Kamis, 02 Juni 2016

New Change

Episode 1.
Pembicaraan Penting
Berdiri di pinggir pantai Kuta, Bali. Menikmati angin yang semilir. Ara sedang berpikir. Mengingat kembali kejadian seminggu yang lalu. Membawanya kedalam jurang yang terdalam. Pekerjaan yang tidak tuntas. Asmara yang terpecah belah. Pengkhianatan seorang teman. Keluarga yang ricuh. Semua terjadi pada waktu yang sama. Siapa yang tahan dengan itu semua. Apa yang bisa dilakukan Ara selain melarikan diri ke Bali. Menjauh dari kota bernama Medan.
Pukul 17.00 waktu Bali.
Matahari memerah dibatas cakrawala. Memberi warna oranye di ufuk barat. Air laut yang kelap kelip dipantulkan oleh cahaya matahari senja.
Ara menarik nafasnya dalam-dalam. Menghembuskannya pelan-pelan.
"Lupakan, lupakan. Semua akan baik-baik saja" katanya dalam hati dengan mata terpejam.
"Excuse Me!!!" Salah seorang bule yang sedang berjalan berhenti di sebelah Ara.
"Oh...sorry!!! What happen?"Ara terkejut. Bule itu tinggi sekali. Berewokan. Hidung mancung. Bibir merah tipis.
"Your hat, flow away"
"Oh...no problem. I will buy it, later"
Bahkan seorang asing saja perduli padanya. Tapi, hari-hari yang membuat frustasi ini. Tak ada seorangpun yang perduli.
Ara kembali memandang senja yang mulai terbenam. Menikmati sunset di Bali adalah anugerah terindah yang pernah ada. Sunset di Kuta menjadi rutinitas setiap harinya.
Para bule bebas memakai bikini, jika ini terjadi di Medan. Dengan senantiasa banyak yang tidak setuju.
Para penduduk sekitar ada yang berjualan topi pantai. Ada juga yang sedang membawa anjing mereka berjalan ditepi pantai. Ada yang sedang mengepang rambut para turis. Sunset sempurna telah tiba, dengan waktu sepersekian detik mentari yang gagah tenggelam di telan samudera hindia.
Ara kembali ke hotel. Merebahkan tubuhnya yang lelah berjalan. Namun, bukan hanya lelah berjalan. Akan tetapi beban pikiran yang semakin rumit.
Ponsel Ara bergetar. Ara meraih ponselnya yang berada dimeja sebelah tempat tidurnya. Ara menatap layar ponselnya. Membaca panggilan masuk itu. Seno.
Pria yang membuat asmaranya berantakan. Membuat bertambahnya kerumitan dalam hidupnya. Mengabaikan panggilan itu. Ara menutup matanya.
Ara tak ingin berurusan lagi dengan pria bernama Seno. Baginya itu sudah berakhir.
Kembali ponsel Ara bergetar. Dan itu terus berulang-ulang kali. Dan Ara tetap mengabaikannya. Tak ingin mengubrisnya. Masih terasa sakit. Sampai saat liburan seperti ini juga. Ponsel itu akhirnya berhenti bergetar.
Ara melihat ponselnya. Sepuluh pesan misscall. Dan satu pesan singkat. Ara membuka pesan singkat itu.
"Aku mohon angkat telponnya. Ada yang harus aku bicarakan padamu. Bisakah kau berdamai dengan amarahmu?"
Ara tak membalasnya.
Lebih baik membersihkan diri. Berendam di bathup dengan air hangat. Ara benar-benar menikmati liburannya. Menginap dihotel bintang lima. Terletak di Jimbaran, Bali. Menikmati fasilitas hotel yang mewah. Aromaterapi lafender adalah solusi terbaik untuk relaxasi malam ini.

****
Di Medan.
Disebuah kamar kecil disudut kota bernama Medan. Ada seorang pria bernama Seno sedang uring-uringan. Menatap layar ponselnya. Berharap segera dapat balasan dari Ara. Namun, hal itu sia-sia.
Amarah mengusainya malam ini.
"Uuurrrrrgghhhhhh!!!!. Seharusnya dia mendengarkan dulu penjelasanku" gerutu Seno.
Malam yang malam panas, sepanas hati Seno yang belum menerima balasan apapun dari Ara.
Berkali-kali Seno melihat layar ponselnya. Hanya wallpaper bergambarkan pemandangan alam berastagi yang tertera. Tak ada notifikasi yang masuk. Kecewa.
Seno merebahkan tubuhnya. Memandang langit-langit kamar. Mengulang kenangan yang terjadi beberapa hari yang lalu.
Padahal sebelumnya semua baik-baik saja. Begitu indah. Tak terbayangkan akan seperti ini.
Sebuah nada dering berbunyi. Seno langsung meraih ponselnya. Hatinya melongos setelah melihat nama seseorang di layar ponselnya. Seseorang yang sebenarnya tak ingin Seno menghubunginya. Dengan berat hati Seno mengangkat telepon itu.
"Hallo!" Sapa Seno
"Sayang!!kok lama sekali mengakat telponya. Mas Seno lagi ngapain sih?"
"Aku tadi lagi dikamar mandi"
Perbincangan yang seperti biasa. Itu membosankan.
****
Bali, Hotel Bali Indah.
Ara selesai melepaskan kepenakannya berendam di bath up dengan aromaterapi. Pikirannya sudah tenang saat ini. Sudah saatnya untuk berbicara dengan Seno. Mungkin itu panggilan yang sangat penting.
Ara mengambil ponselnya, duduk di balkon kamar hotel. Menatap lampu-lampu yang seperti berkelap kelip dari lantai 5.
Melihat layar ponselnya, dan ternyata Seno mencoba menguhunginya lagi. Sepuluh kali panggilan misscall. Ara menghirup udara malam Jimbaran malam ini.
Memberanikan diri menelpon kembali Seno.
Ara menyentuh layar ponselnya dan memilih panggilan keluar dengan nama Seno.
"Nomor yang ada tuju sedang sibuk" hanya di jawab oleh operator.
Kecewa.
Ternyata pembicaraan penting yang dimaksud penting itu tidaklah serius. Ara menon-aktifkan ponselnya. Melemparkannya tempat tidur. Dan Ara kembali duduk menatap hampa di balkon kamar hotelnya.
****
Medan, disebuah kamar kecil di sudut kota Medan.
"Sayang!!! Aku matikan sebentar ya telponnya. Ada telpon penting"
"Emang dari siapa sih?" Penting banget gitu ya!"
"Bos"
Kebohongan demi kebohongan itu pun menjadi biasa bagi Seno.
Seno langsung menghentikan percakapannya dengan Anggun. Wanita yang berhasil membuat Seno berpaling dari Ara.
Seno secepat mungkin menelpon balik Ara. Namun, hanya kekecewaan kembali yang hadir. Hanya sambutan dari suara operator yang mengatakan bahwa sang pemilik ponsel sedang tidak mengaktifkan ponselnya.
"Uurrrrghhhh!!! Sial.."
Seno segera menonaktifkan ponselnya. Malam ini dia tak ingin menerima telpon dari siapapun. Termasuk Anggun yang mencoba menghubungi Seno. Yang ada jawaban dari operator. Anggun kesal.
****
Bali, Hotel Bali Indah.
Sinar mentari pagi masuk dari balik gordhin berwarna kream itu. Ara membuka matanya perlahan. Terasa berat. Masih pusing.
Menyalakan televisi, melihat berita pagi ini. Tidak ada yang menarik. Sebuah ketukan pintu terdengar.
"Room Service"
Ara membuka pintu kamarnya. Seorang gadis manis menyambutnya.
"Kamarnya mau dibersihkan, buk?"
"Ntar siang saja ya"
"Saya mau mengganti handuknya"
Ara mempersilahkan masuk petugas room service itu. Kembali ketempat tidur. Membalikkan badan, meraih ponsel. Dan mengaktifkan kembali. Sederet pesan singkat sudah untuk dibaca.
Pesan pertama dari Ayu , teman sekantor Ara.
"Hm...yang liburan gak mau diganggu. Aku titip oleh-oleh ya sayang! Bule ganteng bisa , gak!!hahahaha"
Ara tersenyum - senyum sendiri.
"Terima kasih buk" gadis room service itu pamit keluar kamar.
Ara hanya mengangguk pelan.
Pesan kedua dari Tiara, adik Ara.
"Kak, jangan lupa oleh-oleh buatku. Kain batik khas bali"
Ara menyungingkan senyumannya.
Pesan ketiga dari Dasta, sahabat terbaik Ara.
"Eh, coba kau bawakan dulu bule berbikini kemedan, Ra. Cocok kau rasa?
"Hahahahaha, kau kira bule berbikini itu mau dengan kau?" Ara langsung membalas pesan singkat itu segera.
Tak ada alasan baginya untuk berlama-lama membalas pesan singkat dari Dasta.
Kembali lagi Ara membuka pesan berikutnya.
Dari mama yang meminta oleh-oleh.
Dan berakhir pada pesan singkat berikutnya. Yang membuat raut wajahnya berubah.
Pesan dari Seno.
"Aku mohon, dengarkan penjelasanku, Ra! Angkat telponku"
Pesan berikutnya juga dari Seno
"Kenapa ponselmu tidak aktif?"
Pesan berikutnya
"Ra, besok pagi setelah kamu membaca pesan ini. Aku mohon balaslah pesanku ini"
Jemari Ara tergerak pada tulisan replay. Menyentuhnya.
Lalu merangkai kalimat yang tepat untuk dibalas.

*****
Medan, masih terlihat belum terang. Matahari masih enggan untuk muncul. Mendung di pagi hari sudah menjadi kebiasaan di Medan. Lalu tiba-tiba panas disiang hari dan hujan di mulai pada waktu senja dan berakhir setelah pukul delapan malam.
Seno, tidak bisa tidur. Memikirkan semuanya. Kebahagian yang dia peroleh dalam yang lama terhempas bebas pada waktu yang singkat.
Gejolak hati yang sebenarnya dia belum tahu kemana arah geraknya.
Ponselnya berdering tanda pesan singkat masuk. Dengan malas dia membuka ponselnya. Dan itu dari Ara.
Senang bukan kepalang Seno pagi itu. Wajahnya kembali cerah. Senyuman kecil mengembang dipipinya. Akhirnya, Ara membalas pesan singkatnya.
"Balas"
Seno tahu persis, balasan singkat ini. Seno tahu persis maksud dari pesan yang begitu singkat ini.
Seno langsung menghubungi Ara.
"Pagi, Ra!"
"Pagi, Sen!"
"Apa yang sedang kamu lakukan?"
"Aku baru bangun tidur"
"Hehehe....dasar tukang tidur!" Seno mencoba mencairkan pembicaraan yang beku ini.
Ara tak bertanya balik
"Apa yang ingin kamu bicarakan?"
"Ra, bisakah kamu mendengarkan aku sebentar. Mendengerkan penjelasanku"
Ara diam , mengangguk pelan. Seno mengerti tanda itu.
"Aku memilihnya karena dia mengatakan padaku tidak bisa hidup tanpaku. Aku tidak bisa membiarkan wanita lemah itu terkulai hanya tak bisa bersamaku"
Ara masih diam. Dan itu juga tanda bahwa Seno harus melanjutkan penjelasannya.
"Aku yakin seribu persen, kamu bisa hidup tanpaku. Wanita lemah itu kasian sekali. Tidak mempunyai teman. Hanya ada aku. Sedangkan kamu, tanpaku masih banyak teman yang bisa bersamamu. Ayu, Dasta, Ari dan Naomi. Mereka sahabat baikmu, kan!!"
Ara masih terdiam. Kali ini Seno tahu tandanya dia harus berhenti. Memberikan kesempatan Ara berbicara.
Ara masih diam. Airmatanya jatuh dari sudut mata. Air bening itu mengalir dengan suara yang tertahan. Ara menutup mulutnya. Mencoba untuk menetralkan suaranya. Dia tak ingin Seno tahu bahwa dia sedang menangis saat ini.
"Ra...!!!kamu masih disitukan?"
Ara mengangguk pelan. Tak ada gunanya, Seno tak melihat anggukan itu. Seno butuh suaranya. Butuh bicara dengannya.
Ara mengusap pipinya. Menyelesaikan tangisnya di menit kelima perbincangan satu orang itu.
"Terima kasih telah menganggapku mampu hidup tanpamu. Aku rasa itu benar" Ara melancarkan bicaranya.
"Aku tahu kamu kuat dan tegar. Akan ada pria yang lebih baik dan pantas untukmu"
Kembali Ara menangis. Airmatanya jatuh lagi kepipi yang masih lembab.
"Sen..terima kasih!"
"Ra, seharusnya aku yang meminta maaf padamu. Aku tak ada niat menyakitimu. Sumpah demi Tuhan, aku tak ingin kamu terluka"
"Terima kasih" Ara menahan suara tangisnya.
Membuncah sudah tangisnya. Seno mendengar. Dan itu membuat Seno tak kuasa menangis juga.
"Ra...aku minta maaf. Aku mencintaimu. Tapi, aku tak bisa meninggalkan wanita lemah itu. Dia rapuh"
Ara membiarkan suara tangis itu pecah. Bahkan bukan hanya dinding kamar yang tahu dia sedang menangis. Seno juga sudah mengetahuinya.
Dua menit berlalu, tangisan itu terhenti. Pintu kamar Seno berbunyi. Sebuah ketukan dari luar membuat tangisan itu sejenak menghilang.
"Seno.  Ada tamu. Anggun sudah datang"
Ara mendengar suara itu.
"Temui dia. Aku baik-baik saja. Kita masih bisa berteman"
Hal konyol yang pernah terucapkan oleh Ara. Mana mungkin dengan kekecewaan itu muncul mereka bisa menjadi teman.
"Bentar, Ma. Seno mandi dulu!"
Seno kembali ke ponselnya.
"Ra...maafkan aku. Setelah pembicaraan ini, bisakah kita bertemu?"
"Tidak"
Ini adalah kata tidak yang ditegaskan pertama kali yang terlontar dari bibir Ara selama mereka saling dekat. Ini bantahan pertama yang begitu menusuk hati Seno.
Perbincangan itu ditutup dengan mengucapkan terima kasih dan kata maaf.

****
Bali, Hotel Indah Bali.
Pandangan kosong mengarah jauh sampai ke Medan. Menembus dinding kamar hotel. Ara memandang hampa di semburat wallpaper ponselnya. Semua sudah berakhir. Pagi ini percakapan itu sudah membuktikan bahwa Seno telah memilih wanita bernama Anggun itu.
Ara membasuh wajahnya dengan air hangat. Menyikat giginya. Dan tanpa mandi, turun ke lobi. Menyewa sepeda motor. Lalu berkeliling Jimbaran sendirian. Menghabiskan kekecewaan yang sedang dihadapinya.
Hari yang indah.
Matahari selalu cerah di bali. Tidak pernah mendung. Angin pantai yang menyibak rambut. Suara deburan ombak.
Ini terlalu indah jika hanya dilihat dengan mata yang berair.
Ara masih menangis yang tertahan.
Ponselnya bergetar. Dasta menelponnya.
"Hoiiii.....!!!!lagi dimana kau?"
"Di hatimu" Ara segera menetralkan dirinya
"Hahahaha....apa yang kau cari disana?"
"Bule ganteng yang berewokan"
"Hahahahaha....kok kau ya. Jangan lupa bawa bule berbikini. Bisakan?"
"Hahahaha.....berani bayar berapa kau?"
"Hahahaha....sampe kapan kau disana?"
"Seminggu!"
"Enak kali kau ya!"
Awalnys Dasta tidak tahu menahu tentang prihal liburan singkat Ara ke Bali. Akhirnya, Ara tidak tahan tidak memberitahukannya. Ara sempat menyembunyikan kepergian ini dari Dasta. Mendadak. Hanya akan membuat dia bertanya-tanya saja.
Ara tertawa riang mendengarkan lelucon Dasta. Wajahnya kembali cerah. Airmatanya sempurna menghilang.
"Bukankah hidup ini menyenangkan!" Kata Ara di akhir perbincangan.
"Akh...sok paten kali kau. Hahahhaha"
"Hahahaha"
Ara bersiap-siap kembali mengitari Jimbaran dan langsung ke pantai Blue Point untuk memandang sunset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar