Jumat, 08 Februari 2019

Cinta Bagaikan Angin - ch 5 -

                     Cinta Bagaikan Angin
                               Chapter 5
               Keinginan itu bersama angin
                        By : gherimis kecil
=================================
Malam kedua festival obor, malam puncak ini akan diadakan pawai obor sepanjang jalan raya. Festival merayakan hari pahlawan ini merupakan kegiatan wajib diseluruh penjuru negeri. Untuk mengenang kegegalapan penjajahan menuju terangnya kemerdekaan. Semua rakyat bergembira mengikuti pawai obor luarbiasa ini. Turis-turis asing juga tidak mau kalah memeriahkan festival ini.
Kai sedang menunggu Asha di gerbang masuk perayaan Festival Obor. Melihat Asha datang bersama seorang wanita yang seumuran dengannya, Kai tersenyum. Berlahan- lahan tanpa disadari Kai diperkenalkan pada kehidupan lain milik Asha.
"Lama menunggu?" Kata Asha tiba dihadapan Kai. Kai menjawab dengan gelengan kepalanya.
"Eh, ini senja. Sahabtku waktu kuliah. Dia seorang photografer handal. Bahkan dia sudah membuat galeri foto sendiri. Aku iri" kata Asha memperkenalkan Senja kepada Kai.
"Kau sendirian?" Tanya senja kepada Kai.
"Tidak, aku bersama teman-temanku"
"Dimana mereka"
"Sebentar lagi datang"
"Kalau begitu kami masuk duluan ya" kata Senja menarik tangan Asha.
"Iya...baiklah" walaupun tidak enak hati Kai tetap membiarkan Asha bersama Senja mengikuti iring-iringan obor malam itu. Kai kembali ke rumah dan membiarkan tubuhnya terbaring di kasur empuknya sambil memandang ponselnya. Sebuah pesan singkat dari Hara mesuk ke kotak pesannya.
"Besok ada pertandingan persahabatan di sekolah. Aku harap kau ikut menonton dan menyemangati juniormu di lapangan"
Pesan singkat itu seperti hantu saja. Menakuti Kai malam ini. Jaringan tubuhnya menggigil harus menjawab permintaan Hara.
"Akan aku usahakan"
"Tidak perlu menghindar. Kau hanya butuh terapi dan latihan saja. Kau pasti bisa. Kau tetap kapten di tim ini"
Kai tak membalas pesan itu lagi dan memilih untuk memejamkan matanya.
Sorak-sorak dari tim pemandu sorak menggema diseluruh lapangan. Walaupun hanya pertandingan persahabatan, ini merupakan pertandingan pertama bagi para junior. Disini bisa ditemukan anggota tim yang pantas untuk mengikuti pertandingan akbar dipertengahan tahun ini. Dibangku penonton Poppy memandang ke arah Hara. Pernyataan Hara kemarin lalu membuat Poppy berupaya menghindari Hara. Tapi, bukan masalah penghindaran. Poppy takut jika dia menerima pernyataan Hara saat itu akan ada tercium pengkhianatan didalam perasaannya.
Tiupan peluit bertanda pertandingan akan dimulai pun berbunyi. Semua bertepuk tangan ingin menyaksikan pertandingan yang luarbiasa itu. Pukulan pertama Hara begitu mengagumkan , home run didapatkan oleh Hara dan mampu mengitari keliling lapangan hingga kembali keposisi awal. Satu poin untuk tim Hara. Pemandu sorak berteriak sambil menggerakkan seluruh tubuh mereka sebagai tanda penyemangat.
Kai yang melihat permainan Hara, menahan kakinya untuk melangkah ditengah-tengah para penonton. Dia memang merindukan suara penyemangat itu menggema di udara. Dia juga merindukan wangi peluh yang bercucuran karena kemenangan. Kai memegang pundak tangan kanannya. Masih ada sisa kenangan kemenangan disana. Dan dia merindukannya.
"Cerryl...cerryl....bisakah kau bawakan senampan jus jeruk ke meja 12" kata Asha kepada karyawannya itu.
"Baik , bu Menejer" Cerryl langsung mengambil nampan diatas meja dapur menuju ke meja 12.
"Arga, lihat sampah yang didapur sudah dibuang atau belum"
"Siap buk" Arga langsung melihat isi tong sampah didapur dan membuangnya ke pembuangan sampah.
"Akh....lelah juga jika satu karyawan telat hadir ya" keluh Asha melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 4 sore. Kai belum juga menampakkan dirinya, seharusnya sejam lalu Kai sudah sampai disini.
"Bu menejer....bu menejer" panggil Cerryl yang membuyarkan lamunan Asha.
"Ada apa Cerryl?"
"Ehm...besok Kai ulang tahun. Bagaimana kalau kita beri kejutan"
"Kejutan?"
"Hu um....kita buat kue. Tapi kue kesukaan Kai apa ya?" Cerryl mencoba berfikir. "Kira-kira hobi Kai itu apa ya?"
Asha terdiam, mengingat pembicaraannya dengan Molly sebelum Molly kembali ke asrama. Malam diperjalanan pulang ke rumah Papanya, Molly bercerita tentang Kai.
"Mengapa Mommi mengenal kapten Kai?"
"Hm....karena dia adalah karyawan paruh waktu di Kafe Family, Molly. Mengapa sedari tadi Molly memanggilnya dengan sebutan Kapten"
"Ya....ampun Mommi. Dia itu adalah seorang Kai. Kapten tim baseball yang keren dan namanya juga terkenal disekolah-sekolah. Sebagai contoh siswa berprestasi dibidang permainan baseball"
"Wow...luar biasa"
"Tapi, aku mendengar rumor bahwa dia tidak akan bermain di tahun terkahirnya ini karena cidera tangan kanannya"
"Heh....kok bisa!" Asha terkejut.
"Dibabak terakhir, Kai melakukan kesalahan yang fatal. Itulah yang membuat tangan kanannya cidera. Lemparannya luar biasa, itulaha lemparan maut yang dipertontonkannya. Dan lemparan itu juga membawa tropi kemenangan tahun lalu, Mom"
"Hem....jadi Kai adalah seorang atlit baseball"
"Hu um"
Asha tersenyum kecil mendengar pertanyaan Cerryl mengenai kue yang disukai Kai.
"Kue bola Baseball" gumam Asha yang terdengar lirih ditelinga Cerryl.
"Kue Bola Baseball" Cerryl mengulang kalimat Asha untuk penjelasan ulang.
"Iya...bagaimana kita buat kue bola baseball"
"Ok....!!!" Teriak Cerryl dan Arga bersamaan.
Sesampai di rumah Kai bertemu dengan Papanya yang sedang menonton televisi.
"Bagaimana pertandingan persahabatan hari ini?" Tanya Papanya ketika melihat Kai memasuki ruang keluarga.
"Luar biasa" jawab Kai seadanya dan menghindar dari pertanyaan berikutnya. Pertanyaan yang selalu sama setiap kali selesai menonton pertandingan baseball.
"Apa kau tidak ingin bermain dilapangan lagi?" Pertanyaan inilah yang membuat Kai mengemaskan semua peralatan baseballnya dan memesukkan ke kantong plastik untuk segera dibuang. Sepatu kebanggannya, bola baseball kemenangannya, glove pemberian Papanya saat ulang tahun ke 16 tahun lalu. Dan seragam tim sekolahnya, harus benar-benar dia buang malam itu.
"Pa....tolong buangkan sampah ini" pinta Kai pada Papanya ketika keluar dari kamarnya.
"Mengapa tidak kau buang sendiri saja"
"Aku mohon" kata Kai menyerahkan sekantong plastik berisi kenangan kemenangannya.
"Baiklah...letak saja disitu"
Kai meletakkan kantong plastik itu disebelah sofa. Papanya melirik ke dalam kantong plastik itu dan melihat punggung Kai berlalu masuk ke dalam kamarnya.
Asha masih berbelanja keperluan membuat kue ulang tahun untuk Kai. Sambil berbelanja Asha menelpon Ibas, mantan suaminya sebagi seorang jurnalis olah raga. Ibas tak banyak berkomentar tentang keinginan mantan istrinya itu.
"Anggap saja permintaanku ini sebagai lelucon yang memaks" Asha memohon kepada mantan suaminya itu.
"Bagaimana kau bisa sesantai itu meminta permintaan yang sulit seperti ini kepada mantan suamimu"
"Kau hanya mantan suamiku, Bas. Bukan berarti aku harus menjauhimu. Aku akan tetap bergelantungan dipelupuk matamu hingga Molly benar-benar menerima keputusan kita ini"
Ibas terdiam sejenak. Hasil keputusan perpisahan mereka bukanlah untuk saling menyakiti akan tetapi untuk saling membenah diri ke arah yang lebih baik. Namun, menuju arah yang lebih baik itu malah membuat perasaan orang lain terluka, Mollylah yang terluka saat keputusan itu terlontar dari bibir mereka berdua.
"Baiklah...baiklah....malam ini juga aku akan bertemu dengan orang itu"
"Terima kasih Ibas!"
Keinginan itu seperti angin yang datang tiba-tiba diantara permintaan-permintaan yang terkadang tidak masuk akal. Namun, itulah rasa yang terkadang membawa luka yang tak terlihat.

Bersambung chapter 6...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar