Jumat, 06 Februari 2015

You Are My Perfect One



You are my Perfect One
chapter 15
Aishiteru Longtime, Sayonara!!
Minggu. Mengapa ada hari minggu di minggu ini. Padahal sebelumnya hari inilah yang aku nantikan. Karena aku bisa menghabiskan waktu untuk bermain dengan Andri. Namun, hari ini semua akan berubah. Apakah ini akhir cerita yang kami mulai baru beberapa bulan yang lalu. Dan akhirnya Andri yang mengakhiri cerita ini, bukan bukan dialah yang mengakhiri, tapi ini namanya takdir. Menyalahkan takdir. Mengapa  ada akhir disetiap cerita. Aku benci dengan akhir sebuah cerita karena bisanya tidak sesuai dengan apa yng diharapkan.
Untuk melihatnya berlalu pergi rasanya aku tidak tega. Lebih baik aku tidak melihatnya, akan menambah kesedihan saja jika aku berada disana.
“Kak…ada Andri didepan rumah” Mamaku berteriak dari luar kamarku
“Ma…bilang sama dia. Hati-hati” Kataku menahan suara tangisku
“gak baik loh kalau mama yang sampaikan”
“tolong ya , Ma. Kakak mohon”
“okelah!”
Tidak, aku tidak ingin memperlihatkan wajah sedih ini. Dia yang menyuruhku untuk tegar dan mejadi  permpuan yang cengeng. Makanya aku memutuskan untuk tidak melihtanya hari ini. Banyak kenangan yang telah kami buat. Mimpi yang sengaja kami bangun.
“Hei…jika tamat sekolah nanti. Kamu mau jadi, Gis”
“Aku ingin jadi seorang Arsitek”
‘Anak perempuan kok jadi Arsitek. Dasar tomboy!”
“Aku ingin membuat robot. Rasanya seru. Dan menghabiskan masa Tua di Jepang”
“Jepang?”
“Iya. Jepang. Negeri yang canggih. Banyangkan saja sudah berapa puluh ribu mesin mobil yang mereka buat. Motor yang sering kamu naikin dan angkot itu buatan mereka. Hebatkan”
“Apa dijepang dibutuhkan seorang arsitek perempuan”
“hahahaha….jadi kamu mau kesana?”
“sepertinya menarik”
“hahahaha….”
Janji ke Universitas yang sama dan akan selalu bersama-sama. Ternyata itu lebih membekas dari pada sebuah ciuman. Itu lebih membekas sekali. Setiap ucapannya yang dijanjikannya padaku. Apakah dia telah mengingkari janjinya padaku.
“kau harus berjanji….”
“hu um”
Dia selalu berkata kau harus berjanji. Tapi,  kali ini dia yang menignkari janjinya. Aku kira dia akan berbeda dengan Ridan yang sudah membohongiku. Ternyata dia sama saja dengan Ridan. Tidak, dia tidak sama dengan Ridan. Entahlah masih saja ada pembelaan dari dalam hatiku. Karena aku merasa begitu dekat dengannya dan tak ingin jauh darinya. Terasa bisa melakukan segala hal dengannya.
“ingat, jangan pernah bergantung pada orang lain. Kerjakan segala sendiri”
Dia selalu mengatakan hal - hal yang membuat aku teringat terus dengannya. Apakah aku bodoh untuk menangisi hal ini. Aku harus berpisah dengan teman dekatku, teman mengerjakan PR, teman bercerita, teman bermain dan teman segalanya.
“kau itu lebih dari pacar. Mengerti. Jangan tanya lagi hubungan apa yang kita jalani ini. Aku lebih suka seperti ini. Karena kita masih anak sekolah. Jangan melakukan hal-hal konyol dengan komitmen kita selalu bersama selamanya. Itu akan menyakitimu”
Benar sekali, bahkan tak ada komitmen saja sudah menyakitkan seperti ini. Apalagi jika kami untuk saling memaksa berkomitmen selamanya bersama, kurasa akan lebih menyakitkan lagi. Entahlah, rasanya aku ingin tidur saja.
Alam pada hari minggu ini, benar mendukung sekali. Mendung, sedikit gerimis dan berangin. Dingin, dingin sekali. Seprtinya aku membekukan kesedihan dan kesepian ini. Apakah kami bisa melanjutkan lagi hubungan jarak jauh ini. Akankah sampai disini?. Apak Andri akan memegang janjinya untuk terus berkomunikasi denganku?. Sekali lagi entahlah, rasanya mengantuk sekali. Aku ingin tidur saja.
Ternyata sudah gelap, angin yang masuk dari jendela masih terasa dingin. Hujan, diluar sedang hujan. Sangat deras sekali, jikapun aku menangis dan berteriak maka tidak akan terdengar. Ketika aku hendak membuka pintu, ada secarik kertas yang terselip di bawah sela pintu kamarku. Kuambil dan kubaca.
“Maaf, Aku pergi dulu. Tanpa membertahumu terlebih dahulu. Karena aku paling benci dengan kesedihan. Terutama kesedihan yang terlihat dari wajahmu. Maaf, sekali lagi maaf. Aishiteru Longtime, Sayonara”
Menangis, ya menangislah. Aku benar-benar kesepian dan harus bercerita kepada siapa tentang kesedihan dan kesepianku ini. Eva, pasti dia sedang sibuk jalan-jalan dengan Candra, Evi aku sudah tidak mau lagi bercerita apapun kepadanya,Reni dia tidak begitu dekat denganku, dan Sonia jika minggu ini dia pasti sibuk dengan kegiatan diluar sekolah. Pada Mama, pasti jelas aku akan dimarahinnya. Mengapa harus menangis tidak jelas seperti ini, padahal komunikasi bisa saja lewat telepon.
Tapi, kurasa apakah ini cinta pertama?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar