Jumat, 08 Februari 2019

Cinta Bagaikan Angin - ch 3 -

                       Cinta Bagaikan Angin
                                  Chapter 3
                              Kisah itu Angin
                            By : gherimis kecil
===============================
Hara berlari cepat ke arah lapangan latihan baseball. Pagi itu dia harus bertemu dengan Leo, junior yang membuat masalah kemarin malam. Disana sudah ada Kai yang berdiri memandang langit biru pagi ini. Kai tak sendiri, dia bersama Poppy. Selalu ada Poppy disampingnya. Itu yang membuat Hara merasa sedikit cemburu. Hara mengira perasaannya tidak akan terbalas selamanya, jika Poppy masih saja selalu berada disamping Kai.
"Pagi semua!" Sapa Hara kepada Kai dan Poppy.
"Pagi" jawab mereka bersamaan. Hara lebih memilih melihat senyuman Poppy daripada wajah dingin Kai.
"Leo belum datang, ya!" Hara melihat sekitar hanya ada Kai dan Poppy.
"Belum datang. Aku rasa sebentar lagi dia akan tiba di lapangan" kata Kai masih memasang wajah dinginnya.
Tak lama Leo datang sendiri dengan wajah yang masib membiru. Akibat perselisihan Leo dan Azka, terbentuknya dua kubu yang saling berselisih.
"Kita harus segera menyelesaikan masalah ini. Aku tak ingin ke kompakkan kita selama ini menjadi hancur hanya gara-gara perselisihan kalian kemarin malam"
"Maafkan, aku senior. Aku berjanji tidak akan mengulang lagi" kata Leo merasa bersalah.
"Kau tak perlu meminta maaf. Yang kita perlukan hanyalah menurunkan keegoisan kita selama di dalam tim. Ok"
"Siap Senior" Leo menegakkan badannya memberi hormat kepada Hara.
Kai melihat itu ada rasa cemburu dengan Hara. Seharusnya tahun ini Kai akan menjadi Kapten Tim Baseball. Namanya akan menggema di lapangan baseball di pertandingan bergengsi tingkat nasional musim tahun ini. Mata Kai masih memandang sosok Hara yang begitu gagah dan berwibawa.
Setelah Leo permisi kepada Hara dan Kai, Poppy mengaja mereka masuk kelas.
"Mengapa kau diam saja?" Tanya Hara pada Kai yang berjalan disampingnya.
"Tidak apa-apa. Tapi, rasannya hawa kekaptenanmu begitu membuat auraku kalah terlihat" jawab Kai seadanya.
Hara berhenti melangkah sejenak.
"Kai"
"Ya" jawab Kai berbalik kebelakang.
"Jika tanganmu sudah benar-benar pulih. Aku ingin bermain bersamamu lagi" tangan Hara mengepal, dan Poppy melihat itu membuatnya merasa sedih dan terharu. Bagaimana bisa dua sahabat ini begitu saling mendukung. Walaupun sedang berkecamuk dengan emosi remaja yang sangat terlihat dari kedua mata mereka.
Siang yang damai tapi panas terik membakar kulit Asha yang harus mencari tempat untuk memotret.
"Manejer!" Sapa Kai yang masih berseragam sekolah.
"Akh....!!!" Asha terkejut dan membuat hasil jepretannya terlihat jelek.
"Memotretnya disini?" Tanya Kai.
"Eh, gak...Eh, iya" Asha terlihat gugup, karena sudah 3 hari berlalu ajakan Kai belum juga dijawabnya.
"Menejer kenapa?"
"Eh...itu...gak apa-apa. Oh ya, sedang apa kau disini?"
"Aku sedang ingin mencari angin"
"Jauh sekali. Apa kau lagi ada masalah?"
"Apa harus punya masalah baru mencari angin?"
"Eh....hahahahaha"
"Kenapa ketawa?"
"Kai, kau itu tidak cocok diusia 17 tahun. Seharusnya kau sudah berumur 40 tahun sepertiku"
"Jadi, apa keputusanmu?" Pertanyaan Kai membuat Asha kebingungan harus menjawab pertanyaannya.
"Aku...." ada jeda disana, tak ingin menolak karena takut Kai akan pergi. Tidak ingin juga menerima karena Asha tahu perbedaan mereka begitu jauh.
"Malam festival obor aku akan pergi bersama anakku. Tapi, jika kau ingin bertemu disana. Tidak jadi masalah"
Kai menyungingkan senyuman. Entah mengapa Asha juga merasa lega. Asha menjawab pertanyaan itu agar Kai paham bahwa Asha bukanlah anak remaja sepertinya. Tanggung jawab yang lebih besar sudah berada dihadapannya. Sedangkan Kai berpikir, bahwa jawaban Asha merupakan jalan untuk melanjutkan sebuah kisah bersama seseorang yang membuatnya terpesona.
Disebuah bangku halte Poppy menunggu Kai pulang bekerja. Rutinitas ini menjadi sebuah kewajiban bagi Poppy. Ditengah penantian Kai turun dari bus. Hara sedang memperhatikan Poppy dari seberang, setiap malam. Langkah kakinya harus terhenti melangkah ketika bus yang mengantarkan Kai pulang kerumah berhenti di depan halte itu. Tidak untuk malam ini, waktu pulang Kai sudah telat. Bus yang sudah beberapa kali berhenti tidak juga urung menurunkan Kai dihalte itu. Kaki Hara juga sudah lelah untuk berhenti diseberang sana. Hara melangkahkan kakinya menuju halte. Menyapa Poppy yang sedang risau.
"Apa yang sedang kau lakukan disini, Poppy?" Tanya Hara yang duduk disebelah Poppy. Bangku besi itu terasa mendingin ketika Hara harus melihat wajah khawatir Poppy yang bukan untuknya. Kapankah wajah khawatir itu berpihak kepadanya, Hara yang bisa menunggu waktu itu atau melupakan akan datangnya waktu itu. Hembusan angin malam membuat Poppy semakin gelisah.
"Kai...Kai belum juga pulang. Biasanya dia tidak selarut ini" jawab Poppy semakin menunjukkan rasa cemasnya.
"Mengapa tidak kau telpon saja?"
"Ponselnya mati, Hara. Apa yang harus aku lakukan?" Poppy semakin cemas.
"Pulanglah bersamaku" Hara mencoba memberikan saran yang menurutnya itu hanya ke egoisan Hara.
Angin malam itu, ada raga yang merasakan dinginnya rasa cemas. Ada raga yang merasakan kegundahan  yang membeku. Ada rasa yang menyenangkan diantara jawaban yang rancu.
"Aku tunggu di gerbang festival obor" kata Kai melambaikan tangan kepada Asha yang masih terdiam atas keputusannya itu.
Hari berlalu bagaikan angin yang bergerak mengisahkan sebuah cerita yang pada akhirnya semu.

Bersambung chapter 4....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar