebenarnya aku mencarimu ingin mendengar cerita darimu. Tapi, sepanjang jalan menuju lantai atas ini aku berpikir. Bahwa setiap orang memang terkadang harus mempunyai waktunya sendiri. Tanpa harus dimintai penjelasan apapun"
Kai melihat ke arah Asha yang wajahnya lurus memandang ke depan.
"Dulu aku juga pernah mengambil sebuah keputusan. Menikah muda, lalu setelah 14 tahun menikah bercerai. Tapi, setelah aku telusuri tidak ada sesal disana. Semua sudah terjadi. Mungkin aku akan lebih menyesal jika aku hanya berdiam diri tanpa melangkahkan kakiku" Asha mencoba mengenang kisah dirinya dan suaminya, Ibas. Betapa begitu bergeloranya dulu dia menikahi Ibas. Setalah 14 tahun mereka memutuskan untuk bercerai dengan alasan bahwa sudah tidak ada lagi rasa yang bergelora didalam hati keduanya. Dan keputusan itu bukanlah ringan. Mereka bediskusi mengenai Molly yang sudah meranjak remaja. Mengenai segala hal yang seharusnya mereka kerjakan bersama kini harus dilakukan sendiri. Awalnya memang sulit, akan tetapi selalu saja ada jalan untuk menyelesaikan masalah itu.
"Bu Menejer punya impian?"
"Hm...dulu waktu aku TK, aku ingin jadi guru seperti nenekku. Ketika SD aku ingin menjadi designer. Em...SMP dan SMA impianku tetap sama yaitu menjadi Arsitektur. Dan ternyata aku harus menjadi Menejer disebuah Kafe Family yang akhirnya aku bertemu denganmu" Asha tersenyum.
"Apakah akan jadi masalah jika impianmu tidak sesuai dengan impian orang tuamu?'
"Em....aku tidak tinggal bersama orang tuaku. Mereka sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat"
"Oh....maaf aku tidak tahu"
"Tapi, kata nenekku jika impianmu itu diberkahi oleh orang tuamu itu akan menjadi impian yang luarbiasa menakjubkan"
Kai terdiam, 20 menit bersama menejernya itu membuat Kai merasa dia sedang diperdulikan oleh seseorang.
"Bu Menejer!"
"Ya"
"Bagaimana kalau aku menyukaimu"
Asha menahan teriakannya dengan menarik nafas dalam-dalam.
"Apa kau selalu jujur seperti ini. Semua kejujuran mu itu membuatku kualahan Kai. Aku tidak tahu harus bagaimana sekarang. Tapi, menurut Senja aku harus menyadarkanmu mengenai kesenjangan diantara kita. Kau lebih pantas menjadi anakku, Kai"
Kai tersenyum mendengar pernyataan Asha.
"Terima kasih"
"Ya...maaf. Aku harus menemui anakku. Sudah 30 menit. Dia akan mengomel karena aku terlambat"
"Ok..."
"Daaaa....."
"Bu Menejer" teriak Kai.
Asha menoleh.
"Terima Kasih"
Asha melambaikan tangannya dan sebuah senyuman menghantarkan Kai menuju sebuah semangat baru. Kai tidak tahu kalimat yang mana yang membuatnya begitu bersemangat kembali. Tapi, Kai mengerti sekarang ada yang begitu perduli dengannya.
"Dimana Kai?" Tanya Poppy melihat ke arah bangku kosong tempat Kai menunggu mereka.
"Sebentar aku hubungi dia" kata Hara membuka layar ponselnya dan menekan nama Kai dikontaknya. Suara panggilan terhubung. Perbincangan Hara dan Kai itu membuat Hara merasa senang.
"Kemana Kai?" Tanya Poppy.
"Dia harus pulang duluan. Perutnya bermasalah"
"Ya ampun, Kai!. Aku juga merasakannya tadi pagi kalau perutnya bermasalah. Tapi, dia gak percaya sih" kesal Poppy dan itu membuat kesal Hara. Betapa tahunya Poppy mengenai hal terperinci itu tentang Kai. Namun, rasa kesal itu terhapus sudah dengan ketidakadaan Kai disitu. Akhirnya, mereka menonton berdua dan makan siang bersama. Tidak ada yang menganggu kenangan yang indah menurut Hara.
Disebuah restoran italia, Hara memesan tempat khusus  untuk dirinya dan Poppy. Disebelah jendela kaca besar yang dapat memandang keadaan luar dengan pemandangan langit yang biru dan awan yang saling berarakan.
"Pop....!"
"Ya"
"Jika kau disuruh memilih, hubungan yang bagaimana yang kau pilih. Sahabat atau kekasih"
"Hm...kalau aku bisa mendapatkan keduanya mengapa tidak" Poppy menatap mata Hara. Gelombang itu hampir sampai dihati Hara.
"Tapi, jika sebuah hubungan persabahatan rusak karena sebuah perasaan yang tak terbalas maka aku akan memilih tetap menjadi sahabat"
"Jikalau .... seandainya kau menyukai Kai dan Kai tidak menyukaimu. Bagaimana?"
Poppy terdiam.
"Seandainya, loh"
"Jika itu hanya seandainya aku akan memilihmu. Hahahahaha" Poppy tertawa.
"Aku juga akan memilihmu"
Poppy terdiam.
Keheningan itu terbuat karena canda yang serius. Menguap kelangit-langit dan menghembuskan rasa yang harumnya tak boleh tercium oleh siapapun. Ini rahasia, rahasia yang harus mereka simpan dibalik kecanggungan yang akan terjadi nantinya.

Bersambung chapter 5....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar