Jumat, 08 Februari 2019

Cinta Bagaikan Angin - ch 7 -

                    Cinta Bagaikan Angin
                               Chapter 7
       Jalinan angin itu bernama impian
                         By : gherimis kecil
=================================
"Papa sudah konsultasi dengan doktermu kemarin. Jika kau ingin ikut pertandingan di musim terkahirmu ini, kau harus rajin terapi ke rumah sakit" Kata Papa Kai yang sedang membaca koran pagi ini.
"Aku tidak ingin bertanding lagi, Pa"
"Apakah kejutan mereka saat kau ulang tahun belum cukup menyakinkamu untuk kembali bertanding?"
Ternyata Poppy yang sedang menunggu dipintu luar tak sengaja mendengar percakapan mereka di ruang santai. Tangan Poppy mengepal, Dia kesal mengapa Kai begitu lemah seperti ini.
"Mereka menaruh harapan besar kepadaku. Tapi aku tidak yakin dengan kondisiku" jawab Kai meraih tas sekolahnya yang terletak di sofa santai.
"Papa berharap kau bisa ikut bermain musim ini" Papapun beranjak dan pergi meninggalkan Kai yang mematung.
Impian Papa adalah ingin melihat Kai menjadi Atlit Baseball seperti adiknya dahulu. Kai juga mengenal Baseball dari pamannya Aru. Adik Papanya itu merupakan atlit baseball nasional, namun karena kecelakaan pesawat ketika pergi bertanding ke luar negeri. Harapan Papanya pun pupus bersama angin berita itu.
Poppy yang sudah lama menunggu diluar terkejut melihat kedatangan Kai yang tiba-tiba.
"Kau menungguku?" Tanya Kai pada Poppy.
"Iya"
Merekapun pergi bersama ke sekolah. Seperti pagi-pagi biasanya. Poppy akan bercerita mengenai tugas dan PR yang belum dia kerjakan. Memburu Kai untuk berlari segera ke halte bus agar datang lebih awal. Tapi, pagi ini Poppy ingin sekali berkata bahwa dia menginginkan Kai kembali ke lapanagan.
"Hara sudah cerita kepadaku" tiba-tiba perkataan Kai itu menyekat keinginan Poppy pagi ini.
"Itu...." Poppy menghentikan langkahnya.
"Mengapa kau tidak mencobanya?"
"Aku belum bisa"
"Hara pria yang baik. Kita sudah saling kenal sejak kecil. Apa salahnya kau mengabulkan permintaannya. Jika tidak cocok untuk menjadi sepasang kekasih, lebih baik menjadi sahabat"
"Tidak semudah itu, Kai"
"Segalanya lebih mudah kalau memang saling menerima"
"Aku tak ingin egois, Kai. Kau kira mudah mencoba menyukai seseorang. Aku bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta kepada siapapun. Karena aku...."
"Busnya datang...ayo naik"
Poppy paham bahwa Kai juga mengerti posisi Poppy. Dia tidak ingin persahabatan mereka hancur karena keegoisan masing-masing. Kai mampu menempatkan dirinya sebagai sahabat, bukan sebagai seseorang yang ingin ikut campur dalam segala hal.
Hara melambaikan tangannya ketika menaiki bus yang sama dengan Kai dan Poppy. Mereka mengambil bangku paling belakang untuk dijadikan tempat terbaik berbagi cerita.
"Kai, bagaimana hari ini kau ikut latihan bersama kami?" Tanya Hara memandang wajah Kai yang melihat luar jendela.
"Kai....oi...Kai" Hara mencoba membuyarkan lamunan Kai.
"Hari ini aku harus bekerja paruh waktu"
Jawab Kai. Dan pandangan Poppy berubah tidak senang.
"Bukankah Papamu menyuruhmu untuk terapi, Kai" Poppy ikut dalam percakapan Hara dan Kai.
Hara melihat ke arah Kai yang masih melihat luar jendela.
"Jika kau sepesimis ini bagaimana aku bisa menyemangati junior kita" Hara membungkukkan bahunya karena sudah merasa lelah harus mengurus sendiri timnya.
"Masalah kemarin lalu, apakah sudah selesai?" Tanya Kai.
"Tak perlu kau bertanya Kai. Kalau hanya sepintas lalu saja" Hara memalingkan pandangannya ke luar jendela disebelahnya. Poppy yang berada diantara mereka juga merasa sedih melihat kedua sahabatnya masih bergumam dalam kedinginan rasa egois yang terlalu tinggi.
Ibas mengunjungi Molly yang sedang istirahat di asramanya. Molly terkejut melihat Ibas bersama seorang wanita yang bukan dia kenal.
"Hai, Molly!" Sapa Ibas bersamaan dengan wanita yang bernama Niken.
"Hai, Pa. Hai....tante!" Jawab Molly memandang lama wajah Niken.
"Dia Niken. Dia akan menjadi Birthday Organisermu nanti. Jadi, kalian mengobrollah dulu"
"Papi, Molly tidak butuh tante Niken. Molly butuh Papi dan Mommi saja. Molly ingin nonton bersama Papi dan Mommi"
Niken memasang wajah aneh, rancangan acara yang luar biasa sudah dia bicarakan dengan Ibas. Niken menggebu-gebu sekali, karena ajang itu akan menjadi momen yang tepat untuk menempatkan dirinya bersanding bersama Ibas.
"Niken, bisa tinggalkan kami berdua" pinta Ibas , dan Niken menurutinya Ibas. Meninggalkan Ayah dan anak itu menikamti waktu rahasia mereka dengan pembicaraan yang tidak boleh diketahui oleh siapapun, termasuk Niken.
Penampipan Asha yang memang urakan selalu membuat orang lain merasa bahwa dia tidak pantas menduduki jabatan sebagai menejer di Kafe Family itu. Senja berulang kali mengingatkan bahwa sebagai seorang manejer itu harus berpenampilan baik dan modis ketika sedang rapat personalia.
"Sudah kukatakan padamu, udah selera busanamu" Senja melirik kesal melihat sahabatnya itu.
"Memangnya ada masalah jika aku berpakaian seperti ini?"
"Salah sekali, Sha. Kau tahu, model berbusanamu ini buat sakit mata yang melihatnya"
"Benarkah, apakah matamu sakit? Aku lihat matamu baik-baik saja"
"Asha....ingat umurmu sudah 40 tahunan. Tidak pantas melakukan hal kekanakan seperti in"
Senja menampis tangan Asha yang hendak memeriksa mata Senja.
"Sebentar, Ibas menelpon" kata Asha yang menjauh dari Senja.
"Hai"
"Hmm...baiklah"
"Ok...ok..."
"Da...."
Asha mengakhiri pembicaraannya dengan Ibas.
Hari sudah sore, Asha harus kembali ke Kafe Family. Menyapa setiap karyawan. Disana sudah ada Poppy berbalutan seragam Kafe Family.
"Poppy, cantik sekali. Aku suka kau memakai seragam ini"
"Terima Kasih, Bu Manejer"
Bersama Senja Asha masuk ke dalam kantor. Senja beberapa kali mencoba melirik ke arah ruang karyawan, Namun dia tidak melihat yang dia cari.
"Kemana anak SMA itu?"
"Siapa?"
"Gebetanmu"
"Husssst....Kai. Aku lihat jadwal, sepertinya dia libur hari ini" Asha menunjukkan tabel jadwal harian karyawan yang masuk setiap harinya.
"Sayang sekali. Padahal aku mau merayunya. Entah apa yang dilihatnya darimu, Sha" Senja geleng-geleng kepala.
"Sebenarnya aku cantik dan menawan hanya kau saja yang buat aku terlihat kusam"
"Baiklah...aku pulang dulu. Persiapkan dirimu untuk inovasi Kafe yang baru dan rencana kita akhir tahun ini. Ga...Le...Ri"
"Ok..ok....hati-hati dijalan" Senja memeluk Asha dan berpamitan untuk pulang.
Ketika Senja keluar, terlihat Kai sudah berdiri di depan pintu ruangan Asha. Sambil mengerling ke arah Kai, Senja berbalik ke arah Asha yang sedang melongo melihat adegan Senja yang terkejut.
"Permisi, tante!" Kata Kai kepada Senja.
"Hah...!!! Tante.....Asha...!!!"
"Sudah sana kau pulang saja. Jangan mencari keributan disini, tante Senja. Hahahaha" Asha tertawa lepas melihat ekspresi wajah Senja yang terlihat kesal, karena Kai memanggilnya tante.
Kai masuk dengan membawa goddie bag berwarna merah. Pintupun tertutup ketika Senja keluar dari ruangan.
"Bagaimana kabarmu?" Tanya Asha pada Kai yang mencari tempat duduk yang nyaman.
"Aku sehat, bu Manejer. Ada hal yang ingin aku katakan"
"Apa itu?"
"Bolehkah aku bekerja setiap hari disini seusai pulang sekolah?"
"Eh, tentu saja boleh. Mengapa tidak" jawab Asha.
"Terima kasih"
"Tapi, tunggu dulu. Jika kau bekerja disini bagaimana dengan Baseball?"
Kai menunduk saat Asha melontarkan pertanyaan yang Kai sendiri malas untuk menjawabnya. Kai terdiam lama.
"Kai....bisakah kau membantuku?" Tanya Asha yang mendekati Kai.
Kai menegakkan kepalanya , melihat senyuman manis yang dia hampir lupa bahwa seseorang yang dihadapannya adalah orang yang membuat dirinya terpesona beberapa waktu lalu. Wajah yang teduh, penuh semangat, mata yang selalu berbinar dan senyuman yang selalu melengkung kapanpun.
"Sepertinya kau sedang bimbang?" Pertanyaan Asha tepat sekali, seperti terbaca dari ekspresi wajah Kai.
"Aku sedang bimbang, apakah aku harus melanjutkan impianku atau aku harus berhenti?"
Asha merasa terkejut mendengar Kai begitu pesimisnya.
"Kau masih muda Kai. Lanjutkan impianmu. Kau tahu, dari dulu aku menginginkan memiliki galeri sendiri. Tapi, karena aku lebih memilih mundur daripada maju aku tertinggal jauh dari teman-temanku. Aku menjadi minder ketika harus bertemu dengan mereka. Kepercayaan diriku semakin turun. Tapi, aku beruntung punya Senja yang selalu menyemangatiku untuk terus menggapai impianku. Dari dia aku berhasil mendapatkan impianku. Senja mengajakku untuk memenuhi isi galeri miliknya. Dan Dia menginginkan aku memotretmu, Kai. Sebelum mantan suamiku memberitahu keinginan Molly, Aku belum tahu kapan saatnya kau bisa di potret. Setelah aku mengetahuinya, saat yang tepat adalah ketika kau menggapai impianmu. Aku memberi judul folderku Kai is a Winner"
Kai terdiam, ada tujuan yang tersembunyi disana. Mata Kai berair karena terharu. Asha mewujudkan impian anaknya, ketika Kai menggapai impiannya dan Asha akan berhasil menggapai impiannya juga. Semua saling memiliki keterkaitan.
"Aku akan mewujudkan impian anakmu, impianku dan impianmu" kata Kai menggebu-gebu.
"Dasar anak muda, sering plin-plan. Harus ada korek yang harus membakar semangatnya!" Asha memukul pundak Kai lumayan membekas.
"Aduuuh....sakit bu Manejer"
Dibalik pintu Poppy menangis terharu mendegar percakapan mereka.
Tali yang saling memiliki keterkaitan itu adalah sebuah angin bernama impian.

Bersambug chapter 8.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar